Oleh Thomas Koten
Direktur Social Development Center
PEMIMPIN
sejati yang memiliki integritas dan moralitas, sebagaimana tertulis dalam buku
Sutasoma ialah pemimpin yang tercerahkan dan tercerdaskan lewat pergulatan
hidupnya yang penuh tantangan dan ujian. Dengan kecerdasan dan ketercerahan
yang dimilikinya, sang pemimpin dapat mencerdaskan dan mencerahkan kehidupan
rakyatnya.
Sosok dan
identifikasi pemimpin ala Sutasoma, tidak bisa dinilai dari penampilan citra
lahiriah yang gagah perkasa, tetapi dari kesederhanaannya yang memancarkan aura
kebesaran dan keagungan jiwa, keluhuran budi dan ketulusan hati, serta
kebijakannya yang memesona sebagai ekspresi dari rasa cintanya kepada rakyat.
Kepemimpinan dengan
identifikasi ala Sutasoma tersebut merupakan proses tumbuhnya moralitas dan
rajutan etika yang bisa mewujud dalam sikap dan tindakannya dalam memimpin
rakyat karena keberhasilannya dalam memimpin rakyat merupakan wujud tanggung
jawab moral dan cermin integritas yang membentuk kewibawaannya.
Manajemen
humanistis
Pemimpin dengan
moralitas tinggi menurut Sutasoma, cenderung ditandai kemunculannya dari tengah
rakyat, yang biasa berjuang bersama rakyat sehingga dia mengenal betul keadaan
rakyat. Dia mengetahui masalah-masalah rakyat sehingga dengan itu ia merasa
terpanggil untuk menyelesaikan masalah-masalah rakyat.
Memang, moralitas
seorang pemimpin, hakikatnya tumbuh dari pergulatannya yang jujur dan
bertanggung jawab bersama rakyat. Karena dari jeritan dan kesulitan rakyat yang
didengar dan yang diketahuinya itulah, yang membentuk kepribadian bermoral
dalam diri sang pemimpin.
Pemimpin yang hebat
tidak bisa ibarat tinggal di menara gading yang jauh dan terasing dari
keberadaan rakyat. Pemimpin yang tinggal di menara gading akan melahirkan
sindrom dalam dirinya yang membuatnya ingin selalu dihormati dan ditaati
perintah-perintahnya. Maka, lahirlah sikap dominatif dan menindas.
Padahal, karakter
kepemimpinan yang dibutuhkan dalam sepanjang sejarah kepemimpinan negara mana
pun di dunia ialah pemimpin yang berkarakter dan berwatak humanistik dengan
kadar dan integritas moral yang mumpuni.
Kenapa? Jawabannya,
sebagaimana kata Erich Fromm, pemimpin yang berwatak humanistik akan dengan
mudah membangun manajemen kepemimpinan yang humanistik (humanistic management),
sebuah bentuk manajemen yang tidak mengasingkan rakyat dari kekuasaan.
Rakyat dengan
keanekaragaman dirangkul dan dipimpin tanpa membedakannya dari sisi suku,
agama, ras dan golongan.
Manajemen
humanistik akan menjalankan perintah atau saran-saran yang bukan dari atas ke
bawah dengan gaya komando, melainkan selalu dikompromikan dengan mendengar dan
meminta masukan dari bawah. Rakyat diposisikan sebagai subjek dari setiap
program kerja.
Dengan itu, segala
potensi rakyat ditumbuh kembangkan. Kreativitas rakyat dibangkitkan dan
dieksplorasi secara maksimal. Bukankah kesejahteraan rakyat akan tercipta dan
akan terus ditingkatkan tatkala rakyat telah sanggup menumbuhkembangkan potensi
dan daya kreativitasnya?
Selain itu, dengan
sosok dan wajah kekuasaan yang dikendalikan sang pemimpin seperti itu, akan
melahirkan pemerintahan antara pemerintah dan rakyat selalu tumbuh dan tersemai
spirit saling percaya, saling menghormati, dan saling mendukung.
Dengan demikian,
sang pemimpin akan semakin dihormati dan dicintai rakyat. Rasa hormat dan cinta
itu bukan saja terjadi pada saat masih menjadi pemimpin, melainkan juga setelah
tidak menjadi pemimpin lagi. Sosok kepemimpinannya pun akan tetap dirindukan
rakyat.
Pemimpin masa depan
Berkaca dari uraian
di atas, dapat dikatakan bahwa pemimpin yang dibutuhkan Indonesia, yaitu
pemimpin yang dekat dengan rakyat, yang senantiasa memancarkan karakter dan
kepribadian, serta kepemimpinan yang mencerdaskan dan mencerahkan masyarakat.
Ialah pemimpin
dengan identifikasi ala Sutasoma, yang tahu akan segala permasalahan yang
dihadapi rakyat, yang tahu denyut kehidupan rakyat, yang tahu dan dengar tentang
jeritan-jeritan rakyat. Karena dengan itu, dia dapat memberikan pencerdasan dan
pencerahan kepada rakyat sehingga rakyat pun dapat mengetahui jalan keluar atau
solusi dari masalah-masalah yang dihadapinya.
Presiden Joko
Widodo terlihat jelas masuk dalam identifikasi kepemimpinan sebagaimana yang
digambarkan Sutasoma dalam buku klasik tersebut.
Jokowi yang selalu
tampak sederhana, memiliki integritas dan moralitas yang mumpuni, yang
kekuatannya terbentuk oleh ujian berupa cacian, cemoohan, dan berita-berita
hoaks, serta bukan sosok yang gagah perkasa secara fisik.
Dia juga lahir dan
berasal dari rakyat biasa, dari tukang mebel, yang kemudian dalam
kepemimpinannya pun begitu dekat dengan rakyat dengan program-program kerjanya
pun begitu nyata sehingga identifikasi ala Sutasoma pun menjadi tak
terbantahkan.
Dan tak dapat
dimungkiri bahwa rakyat merasakan sosok kepemimpinan Jokowi seperti yang
digambarkan Sutasoma, suatu idealitas kepemimpinan masa kini sehingga berani
memilihnya lagi untuk periode kedua.
Dengan demikian,
sebelum pemilu lalu rakyat begitu terkooptasi dan/atau sudah terkotak-kotak
dalam aneka kepentingan politik dan nonpolitik, tetapi mayoritas rakyat tak
terpengaruh dan tetap konsisten memilih Jokowi untuk memimpin negeri ini
lagi.
Psikologi rakyat
seperti itu memang merupakan sesuatu yang layak disyukuri, mengingat secara
rasional psikologis apabila rakyat sudah terkontaminasi aneka kepentingan, hal
itu dapat membuat mereka tidak sanggup lagi untuk memilih pemimpin secara
cerdas dengan pertimbangan yang jernih-jenial dan rasional.
Kenapa? Karena
kecerdasan dan kecerahan politik rakyat sudah dibodohi dan dibutakan
kepentingan-kepentingan tersebut.
Kini kita pantas
bersyukur bahwa rakyat telah kembali memeteraikan kepercayaannya kepada Jokowi
untuk memimpin Indonesia 5 tahun ke depan.
Karena itu, kita
berharap agar Presiden Jokowi terus meningkatkan integritas dan moralitas untuk
memimpin bangsa ini supaya lebih bermartabat dan terhormat di mata dunia dengan
tidak salah memilih menterinya di tengah gencarnya arus pemberitaan seputar
pembagian kue legit kekuasaan Kabinet Kerja Jilid 2 dalam selubung
rekonsiliasi.
Sumber: Media Indonesia, 31 Juli 2019
0 komentar:
Silahkan berkomentar
Tuliskan apa pendapatmu...!