Oleh Ernie Botoor
Guru SMP Tri Ratna, Jakarta;
Alumni Unika
Widya Mandira Kupang
PRESIDEN pertama Ir Soekarno mengapresiasi guru. Bung
Karno menaruh rasa hormat kepada guru dan respek terhadap profesi mulia itu.
Mengapa? Guru memiliki peran strategis dalam dunia pendidikan. Ia tak sekadar
setia mengajarkan ilmu pengetahuan. Ia multi peran. Entah sebagai pengajar,
pendidik, pembimbing, motivator, teladan, administrator, evaluator, inspirator,
dan lain sebagainya.
Tak berlebihan dalam bukunya, Dibawah Bendera Revolusi, Bung Karno melukiskan
guru dalam catatan reflektif. "Pemimpin! Guru! Alangkah hebatnya pekerjaan
menjadi pemimpin di dalam sekolah, menjadi guru di dalam arti yang spesial,
yakni menjadi pembentuk akal dan jiwa anak-anak! Terutama sekali di zaman
kebangkitan! Hari kemudiannya manusia adalah di dalam tangan guru itu, menjadi
manusia."
Presiden Jokowi juga kembali bicara soal guru
saat membuka Kongres XXII PGRI di Jakarta, Jumat, pekan pertama Juli lalu. Guru
senantiasa merebut ruang batin murid. Tak terkecuali, Jokowi. Momen HUT Guru di
Istora Senayan tahun 2015, misalnya, menyuguhkan pemandangan menarik. Siapapun
guru bisa jadi bangga sekaligus terharu.
Betapa tidak. Presiden Jokowi didatangi langsung
para gurunya semasa di SMP 1 Solo dan SMA 6 Solo, yang sudah berpisah selama 40
tahun. Ada Sutoto, Sudadi, Sih Winarni, Ning, Nurjayati, dan lain-lain. Jokowi
menghampiri Sutoto, kemudian berlutut dan mencium tangan, melakukan sungkem
kepada sang guru di kursi roda.
Apa kata Sutoto kepada Jokowi, mantan
muridnya? "Yang paling diingat itu rajin kerjakan pekerjaan rumah, pasti
dibuat. Teman-temannya juga banyak," kata Sutoto. Pemandangan kecil dan
inspiratif ini memberi pelajaran bagaimana sosok guru dan pengabdiannya di
jalur pendidikan. Guru yang telah melahirkan seorang anak murid yang kelak
menjadi presiden. Namun pertanyaan lanjutan lahir. Ada apa dengan guru? Mengapa
Jokowi makin care terhadap guru
sebagaimana catatan inspiratif Bung Karno di atas? Apa pula komitmen anggaran
pendidikan, yang juga terkait dengan nasib guru?
Aspek bertalian
Perihal guru selalu menarik sehingga tak akan
pernah selesai dibahas. Mulai dari orang-orang di kampung paling udik hingga
kota. Pun petani di bawah terik matahari di ladang; nelayan di bibir pantai
hingga pengambil kebijakan di kursi kekuasaan. Guru selalu jadi bahasan
bertalian aspek profesi, filosofi, moralitas, kesejahteraan, tuntutan
administratif, sekolah, dan sebagainya.
Singkatnya, masa depan pendidikan, terutama generasi muda, juga di tangan guru
sebagai salah satu elemen strategis.
Mengapa Bung Karno jauh-jauh hari memandang
penting kemudian bicara soal guru? Mengapa pula Presiden Jokowi setia menghangatkan
kembali memori kolektif kita terkait guru? Ini penting. Jawaban bisa beragam,
terutama bila menyentuh aspek-aspek di atas. Namun, paling kurang ada yang
dapat dicatat.
Pertama, sebagai profesi mulia dan terhormat. Guru mengemban tugas
strategis dalam ikut menciptakan generasi penerus bangsa. Perihal guru jelas
tercantum dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Guru didefinisikan
sebagai pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan
anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan
menengah.
Kedua, guru –seperti kata
Bung Karno– adalah pembentuk akal dan jiwa. Guru adalah agen transformasi dalam
membangun talenta anak bangsa. Ia memiliki peran sentral dalam pembentukan
sumber daya manusia yang berkualitas dan kompetitif dalam menjawab berbagai
tuntutan dan perubahan zaman. Para pakar juga telah menguraikan tugas pokok
guru dengan terinci.
Menurut Daoed Joesoef (1980) ada tiga bagian tugas pokok guru
yaitu tugas profesional, manusiawi, dan kemasyarakatan (sivic mission). Tugas pertama berkaitan dengan logika
dan estetika. Tugas kedua dan ketiga berkaitan dengan etika. Sedangkan WF
Connell (1972) menyebut guru memiliki peran sebagai pendidik (nurturer),
model serta pengajar dan pembimbing. Selain itu peran sebagai pelajar (learner),
komunikator terhadap masyarakat setempat, pekerja administrasi, dan peran
terhadap lembaga. Tugas dan peran tersebut sungguh mulia. Namun, setiap beralih
rezim masih saja diselubungi aneka soal klasik terutama kesejahteraan guru.
Jokowi ke guru
Komitmen Presiden Jokowi kepada guru dan
dunia pendidikan sudah ada sejak periode pertama pemerintahannya. Tinggal dilaksanakan
dengan serius jajaran pemerintahan mulai dari pusat hingga daerah. Bahwa tujuan
pendidikan bukan lagi sekadar mencetak siswa berpengetahuan. Paling penting
juga adalah membentuk karakter Pancasila setiap murid. Oleh karena SDM bagi
bangsa sangat vital, peran guru strategis.
Dukungan anggaran pendidikan sebesar 20
persen dari total Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) setiap tahun
anggaran. Tahun anggaran 2019, pemerintah mengalokasikan Rp 492,555 triliun dari
APBN untuk pendidikan, mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya sebesar Rp
444,131 triliun. Jumlah itu tertera dalam lampiran XIX Perpres Nomor 129 Tahun
2018 tentang Rincian APBN Tahun Anggaran 2019 yang telah diteken presiden pada 29
November 2018.
Kita tahu bahwa pencapaian Indonesia hingga
saat ini tak lepas dari guru. Guru memainkan peran penting mendidik generasi
muda menjadi manusia dewasa agar kelak terlibat aktif dalam pembangunan. Guru
ibarat lentera kehidupan umat manusia. Guru hadir menyibak tabir gelap para
murid. Tak berlebihan, suatu waktu John Dewey (1938), filsuf dan pemikir dalam
bidang pendidikan, mengatakan, buku merupakan sumber ilmu pengetahuan, tetapi
melalui gurulah ilmu pengetahuan dapat ditransmisikan kepada peserta didik.
Sumber: Pos Kupang, 9 Agustus 2019
0 komentar:
Silahkan berkomentar
Tuliskan apa pendapatmu...!