SIAPA ulama Islam yang tak sekadar jadi panutan umat Islam tapi
umat beragama lain di Indonesia? Kalau pertanyaan itu diajukan kolega Muslim
kepada saya, jawaban jelas: ada banyak. Salah seorang di antaranya, KH Maimoen
Zubair atau akrab dengan sapaan Mbah Moen (90). Mbah Moen adalah pengasuh
Pondok Pesantren Al-Anwar Rembang, Jawa Tengah.
Selain itu, tentu
juga KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), KH Ahmad Mustofa Bisri (Gus Mus), KH
Solahuddin Wahid (Gus Sola), KH Ahmad Syafii Maarif alias Buya Syafii Maarif, dan lain-lain. Itu sekadar beberapa nama yang saya
sebut di sini. Tentu masih ada yang lain.
Saya mengenal
ketokohan mereka karena selain pintar ilmu agama, rendah hati, memasyarakat,
ceramah menyejukkan, pergaulan luas lintas tokoh dan umat beragama lain, dan
seterusnya, lebih dari itu mereka adalah tokoh di balik upaya memajukan dunia
pendidikan yang mempersiapkan calon pemimpin masa depan bangsa melalui lembaga
pendidikan. Entah Taman Kanak-Kanak, Pesantren, Madrasah Tsanawiyah, Madrasah
Ibtidayah, maupun lembaga-lembaga pendidikan tinggi seperti Institut Agama
Islam, Perguruan Tinggi, dan lain-lain.
Tiga nama lain: Gus
Dur, Gus Mus maupun Buya Syafii Maarif adalah ulama yang juga penuli hebat yang namanya sudah akrab
dengan saya. Gus Dur saya pernah bersua langsung dalam sebuah acara. Menulis
opini atau mengulas bola sangat bernas. Itu kelebihan Gus Dur. Bola, misalnya.
Beberapa tahun lalu
catatan bola Gus Dur bersama Sindhunata, seorang imam Katolik dari Serikat
Jesuit yang lama bermukim di Jerman mengisi halaman utama Kompas dan segera menyapa
pembaca, terutama penggila bola, pagi hari. Buah pikiran Gus Dur terkait
masalah sosial politik diterbitkan jadi buku yang diberi Kata Pengantar Jakob
Oetama, juga saya koleksi dan kerap jadi rujukan bila iseng-inseng menulis di
koran-koran lokal. Dunia tulis-menulis ini juga dilakukan sang adik, Gus Solah.
Selain itu, ulama
lainnya: Gus Mus. Buku karyanya, Koridor, saya buru di pasar loak karena dompet
tak kuasa. Saya bukan sweeping, tapi kejar sampe dapat. Kenapa? Selain kagum
pada penulis, cuma mau nambah informasi apa yang diulas Gus Mus, staf pengajar Pesantren
Taman Pelajar Rembang. Ia penerima gelar Doctor Honoris Causa dari Institut
Agama Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta tahun 2009.
Sosok Gus Mus juga
lebih dari itu. Ia bukan sekadar ulama, budayawan atau cendekiawan Muslmi. Kiai
yang lahir di Rembang, 10 Agustus 1944 ini adalah orang yang rajin menulis
puisi, cerpen, novel bahkan jago melukis. Ulama yang pernah mengenyam
pendidikan Al-Qism al'Aalie Iid Diraasaati al-Islamiyah wal Arabiyah, Al-Azhar
University, Kairo, Mesir tahun 1964-1970 ini juga penulis hebat. Buku kumpulan
cerpennya, Lukisan Kaligrafi. Berikut Membuka Pintu Langit, Mencari Bening Mata
Air, Koridor adalah sebagian dari hasil karya Gus Mis.
KH Maimoen Zubair
alias Mbah Moen? Secara pribadi saya tak pernah bersua langsung. Wajah teduh
beliau hanya saya lihat melalui layar televisi tatkala Presiden Joko Widodo
sowan ke kediaman pribadi Mbah Moen di Rembang pada 1 Februari 2019 lalu.
Jokowi tentu tak
sungkan-sungkan meminta nasehat, usul saran beliau untuk ikut membangun bangsa
dan negara lebih sejahtera, aman, dan damai di mana setiap pribadi warga bangsa
merasa seperti berada di rumah sendiri. Hal yang juga menjadi kerinduan
kolektif seluruh rakyat yang bermukim mulai dari Sabang hingga Merauke; dan
dari Miangas hingga Pulau Rote.
Mbah Moen adalah
ulama besar asal Rembang, Jawa Tengah. Tokoh terkenal Indonesia ini lahir pada
28 Oktober 1928. Meski tahun lahir berbeda, kami lahir pada bulan Oktober,
terpaut seminggu. Beliau juga tak sekadar ulama namun juga politikus. Ia Ketua Majlis
Syariah Partai Persatuan Pembangunan.
Ulama-ulama di
atas: baik Mbah Moen, Gus Dur, Gus Mus, Gus Solah atau Buya Syafii Maarif adalah ulama umat
beragama di Indonesia. Mereka adalah segelintir dari pemimpin yang sangat
memahami Islam sebagai rahmat bagi semesta dan penebar kebaikan bagi seluruh
anal bangsa.
Mereka memahami
Islam yang -meminjam buku Allah Pun "Tertawa" Melihat Kita karya M
Husnaini- bahwa Islam mengajarkan semua orang agar selalu memelihara badan,
pikiran, hati dan jiwa. Islam yang mengajarkan saling tolong-menolong,
menghormati, menghargai, dan mencegah segala macam bentuk kerusakan: merampas
hak orang lain, menyakiti apalagi membunuh.
Hari ini, kabar tak
sedap datang dari tanah suci Mekkah Al-Mukarramah. "Innalillahi
wainnailaihi rajiun. Mbah Maimun Zubair wafat," kata Wakil Ketua Umum PPP
Arwani Thomafi mengutip detikcom, Selasa, 6 Agustus 2019.
Mbah Moen yang
tengah menunaikan Ibadah Haji di Mekkah, melanjutkan perjalanan menuju rumah
Allah. Mbah Moen berpulang di tengah kerinduan keluarga besar di Rembang bersua
kembali dari tanah suci. Mbah Moen memenuhi panggilan Tuhan, Sang Sabda setelah
ajal menjemputnya. Indonesia kehilangan seorang ulama bersahaja dan rendah
hati. Selamat jalan, Mbah Moen. Doa kami untukmu. Ini sekaligus doaku sebagai seorang penganut Katolik.
Ansel Deri
Jakarta, 6 Agustus
2019
Ket foto: Mbah Moen
Sumber foto: tribunnews.com
0 komentar:
Silahkan berkomentar
Tuliskan apa pendapatmu...!