Headlines News :
Home » » Jurnalis Maxi Wolor: Memoar Setelah Lewokuma

Jurnalis Maxi Wolor: Memoar Setelah Lewokuma

Written By ansel-boto.blogspot.com on Tuesday, August 27, 2019 | 9:57 PM

LEWOKUMA. Tahun 1987-1990 setiap akhir pekan, saya jalan kaki sejauh 24 kilo meter rute Kluang (Boto), kampungku menuju Lewoleba, kota Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur. Kurun waktu itu, 87-90, saya sempat masuk sekolah di SPG Kemasyarakatan Lewoleba tapi menamatkan sekolah di SMA Kawula Karya Lewoleba.

Ini rute langganan kalau saya dan rekan-rekan penghuni kos mengambil jalur lain: Lewoleba-Uruor-Liwulagang-Boto, meski rute ini menantang dengan mendaki atau menurun bukit di tengah kepungan padang atau hutan. Salah seorang rekan penghuni kos Emanuel Kia Belan Tokan (Kian Okan). Eman Tokan baru saja dilantik jadi Kapolsek Adonara, Kabulaten Flores Timur.

Menempuh rute Boto-Lewoleba kami akan menyinggahi beberapa kampung atau desa. Selepas Boto, masuk kampung Lamalewar (kini Desa Ile Boli), Bata (Desa Ile Boli. Belakangan Bolibean setelah mekar) di Kecamatan Nagawutun, kampung Belang (Desa Watokobu), Kecamatan Lebatukan (kini Kecamatan Nubatukan).

Dari Bata bisa mendaki bukit melewati Puo (Desa Ile Boli, kalau tak salah) sebelum turun Belang. Dari Bata sebelum Belang, di bagian kiri kami akan melihat samar-samar satu dua rumah tua di "kampung" bernama Lewokuma, kampung yang belakangan masuk wilayah Nubatukan.

Lewokuma berada di antara himpitan padang dan hutan. Salah satu dusun di Desa Bour, Kecamatan Nubatukan. Kampung Lewokuma masuk dusun 1 Desa Bour. Dihuni lima kepala keluarga dengan lima rumah plus satu rumah adat marga Wolor, marga Maxi, penulis memoar ini.

Kala itu kampung tua ini tak ada dalam bayangan saya. Terlalu ndeso, bisa juga. Bersejarah, ya? Lewokuma atau dalam sebutan kampung kami: Lef Kumas. Lef Kumas, Kapes Or, Adum, Klebo, Bau Tafa Meran, dan beberapa lokasi asal usul dan tempat nenek moyang kami bertani dan berburuh binatang hutan.

Cerita tutur beberapa tua adat di kampung menyebut, leluhur dan nenek moyang kami berasal dari Lewokuma, Lef Kumas (kisah ini mungkin debatable). Kabarnya, sebagian nenek moyang dari keturunan kami orang Kluang, berasal dari Lewokuma atau Lef Kumas. Leluhur kami ke Boto untuk membantu orang Boto dalam perang melawan orang Painara, seteru orang Boto dalam perang. Entahlah.

Peperangan yang berakhir kemenangan itu akhirnya dihargai orang kampung Boto. Leluhur kami dari Lef Kumas kabarnya dimotori tiga anak muda gagah yang bertindak sebagai panglima perang membantu orang Boto.

Mereka adalah Useng, Bako Lakar, dan Narek. Sebagai hadiah orang Boto kepada ketiga leluhur kami, maka mereka boleh menempati areal Boto bagian tengah menghadap matahari terbit.

Lewokuma atau Lef Kumas kala itu tak ada dalam bayangan. Seperti apa wajah "kampung" kecil itu. Selama menuntut ilmu di Lewoleba pun tak pernah terbayang berapa banyak penghuni, bagaimana bahasa seharian yang digunakan orang Lewokuma. Sebagai anak kampung, saya hanya ingat Belang, Bata, Puo, dan Lamalewar. Kampung-kampung ini menjadi area peesinggahan sementara melepas lelah.

Maxi Wolor adalah salah orang udik dari kampung Lewokuma. Tak pernah bersua langsung selama bahkan sampai merampungkan sekolah di Kupang. Namanya hanya saya baca di Harian Pos Kupang dan Harian Surya di Surabaya. Apakah Maxi Wolor seorang wartawan dari kampung ini, saat itu juga gelap di mata saya yang mulai "gara-gara" jadi penulis lepas Dian, surat kabar mingguan milik SVD Flores berbasis di Ende.

Saat itu, beberapa nama wartawan & kontributor asal Lembata, terutama wartawan-wartawan dari pulau ini sudah familiar. Ada Alex Beding SVD, Bosko Beding SVD, John Lake, B Micahel Beding, Melkhior Koli Baran, Vianey Burin, Karel Burin, Bosko Blikololong, Benidau, Hilarius Laba Blikololong, Musa Lebao, Philipus Peten, dan lain-lain. Begitu juga beberapa nama wartawan asal Lembata yang ada di luar seperti Marcel Beding, Alo Liliweri, termasuk Maxi Wolor.

Maxi baru saya kenal setelah berkomunikasi via medsos. Ia ternyata lama menghabiskan waktu sebagai wartawan di Sulawesi Selatan. Ia setahu saya seorang wartawan senior hebat, setelah belakangan tahu sepak terjangnya sebagai pekerja media.

Ia wartawan sarat pengalaman setelah malang melintang menjelajahi sejumlah kota besar di Indonesia. Ia banyak pula terjun dalam tugas jurnalistik di sejumlah daerah konflik. Lama mengabdi di jalur media, ia pun tak lupa Lewokuma, kampung leluhurnya.

Beberapa waktu lalu, ia menulis buku, Leluhur & Tanah Ulayat Suku Lamawolor di Lewokuma-Lembata. Buku berisi sejarah tanah ulayat dan suku itu ia kirim dari Makassar, kota di mana ia resmi bebas sebagai kuli tinta sebelum pulang kampung. Ia masuk bursa caleg 2014 dan meraih suara urutan kedua. Kini, Maxi menjadi anghota DPRD PAW menggantikan Bediona Philipus.

Melalui penerbit miliknya, De La Macca, Maxi mengulas sejarah tanah leluhurnya dan orang-orang terkasih di Lewokuma, kampung yang sebagian sudah bergeser dan menetap di Bour, di bibir pantai antara Lewoleba ke Loang, kota Kecamagan Nagawutun.

Pagi ini, saya mendapat kabar Maxi meluncurkan buku memoar perjalanan jurnalistik, Nyawa Terancam di Jalan Lurus. Buku ini merupakan memoar perjalanan Maxi sebagai wartawan. Bagi saya, buku karya senior ini adalah capaian membanggakan seorang jurnalis. Dua buku itu tentu juga bisa menambah referensi bagi anak-anak terutama dari kampung halaman.

Cerita gerakan literasi Lembata tentu juga tak lepas dari bagaimana setiap orang yang berkehendak baik menghasilkan karya-karya terbaikya dalam bentuk buku. Hemat saya, senior Maxi Wolor sudah memulainya.

Pagi ini, buku memoar Maxi dibedah Stef Tupeng Witin, pastor yang juga wartawan kelahiran Ataili, Wulandoni. Selamat tuk ama Maxi, wartawan kampung dari Lef Kumas, Lewokuma. Foto terakhir, Maxi bersama Sr Nicodema, Kepala SD Don Bosco Lewoleba di sela-sela bedah buku di Hotel Palm Lewoleba.

Jakarta, 27 Agustus 2019

Ansel Deri
orang udik asal kampung Kluang (Boto), Lembata
Kef toto: dok. Fb Maxi Wolor & Fransiska Sabu Wolor
SEBARKAN ARTIKEL INI :

0 komentar:

Silahkan berkomentar

Tuliskan apa pendapatmu...!

 
Didukung : Creating Website | MFILES
Copyright © 2015. Ansel Deri - All Rights Reserved
Thanks to KORAN MIGRAN
Proudly powered by Blogger