NAMA Benny Wenda mencuat
dalam beberapa waktu terakhir. Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menyebut dia
sebagai pihak asing yang terlibat dalam kerusuhan yang melanda Papua dan Papua
Barat. "Ya jelas toh. Jelas Benny Wenda
itu," kata Moeldoko di Gedung Bina Graha, Jakarta, Senin, 2 September
2019.
Benny adalah Ketua Gerakan Pembebasan Bersatu
untuk Papua Barat atau United Liberation Movement for West Papua (ULMWP). Ketua Dewan Musyawarah Masyarakat Koteka itu
menyeberang untuk meminta suaka politik dari Inggris pada 2003. Dia mengaku
akan pulang dan memimpin Papua jika agenda referendum berhasil.
Sebelumnya, Benny Wenda mengeluarkan surat
edaran yang berisi instruksi agar rakyat Papua tak mengikuti upacara
kemerdekaan 17 Agustus. "Saya memang mengeluarkan surat edaran
beberapa pekan sebelum selebrasi kemerdekaan Indonesia. Isinya menyerukan
kepada rakyat Papua supaya tidak ikut upacara Tapi aksi di Surabaya yang
merembet ke Papua itu spontanitas saja. Rakyat Papua yang bergerak," ujar
Benny Wenda seperti dikutip Majalah Tempo edisi 2-8 September 2019.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum,
dan Keamanan Wiranto pun mengajak masyarakat bersatu melawan Benny Wenda.
"Saya kira benar Benny Wenda adalah bagian dari konspirasi untuk masalah
ini." Lalu siapa bagaimana sosok dan kiprah Benny Wenda?
Lima Tahun di Hutan
Benny kecil lahir di Papua pada 1974, atau
lima tahun setelah terjadinya Penentuan Pendapat Rakyat 1969. Dalam Pepera itu mayoritas penduduk Papua
menyatakan bergabung dengan Indonesia. Human Rights Foundation, sebuah
organisasi non-profit yang peduli pada isu hak asasi, mencatat saat itu Benny
harus menghabiskan waktu hingga lima tahun bersembunyi di hutan bersama
keluarganya setelah militer Indonesia mengambilalih Papua.
Pada 1983, orang tuanya memutuskan keluar
dari hutan agar anak-anaknya bisa mendapatkan pendidikan. Jenjang pendidikan
pun dilalui Benny Wenda hingga perguruan tinggi. Setelah itu, Ia menjadi Sekretaris Jenderal
Majelis Suku Koteka. Saat itu pula, Benny Wenda kerap mengadvokasi penindasan
terhadap warga Papua.
Hingga pada 2002, di umurnya yang menginjak
28 tahun, Benny Wenda ditangkap atas tuduhan membakar kantor polisi. Ia lanats
ditahan. Namun, Benny kabur di tengah persidangan. Dia lantas memperoleh suaka di Inggris. Nah,
di Inggris aktivitas Benny Wenda berlanjut.
Pembicara Konferensi “West Papua: The Road to
Freedom”
Pada Agustus 2011 Benny Wenda menjadi salah
satu pembicara dalam konferensi bertajuk “West Papua: the Road to Freedom.”Konferensi itu diadakan oleh kelompok Free
West Papua Campaign (FWPC) yang didirikan Benny di East School of the
Examination Schools, Universitas Oxford. Inggris.
Benny hadir bersama tokoh lain seperti John
Saltforf, peneliti dari Inggris dan penulis buku “The United Nations and The
Indonesian Takeover of West Papua, 1962-1969.” Hadir juga Ralph Regenvaru,
Menteri Kehakiman Vanuatu, yang kini menjabat Menteri Luar Negeri. Ralph terang-terangan mendukung Papua
menentukan nasib mereka sendiri. Ralph juga menyebut negaranya berkomitmen
menjadi tuan rumah pertemuan untuk merayakan pendirian ULMWP.
Bahkan, dia menyatakan Vanuatu siap
memberikan lahan untuk kantor dari gerakan tersebut. Saat itu, Menteri Luar Negeri RI Marty
Natalegawa mengatakan gerakan yang mencoba mengangkat isu Papua Barat tersebut
tak pernah mendapat dukungan dari pemerintah dan masyarakat Inggris.
“Orangnya itu-itu juga, saya kan dulu pernah
di Inggris sebagai duta besar. Jadi saya tahu siapa orang-orangnya,” ujar Marty
di Istana Kepresidenan, Jakarta, pada Selasa, 2 Agustus 2011.
Kepala Perwakilan OPM di Inggris
Mei 2013, Organisasi Papua Merdeka atau OPM
resmi membuka kantor perwakilan di Kota Oxford, Inggris. Menurut juru bicara
Dewan Militer Tentara Pertahanan Nasional OPM Jonah Weyah, tujuan pembukaan
kantor perwakilan kampanye luar negeri ini iuntuk menggalang dukungan
internasional. “Benar, ini merupakan bentuk kampanye Papua
di dunia internasional atas apa yang terjadi di Papua, tujuan kantor perwakilan
itu juga sebagai wahana membuka jaringan di luar negeri,” kata Jonah Weyah.
Jonah menegaskan tidak ada yang salah dari
pendirian kantor perwakilan itu. Puluhan tahun kampanye OPM didengungkan dan
kini saatnya menjalin hubungan lebih erat dengan bangsa-bangsa di dunia.“Kepala perwakilan adalah Benny Wenda, kami
membuka relasi dengan siapa saja untuk kampanye pelanggaran HAM di Papua,
termasuk mendorong status Papua sebagai bangsa bebas."
Petisi Referendum Benny Wenda
September 2017, Benny Wenda dikabarkan telah
menyampaikanj petisi permintaan referendum untuk Papua kepada Komite
Dekolonialisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa atau PBB. Ketua Komite Rafael Ramirez langsung
membantahnya. “Saya maupun Sekretariat Komite, tidak pernah meneirma, secara
formal maupun informal, petisi atau siapapun mengenai Papua,” kata Rafael di
Markas PBB, New York, Amerika Serikat.
Saat itu, Duta Besar RI untuk PBB Triansyah
Djani, menyampaikan keterangan senada. Pada 2016 Benny Wenda juga pernah
menyebut telah menyerahkan dokumen mengenai Papua kepada Sekjen PBB. “Namun setelah dikonfirmasi ke kantor Sekjen
PBB ternyata bohong,” kata Triansyah.
Menjadi Delegasi Vanuatu
Januari 2019, hubungan Indonesia dengan
Vanuatu sempat memanas. Penyebabnya, negara kecil di Samudera Pasifik itu
menyusupkan Benny Wenda dalam delegasi kunjungan kehormatan ke Kantor Komite
Tinggi Hak Asasi Manusia (HAM) PBB. Kunjungan itu dilakukan dalam rangka membahas
rekam jejak HAM atau Universal Periodic Review (UPR) Vanuatu di Dewan HAM PBB.
Kementerian Luar Negeri menjelaskan Benny
Wenda yang juga anggota kelompok separatis Kemerdekaan Papua Barat sebenarnya
tidak masuk dalam daftar resmi delegasi Vanuatu untuk UPR. Maka tindakan penyusupan Benny Wenda oleh
Vanuatu dinilai sangat tidak terpuji dan tidak seusai dengan prinsip
fundamental Piagam PBB.
Menerima Penghargaan dari Inggris
Pada 17 Juli 2019, di usianya yang menginjak
45 tahun, Benny Wenda menerima penghargaan “Freedom of Oxford” oleh Dewan Kota
Oxford, Inggris. Dengan penerimaan penghargaan ini, Benny
bergabung bersama tokoh-tokoh, seperti Colin Dexter, Nelson Mandela, Sir Roger
Bannister dan Lord Nuffield yang sama-sama pernah meraihnya.
Penghargaan diserahkan langsung oleh The Lord
Mayor of Oxford, Councillor Craig Simmons. Dikutip dari laman resmi Dewan Kota
Oxford, Simmons merasa terhormat bisa memberikan penghargaan tersebut kepada
Benny Wenda. “Ini adalah penghargaan yang layak untuk
seseorang yang mencari suaka dan tempat perlindungan di Oxford,” kata Simmons
kala itu.
Benny Wenda mengatakan perjuangannya demi
pembebasan Papua tidak hanya menjadi masalah orang Papua, tapi juga menyentuh
hati ribuan orang di seluruh dunia. “Perjalanan saya telah membawa saya dari
rimba di Papua Barat dan ke dalam penjara di Indonesia." Pemerintah berang dan mengecam pemberian
penghargaan Oxford terhadap Benny Wenda.
“Pemberian award ini menunjukkan
ketidakpahaman Dewan Kota Oxford terhadap sepak terjang yang bersangkutan dan
kondisi Provinsi Papua dan Papua Barat yang sebenarnya," bunyi pernyataan
resmi Pemerintah dikutip dari situs Sekretariat Kabinet pada Kamis, 17 Juli
2019. "Termasuk pembangunan dan kemajuannya.
Sumber: Tempo.co, 3 September
2019
Ket foto: Benny Wenda
umber foto: tribunnews.com
0 komentar:
Silahkan berkomentar
Tuliskan apa pendapatmu...!