Oleh Ivanovich
Agusta
Sosiolog Pedesaan Kementerian Desa, PDT, dan Transmigrasi
PEMBANGUNAN daerah
tertinggal tetap menjadi prioritas pemerintah saat ini. Baik itu dalam rangka
mendampingi 62 kabupaten yang terentaskan sepanjang 2015-2019 maupun
membebaskan 62 kabupaten lain yang masih tertinggal pada 2020-2024. Program
pembangunan desa di daerah tertinggal kian mengemuka karena mencakup 56 persen
(5.468 desa) dari target lokasi prioritas sebanyak 15.000 desa dalam RPJMN
2020-2024.
Angka
ini sekaligus menggambarkan tantangan sangat berat yang dihadapi, yang belum
pernah dialami sejak UU Desa No 6/2014 disahkan. Nilai indeks pembangunan
desa-desa di daerah tertinggal terlampau rendah. Nilai terendah 12, yang
terbanyak di sekitar 35, dari selang penilaian 0-100. Untuk mengentaskan desa
tertinggal, minimal nilainya harus 50. Artinya perlu kekuatan ekstra guna
melipatgandakan pembangunan desa-desa di daerah tertinggal.
Sebanyak
30 dari 62 kabupaten tertinggal berada di Papua, dengan nilai indeks
ketertinggalan paling tinggi. Itu mencakup Yalimo, Yahukimo, Waropen, Tolikara,
Teluk Wondama, Teluk Bintuni, Tambrauw, Supiori, Sorong, Sorong Selatan,
Puncak, Puncak Jaya, Pegunungan Bintang, Pegunungan Arfak, Paniai, Nduga,
Nabire, Maybrat, Mappi, Manokwari Selatan, Mamberamo Tengah, Mamberamo Raya,
Lanny Jaya, Keerom, Jayawijaya, Intan Jaya, Dogiyai, Asmat, Deiyai, Boven
Digul.
Kabupaten
tertinggal lain menyebar dari Sumatera, Nusa Tenggara, Sulawesi, hingga Maluku:
Kepulauan Mentawai, Musi Rawas Utara, Nias Barat, Nias Utara, Nias Selatan,
Nias, Pesisir Barat, Lombok Utara, Belu, Alor, Lembata, Kupang, Malaka,
Manggarai Timur, Sumba Barat, Sumba Barat Daya, Sabu Raijua, Rote Ndao, Timor
Tengah Selatan, Sumba Timur, Sumba Tengah, Donggala, Tojo Una-Una, Sigi,
Kepulauan Sula, Seram Bagian Timur, Seram Bagian Barat, Maluku Barat Daya,
Pulau Taliabu, Maluku Tenggara Barat, Kepulauan Aru, dan Buru Selatan.
Geografi
9.789 desa itu juga menantang. Sebanyak 58 persen (5.756 desa) terletak di tepi
dan di dalam hutan, dan 42 persen (4.204 desa) berada di pegunungan. Artinya,
strategi pelestarian lingkungan hutan menjadi utama. Ada 22 persen (2.171 desa)
bersisian dengan laut. Ini menandai prioritas peningkatan kapasitas keluarga
nelayan meraih sumber penghidupan.
Menariknya,
pertumbuhan desa-desa di daerah tertinggal sepanjang 2015-2019 adalah yang
tercepat di Indonesia. Mereka terletak di pinggiran Nusantara: Tambrauw,
Sorong, Keerom, Maybrat, dan Rote Ndao. Artinya, Rp 67 triliun dana desa di
daerah tertinggal sepanjang 2015-2019 berhasil membangun fasilitas publik, dari
semula tak ada sama sekali. Fasilitas penunjang ekonomi mencakup 28.498
kilometer (km) jalan, 196 km jembatan, 1.892 tambatan perahu, 781 pasar desa.
Fasilitas layanan sosial terbangun meliputi 4.073 posyandu, 1.867 polindes,
64.096 sarana MCK, 35.796 sarana air bersih, 7.168 sumur, dan 5.250 PAUD.
Strategi
pengentasan baru
Bersamaan
dengan penyusunan RPJMN 2020-2024, disusun pula Strategi Nasional Pembangunan
Daerah Tertinggal (Stranas PDT). Dua hal perlu ditambahkan guna menguatkan
kualitas kebijakan.
Pertama,
pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten harus membangun dengan konsisten dan
taat, sesuai hasil kajian teknokratis. Untuk mengontrol keajekan pembangunan
daerah tertinggal, perlu ditentukan pelaporan ke presiden atau wapres setiap
awal tahun.
Perlu
pula disusun sanksi administratif dari Kemenkeu berupa penundaan atau
pengurangan anggaran kementerian/lembaga maupun DAU bagi daerah tertinggal yang
tak konsisten membangun wilayah pinggiran ini.
Kedua,
peraturan presiden tentang Stranas PDT harus melampirkan arahan teknokratis
prioritas pembangunan desa dan daerah tertinggal. Analisis terbaru menunjukkan,
tanpa dukungan dari atas, desa-desa di daerah tertinggal mudah merosot nilainya
sampai 20 dari skala 0-100. Artinya, desa mandiri dengan nilai 75 segera
merosot menjadi desa berkembang dengan nilai 55 dalam tiga tahun, lalu merosot
lagi menjadi desa tertinggal dengan nilai 35 pada tiga tahun berikutnya.
Sepuluh
prioritas pembangunan daerah tertinggal berturut-turut: jalan dari desa ke
kecamatan, perbaikan rumah kumuh, mitigasi bencana, penguatan gotong royong,
mitigasi pencemaran, sarana air bersih, SD, pengembangan lembaga ekonomi lokal,
SMP, SMU. Prioritas pembangunan masing-masing desa berikut penganggarannya
harus difokuskan pada rekomendasi dari http://idm.kemendesa.go.id.
Sumber: Kompas, 6 November
2019
0 komentar:
Silahkan berkomentar
Tuliskan apa pendapatmu...!