Headlines News :
Home » » Pembangunan Desa Tertinggal

Pembangunan Desa Tertinggal

Written By ansel-boto.blogspot.com on Thursday, November 07, 2019 | 12:07 AM

Oleh Ivanovich Agusta
Sosiolog Pedesaan Kementerian Desa, PDT, dan Transmigrasi

PEMBANGUNAN daerah tertinggal tetap menjadi prioritas pemerintah saat ini. Baik itu dalam rangka mendampingi 62 kabupaten yang terentaskan sepanjang 2015-2019 maupun membebaskan 62 kabupaten lain yang masih tertinggal pada 2020-2024. Program pembangunan desa di daerah tertinggal kian mengemuka karena mencakup 56 persen (5.468 desa) dari target lokasi prioritas sebanyak 15.000 desa dalam RPJMN 2020-2024.

Angka ini sekaligus menggambarkan tantangan sangat berat yang dihadapi, yang belum pernah dialami sejak UU Desa No 6/2014 disahkan. Nilai indeks pembangunan desa-desa di daerah tertinggal terlampau rendah. Nilai terendah 12, yang terbanyak di sekitar 35, dari selang penilaian 0-100. Untuk mengentaskan desa tertinggal, minimal nilainya harus 50. Artinya perlu kekuatan ekstra guna melipatgandakan pembangunan desa-desa di daerah tertinggal.

Sebanyak 30 dari 62 kabupaten tertinggal berada di Papua, dengan nilai indeks ketertinggalan paling tinggi. Itu mencakup Yalimo, Yahukimo, Waropen, Tolikara, Teluk Wondama, Teluk Bintuni, Tambrauw, Supiori, Sorong, Sorong Selatan, Puncak, Puncak Jaya, Pegunungan Bintang, Pegunungan Arfak, Paniai, Nduga, Nabire, Maybrat, Mappi, Manokwari Selatan, Mamberamo Tengah, Mamberamo Raya, Lanny Jaya, Keerom, Jayawijaya, Intan Jaya, Dogiyai, Asmat, Deiyai, Boven Digul.

Kabupaten tertinggal lain menyebar dari Sumatera, Nusa Tenggara, Sulawesi, hingga Maluku: Kepulauan Mentawai, Musi Rawas Utara, Nias Barat, Nias Utara, Nias Selatan, Nias, Pesisir Barat, Lombok Utara, Belu, Alor, Lembata, Kupang, Malaka, Manggarai Timur, Sumba Barat, Sumba Barat Daya, Sabu Raijua, Rote Ndao, Timor Tengah Selatan, Sumba Timur, Sumba Tengah, Donggala, Tojo Una-Una, Sigi, Kepulauan Sula, Seram Bagian Timur, Seram Bagian Barat, Maluku Barat Daya, Pulau Taliabu, Maluku Tenggara Barat, Kepulauan Aru, dan Buru Selatan.

Geografi 9.789 desa itu juga menantang. Sebanyak 58 persen (5.756 desa) terletak di tepi dan di dalam hutan, dan 42 persen (4.204 desa) berada di pegunungan. Artinya, strategi pelestarian lingkungan hutan menjadi utama. Ada 22 persen (2.171 desa) bersisian dengan laut. Ini menandai prioritas peningkatan kapasitas keluarga nelayan meraih sumber penghidupan.

Menariknya, pertumbuhan desa-desa di daerah tertinggal sepanjang 2015-2019 adalah yang tercepat di Indonesia. Mereka terletak di pinggiran Nusantara: Tambrauw, Sorong, Keerom, Maybrat, dan Rote Ndao. Artinya, Rp 67 triliun dana desa di daerah tertinggal sepanjang 2015-2019 berhasil membangun fasilitas publik, dari semula tak ada sama sekali. Fasilitas penunjang ekonomi mencakup 28.498 kilometer (km) jalan, 196 km jembatan, 1.892 tambatan perahu, 781 pasar desa. Fasilitas layanan sosial terbangun meliputi 4.073 posyandu, 1.867 polindes, 64.096 sarana MCK, 35.796 sarana air bersih, 7.168 sumur, dan 5.250 PAUD.

Strategi pengentasan baru

Bersamaan dengan penyusunan RPJMN 2020-2024, disusun pula Strategi Nasional Pembangunan Daerah Tertinggal (Stranas PDT). Dua hal perlu ditambahkan guna menguatkan kualitas kebijakan.

Pertama, pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten harus membangun dengan konsisten dan taat, sesuai hasil kajian teknokratis. Untuk mengontrol keajekan pembangunan daerah tertinggal, perlu ditentukan pelaporan ke presiden atau wapres setiap awal tahun.

Perlu pula disusun sanksi administratif dari Kemenkeu berupa penundaan atau pengurangan anggaran kementerian/lembaga maupun DAU bagi daerah tertinggal yang tak konsisten membangun wilayah pinggiran ini.

Kedua, peraturan presiden tentang Stranas PDT harus melampirkan arahan teknokratis prioritas pembangunan desa dan daerah tertinggal. Analisis terbaru menunjukkan, tanpa dukungan dari atas, desa-desa di daerah tertinggal mudah merosot nilainya sampai 20 dari skala 0-100. Artinya, desa mandiri dengan nilai 75 segera merosot menjadi desa berkembang dengan nilai 55 dalam tiga tahun, lalu merosot lagi menjadi desa tertinggal dengan nilai 35 pada tiga tahun berikutnya.

Sepuluh prioritas pembangunan daerah tertinggal berturut-turut: jalan dari desa ke kecamatan, perbaikan rumah kumuh, mitigasi bencana, penguatan gotong royong, mitigasi pencemaran, sarana air bersih, SD, pengembangan lembaga ekonomi lokal, SMP, SMU. Prioritas pembangunan masing-masing desa berikut penganggarannya harus difokuskan pada rekomendasi dari http://idm.kemendesa.go.id.
Sumber: Kompas, 6 November 2019
SEBARKAN ARTIKEL INI :

0 komentar:

Silahkan berkomentar

Tuliskan apa pendapatmu...!

 
Didukung : Creating Website | MFILES
Copyright © 2015. Ansel Deri - All Rights Reserved
Thanks to KORAN MIGRAN
Proudly powered by Blogger