Headlines News :
Home » » Segala yang Manis dari Glenn

Segala yang Manis dari Glenn

Written By ansel-boto.blogspot.com on Thursday, April 09, 2020 | 9:35 PM



Oleh Anas Syahrul Alimi 
Penulis dan Promotor Musik 

SEPERTI Penyair Chairil Anwar yang mengimpikan “hidup seribu tahun lagi” dalam larik “Aku”, Glenn Fredly juga ingin hidup berarti “lebih dari seribu malam” dalam lirik “Sekali Ini Saja”. Permintaan Glenn menebar kasih dan narasi cinta “lebih dari seribu malam” itu adalah permintaan seorang religius dari sosok yang mencintai kehidupan dari dua lajur sekaligus.

Pada musik, Glenn menghidupkan genetik luhur yang melekat di pita suara. Suaranya khas. Manis seperti julukan untuk tanah tumpah darahnya: Ambon Manise. Daya pukaunya mampu menyihir juri Asia Dauzy International Song Festival di Rusia, yang di fajar awal abad 21 yang kemudian tanpa ragu menobatkannya sebagai “The Best of the Best Singer.

Siapa yang tidak terpikat dengan sihir suara Glenn saat melantunkan “Kasih Putih” yang menjadi lagu andalan di album keduanya, Kembali? Bening. Hening.

Biarkanlah kurasakan
Hangatnya sentuhan kasihmu
Bawa daku penuhiku
Berilah diriku kasih putih

Sejak saat itu, talenta penyanyi solo terbaik Indonesia terlahir kembali di tahun yang sama si macan festival Harvey Benyamin Malaiholo menggelar konser akbarnya 25 tahun berkarya di belantika musik Indonesia.

Tahun 2000 menjadi semacam tahun penobatan saat Harvey Malaiholo secara de facto menyerahkan tongkat estafet kepada Glenn sebagai penyanyi solo paling menjanjikan yang dimiliki Republik ini.

Mestinya, tahun ini Glenn menggelar konser tunggal 25 tahun berkarya dalam bentang musik Indonesia. Namun, seperti lirik ciptaannya yang mendialogkan rentang hidup dengan sang pencipta, Tuhan ingin Glenn sampai di sini saja. Sampai di usia 44.

Tuhan bila masih ku diberi kesempatan
Izinkan aku untuk mencintanya

Glenn memang tidak merangkum seluruh pencapaiannya bermusik dalam seperempat abad. Tetapi, sejarah musik Indonesia tetap mencatatnya sebagai sosok yang memberi segala talentanya untuk kemajuan dunia yang dicintainya luar-dalam.

Ia bukan sosok yang memperalat musik untuk karir pribadi. Musik adalah ekosistem kebudayaan yang harus dirawat pelakunya sendiri. Ikhtiar merawat dunia musik Indonesia inilah yang mendorong Glenn dengan seluruh energinya mengumpulkan semua potensi untuk berkumpul dan curah gagasan. Hasilnya adalah peristiwa besar pada 2018 saat Kongres Musik Indonesia menjadi kenyataan.

Peristiwa di Ambon, di atas tanah tumpah darahnya itulah para musisi mengirim butir rekomendasi dari musisi kepada pemerintah. Dalam Kongres Kebudayaan yang dihelat di akhir 2018 di Jakarta, rekomendasi paling pertama berada di meja pemangku kebudayaan pusat justru berasal dari musisi yang berkumpul di Ambon itu.

Setahun kemudian, tepatnya 31 Oktober 2019, UNESCO menobatkan Ambon sebagai salah satu Kota Musik Dunia. Ada jejak dan garis tebal Glenn Fredly dalam silabus penobatan ini.

Bukan penghargaan seperti ini yang sesungguhnya diinginkan Glenn. Ada yang jauh lebih penting, lebih subtil, yang bisa dilakukan musisi. Kasih ke sesama. Musik menjadi suara bagi kemanusiaan. Maluku yang gelap dicekau bau amis darah oleh perang saudara di penutup abad, bukanlah Maluku yang diidealkan leluhurnya yang terus menyanyi dan bergembira.

Setelah generasi Franky Hubert Sahilatua (1953-2011), Glenn tampil membikin Maluku kembali berdiri dan menjahit kain persaudaraan yang robek dengan musik. Ia gunakan sebaik-baiknya anugerah nama tenar dari pita suaranya untuk kebaikan sesama.

Beragam konser dihelatnya untuk kemanusiaan. Sahabat-sahabatnya sesama musisi yang selama ini lebih banyak berkutat di episentrum hiburan Jakarta diajaknya berjalan ke kepulauan yang eksotis, tetapi menyimpan bara pertikaian yang tak berkesudahan.

“Indonesia jangan menangis,” seru Abdurrahman Wahid semasa hidupnya memadamkan bara di Maluku dan Papua. Glenn juga berseru, “Maluku, ayo menyanyi”.

Glenn tahu ada yang bikin sesak di dada saat berdendang untuk kemanusiaan di Maluku. Juga, Papua. “Katong samua basudara” mestinya tidak sekadar istilah, tetapi juga menjadi sikap budaya dan kebijakan politik. Sebagai pegiat kemanusiaan, Glenn telah curahkan segala kemampuannya. Di telapak tangan Glenn, rajah pela gandong —ritus damai orang Maluku— menyatu dalam sikap bermusiknya.

Lagu mistikal dan penuh auratik “Hena Masa Waya” dinyanyikan Glenn di panggung terbuka pada 2011 di jantung Republik dengan tanpa takut sama sekali yang justru untuk melawan stigma buruk sejarah orang Maluku dalam kerangka negara kesatuan.

Ia melawan stigma dari lagu yang identik dengan RMS itu. Sebab, ketakutan membawa kita pada desas-desus dan berkubang pada prasangka. Hidup macam apa yang selalu dihantui oleh prasangka, alih-alih cinta kasih.

“Beta Maluku,” teriak Glenn Fredly. Teriakan yang sama ia sampaikan di gulungan seluloid saat ia memproduseri film biopik  Cahaya Dari Timur: Beta Maluku pada 2014. Tak pernah kehilangan akal dan asa untuk membangkitkan kebanggaan orang Maluku atas prestasi genetis yang mereka punya; tentang nyanyian, tentang sepakbola.

Ia inisiasi panggung untuk mencintai bumi pada 2007 lewat konser bertajuk “Soul for Indonesian Earth”. Glenn membawa Indonesia bergabung dengan panggung musik dunia dalam satu suara mencintai bumi pertiwi, melakukan penghormatan pada suara kemanusiaan.

Lima tahun setelah itu, sebuah kampanye kemanusiaan yang diformat dalam bentuk konser musik bersama bertajuk Vote dihelat di Yogyakarta. Ini sikap politik kebudayaan dan kemanusiaan Glenn untuk tidak melulu melihat Indonesia bagian timur sebagai liyan, sebagai peradaban yang jauh dari budi, tetapi satu bentang persaudaraan dalam kemanusiaan.    

Indonesia Timur tetaplah kebun kemanusiaan yang sama dalam kepulauan yang diikat oleh satu nama kolektif: Indonesia.

Kita baru saja kehilangan tenaga muda yang tidak pernah lelah melihat Indonesia untuk terus bernyanyi dan sekaligus memberikan penghormatan atas keragaman budaya dan persaudaraan.

Bila waktuku telah habis …
Biarkan cinta ini
Hidup untuk sekali ini saja

Sebagaimana Chairil Anwar, Glenn seperti menyeru-nyeru dengan sihir suaranya yang bening dan hening: sekali berarti, sudah itu cinta. Cinta kepada musik, cinta kepada manusia-manusia yang berjuang hidup di dalamnya. 
Sumber: Media Indonesia, 9 April 2020
SEBARKAN ARTIKEL INI :

0 komentar:

Silahkan berkomentar

Tuliskan apa pendapatmu...!

 
Didukung : Creating Website | MFILES
Copyright © 2015. Ansel Deri - All Rights Reserved
Thanks to KORAN MIGRAN
Proudly powered by Blogger