Oleh
Anas Syahrul Alimi
Penulis
dan Promotor Musik
SEPERTI Penyair
Chairil Anwar yang mengimpikan “hidup seribu tahun lagi” dalam larik “Aku”,
Glenn Fredly juga ingin hidup berarti “lebih dari seribu malam” dalam lirik
“Sekali Ini Saja”. Permintaan Glenn menebar kasih dan narasi cinta “lebih dari
seribu malam” itu adalah permintaan seorang religius dari sosok yang mencintai
kehidupan dari dua lajur sekaligus.
Pada musik, Glenn
menghidupkan genetik luhur yang melekat di pita suara. Suaranya khas. Manis
seperti julukan untuk tanah tumpah darahnya: Ambon Manise. Daya pukaunya mampu
menyihir juri Asia Dauzy International Song Festival di Rusia, yang di fajar
awal abad 21 yang kemudian tanpa ragu menobatkannya sebagai “The Best of the
Best Singer.
Siapa yang tidak
terpikat dengan sihir suara Glenn saat melantunkan “Kasih Putih” yang menjadi
lagu andalan di album keduanya, Kembali? Bening. Hening.
Biarkanlah
kurasakan
Hangatnya sentuhan
kasihmu
Bawa daku penuhiku
Berilah diriku
kasih putih
Sejak saat itu, talenta penyanyi solo terbaik Indonesia terlahir kembali di tahun yang sama si macan festival Harvey Benyamin Malaiholo menggelar konser akbarnya 25 tahun berkarya di belantika musik Indonesia.
Tahun 2000 menjadi
semacam tahun penobatan saat Harvey Malaiholo secara de facto menyerahkan
tongkat estafet kepada Glenn sebagai penyanyi solo paling menjanjikan yang
dimiliki Republik ini.
Mestinya, tahun ini
Glenn menggelar konser tunggal 25 tahun berkarya dalam bentang musik Indonesia.
Namun, seperti lirik ciptaannya yang mendialogkan rentang hidup dengan sang
pencipta, Tuhan ingin Glenn sampai di sini saja. Sampai di usia 44.
Tuhan bila masih ku
diberi kesempatan
Izinkan aku untuk
mencintanya
Glenn memang tidak
merangkum seluruh pencapaiannya bermusik dalam seperempat abad. Tetapi, sejarah
musik Indonesia tetap mencatatnya sebagai sosok yang memberi segala talentanya
untuk kemajuan dunia yang dicintainya luar-dalam.
Ia bukan sosok yang
memperalat musik untuk karir pribadi. Musik adalah ekosistem kebudayaan yang
harus dirawat pelakunya sendiri. Ikhtiar merawat dunia musik Indonesia inilah
yang mendorong Glenn dengan seluruh energinya mengumpulkan semua potensi untuk
berkumpul dan curah gagasan. Hasilnya adalah peristiwa besar pada 2018 saat
Kongres Musik Indonesia menjadi kenyataan.
Peristiwa di Ambon,
di atas tanah tumpah darahnya itulah para musisi mengirim butir rekomendasi
dari musisi kepada pemerintah. Dalam Kongres Kebudayaan yang dihelat di akhir
2018 di Jakarta, rekomendasi paling pertama berada di meja pemangku kebudayaan
pusat justru berasal dari musisi yang berkumpul di Ambon itu.
Setahun kemudian,
tepatnya 31 Oktober 2019, UNESCO menobatkan Ambon sebagai salah satu Kota Musik
Dunia. Ada jejak dan garis tebal Glenn Fredly dalam silabus penobatan ini.
Bukan penghargaan
seperti ini yang sesungguhnya diinginkan Glenn. Ada yang jauh lebih penting,
lebih subtil, yang bisa dilakukan musisi. Kasih ke sesama. Musik menjadi suara
bagi kemanusiaan. Maluku yang gelap dicekau bau amis darah oleh perang saudara
di penutup abad, bukanlah Maluku yang diidealkan leluhurnya yang terus menyanyi
dan bergembira.
Setelah generasi
Franky Hubert Sahilatua (1953-2011), Glenn tampil membikin Maluku kembali
berdiri dan menjahit kain persaudaraan yang robek dengan musik. Ia gunakan
sebaik-baiknya anugerah nama tenar dari pita suaranya untuk kebaikan sesama.
Beragam konser
dihelatnya untuk kemanusiaan. Sahabat-sahabatnya sesama musisi yang selama ini
lebih banyak berkutat di episentrum hiburan Jakarta diajaknya berjalan ke
kepulauan yang eksotis, tetapi menyimpan bara pertikaian yang tak berkesudahan.
“Indonesia jangan
menangis,” seru Abdurrahman Wahid semasa hidupnya memadamkan bara di Maluku dan
Papua. Glenn juga berseru, “Maluku, ayo menyanyi”.
Glenn tahu ada yang
bikin sesak di dada saat berdendang untuk kemanusiaan di Maluku. Juga, Papua.
“Katong samua basudara” mestinya tidak sekadar istilah, tetapi juga menjadi
sikap budaya dan kebijakan politik. Sebagai pegiat kemanusiaan, Glenn telah
curahkan segala kemampuannya. Di telapak tangan Glenn, rajah pela gandong —ritus
damai orang Maluku— menyatu dalam sikap bermusiknya.
Lagu mistikal dan
penuh auratik “Hena Masa Waya” dinyanyikan Glenn di panggung terbuka pada 2011
di jantung Republik dengan tanpa takut sama sekali yang justru untuk melawan
stigma buruk sejarah orang Maluku dalam kerangka negara kesatuan.
Ia melawan stigma
dari lagu yang identik dengan RMS itu. Sebab, ketakutan membawa kita pada
desas-desus dan berkubang pada prasangka. Hidup macam apa yang selalu dihantui
oleh prasangka, alih-alih cinta kasih.
“Beta Maluku,”
teriak Glenn Fredly. Teriakan yang sama ia sampaikan di gulungan seluloid saat
ia memproduseri film biopik Cahaya Dari
Timur: Beta Maluku pada 2014. Tak pernah kehilangan akal dan asa untuk
membangkitkan kebanggaan orang Maluku atas prestasi genetis yang mereka punya;
tentang nyanyian, tentang sepakbola.
Ia inisiasi
panggung untuk mencintai bumi pada 2007 lewat konser bertajuk “Soul for
Indonesian Earth”. Glenn membawa Indonesia bergabung dengan panggung musik
dunia dalam satu suara mencintai bumi pertiwi, melakukan penghormatan pada
suara kemanusiaan.
Lima tahun setelah
itu, sebuah kampanye kemanusiaan yang diformat dalam bentuk konser musik
bersama bertajuk Vote dihelat di Yogyakarta. Ini sikap politik kebudayaan dan
kemanusiaan Glenn untuk tidak melulu melihat Indonesia bagian timur sebagai
liyan, sebagai peradaban yang jauh dari budi, tetapi satu bentang persaudaraan
dalam kemanusiaan.
Indonesia Timur
tetaplah kebun kemanusiaan yang sama dalam kepulauan yang diikat oleh satu nama
kolektif: Indonesia.
Kita baru saja
kehilangan tenaga muda yang tidak pernah lelah melihat Indonesia untuk terus
bernyanyi dan sekaligus memberikan penghormatan atas keragaman budaya dan
persaudaraan.
Bila waktuku telah
habis …
Biarkan cinta ini
Hidup untuk sekali
ini saja
Sebagaimana Chairil
Anwar, Glenn seperti menyeru-nyeru dengan sihir suaranya yang bening dan
hening: sekali berarti, sudah itu cinta. Cinta kepada musik, cinta kepada
manusia-manusia yang berjuang hidup di dalamnya.
Sumber: Media Indonesia, 9
April 2020
0 komentar:
Silahkan berkomentar
Tuliskan apa pendapatmu...!