Menteri Lingkungan Hidup
PERMASALAHAN
lingkungan hidup memiliki kesamaan dengan permasalahan ekonomi, yakni keduanya
tanpa batas dapat melintasi seluruh negara di dunia. Dampak keduanya dapat
dirasakan pada tiap negara hingga tingkat individu. Krisis finansial yang
berawal di Amerika Serikat sekitar 2008 masih berlanjut hingga 2012 terutama di
kawasan Eropa.
Tantangan lingkungan
hidup terbesar dewasa ini ialah terjadinya perubahan iklim dan masih belum ada
konsensus dunia untuk mengikat negara-negara dalam mengatasinya.
Kedua permasalahan
itu bukanlah suatu hal yang terpisah karena krisis akan mendorong
pemikiranpemikiran, kebijakan, dan tindakan untuk mencapai solusinya. Sudah
bukan eranya lagi tujuan ekonomi dan tujuan lingkungan hidup dipertentangkan,
melainkan kini bersinergi yang tertuang dalam konsepsi ekonomi hijau dengan
tujuan utamanya kesejahteraan umat manusia baik intergenerasi maupun
antargenerasi.
Terkait dengan hal
tersebut, United Nations Environment Programme menetapkan tema
Hari Lingkungan Hidup Sedunia 2012 ialah Green economy: does it include
you?. Tema itu menekankan pentingnya pelaksanaan ekonomi hijau oleh semua
orang sesuai dengan proporsi masing-masing baik pada tingkatan global,
nasional, hingga individu masing-masing.
Kunci dalam mengatasi
permasalahan lingkungan hidup ialah peran serta semua komponen masyarakat.
Untuk Indonesia temanya Ekonomi hijau: ubah perilaku, tingkatkan
kualitas lingkungan. Makna utama tema itu ialah pentingnya melakukan
perubahan paradigma dan juga perilaku kita untuk selalu mengambil setiap
kesempatan dalam mencari informasi, belajar dan melakukan tindakan demi
melindungi dan mengelola lingkungan hidup.
Sedikitnya ekonomi
hijau memiliki empat unsur, yaitu (1) pengentasan rakyat dari kemiskinan, (2)
pekerjaan yang layak, (3) pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan, dan (4)
internalisasi lingkungan dalam semua aktivitas pembangunan. Hal itu sesuai
dengan arah pembangunan kita dengan empat pilarnya, yaitu pro-poor,
pro-jobs, pro-growth, and pro-environment. Dengan begitu, ekonomi hijau
yang dimaksud di sini ialah untuk meningkatkan kualitas hidup manusia dan
kesetaraan sosial yang juga dimaksudkan untuk mengurangi risiko kerusakan
lingkungan.
Pada tataran
nasional, pemerintah Indonesia telah berkomitmen untuk menurunkan emisi GRK
(gas rumah kaca) dari kondisi business as usual sebesar 26%
pada 2020 dengan upaya sendiri dan sebesar 41% dengan bantuan internasional.
Penurunan emisi GRK menuntun arah pembangunan yang rendah karbon yang seiring
dengan produksi dan konsumsi yang berkelanjutan.
Pada tataran
lingkungan warga, telah diperkenalkan pula Program Bank Sampah, yaitu turunan
dari konsep 3R (reduce, reuse, and recycle) berupa sistem yang
menyerupai konsep perbankan dengan memanfaatkan sampah sebagai sumber
pendapatan atau dengan slogannya berupa from trash to cash (dari
sampah jadi rupiah). Telah terbentuk 651 bank sampah di berbagai kota dengan
sampah terolah sekitar 1.500 ton/bulan yang mencapai omzet hampir 1
miliar/bulan dengan melibatkan 4.500 pekerja.
Hal itu tentu sangat
luar biasa karena merupakan contoh nyata bahwa dengan menyelamatkan lingkungan,
kehidupan sosial dan perekonomian masyarakat meningkat.
Hal yang sangat
penting pula dalam konteks ekonomi hijau itu ialah Indonesia sebagai negara
megabiodiversitas dapat menempatkan keanekaragaman hayati kita sebagai modal
utama bagi pembangunan yang merupakan sember pangan, energi, dan bahan baku.
Potensi hal itu semakin
tinggi dengan adanya Protokol Nagoya yang merupakan
kesepakatan internasional untuk mengatur pemberian akses dan keuntungan secara
adil atas pemanfaatan kenakeragaman hayati berupa sumber daya genetik serta
pengetahuan tradisionalnya. Sedikitnya, nilai sumber daya hayati dan
pengetahuan tradisional terkait setiap tahunnya dapat mencapai US$500
miliar-US$800 mi liar dan khusus untuk hutan, nilainya dua kali lipat dari
produk kayu.
Pembangunan
berkelanjutan dengan ketiga pilarnya, yaitu ekonomi, sosial dan lingkungan
hidup, merupakan konsepsi utuh sebagai pilihan terbaik bagi pembangunan di
seluruh belahan dunia termasuk Indonesia. Tahun ini bertepatan dengan 20 tahun
pelaksanaan Konferensi Tingkat Tinggi Pembangunan Berkelanjutan atau dikenal
dengan Rio +20. Konferensi ini akan berlangsung pada pertengahan Juni 2012
untuk memperkuat komitmen global dalam implementasi pembangunan berkelanjutan
pada semua tingkatan.
Upaya global tersebut
akan sia-sia tanpa keterlibatan kita semua. Kita dapat berbuat sesuai dengan
proporsi kita, mulai sekarang. Misalnya, dengan bersepeda sebagai moda
transportasi alternatif, menanam pohon yang tentunya diiringi dengan
pemeliharaannya, pembuatan biopori untuk menambah cadangan air
tanah, dan memilah sampah dan hemat energi. Mari bersama-sama kita mewujudkan
keadilan sosial melalui pembangunan berkelanjutan yang menjadikan ekonomi hijau
sebagai motor utamanya.
Sumber: Media Indonesia, 5 Juni 2012
0 komentar:
Silahkan berkomentar
Tuliskan apa pendapatmu...!