Profesor Emeritus
Ilmu Politik,
Ohio State
University, Amerika Serikat
Selesailah sudah
masa pemilihan presiden Amerika Serikat. Setelah pertarungan seru antara
petahana Presiden Barack Obama dan penantang utamanya, mantan Gubernur Negara
Bagian Massachusetts Mitt Romney, Obama terpilih kembali secara meyakinkan.
Namun, Obama meraih
mayoritas pemilih dan suara elektoral yang lebih kecil ketimbang empat tahun
lalu. House of Representatives atau Dewan Perwakilan tetap dikontrol Partai
Republik, sementara Senat masih dikuasai Partai Demokrat, partainya Obama.
Apa makna dari
hasil pemilihan ini? Banyak pengamat menyimpulkan bahwa hasil utamanya adalah
stagnasi. Mereka tekankan kesinambungan polarisasi tajam antara dua kutub, kiri
dan kanan, yang jumlah pendukungnya hampir sama. Mengenai kebijakan sosial,
ekonomi, dan luar negeri, tak terbantahkan bahwa dua partai itu berbeda secara
signifikan.
Meski demikian,
kenyataan itu tak berarti bahwa pemerintahan Obama gagal memecahkan berbagai
masalah penting. Lagi pula, kemenangan Obama berarti bahwa beberapa solusi itu
pasti dipertahankan empat tahun ke depan. Tak kurang penting, potret stagnasi
itu tidak mencerminkan gelombang demografis yang sedang merombak peta pemilih
di Amerika.
Asuransi Kesehatan
Prestasi terbesar
Obama adalah Affordable Care Act, Undang- Undang (UU) Perawatan bagi Semua,
program asuransi kesehatan nasional. Pada 2010, sayap paling kanan dalam Partai
Republik memanfaatkan ketidakpopuleran undang-undang yang mereka juluki
Obamacare ini, untuk mengalahkan Partai Demokrat dalam pemilihan Dewan
Perwakilan. Mitt Romney berkoar bahwa seusai dilantik, ia akan langsung
menghentikan UU tersebut. Para pendukung Obamacare kini tentu bisa bernapas
lega.
Perjuangan
masyarakat LGBT (lesbian, gay, biseksual, dan transjender) juga disambut baik oleh
Presiden Obama. Diskriminasi di tentara diakhiri pada 2011. Hak sipil gay dan
lesbian untuk nikah didukung dalam konvensi Partai Demokrat pada September
lalu. Lagi pula, para pemilih di tiga negara bagian meluluskan
resolusi-resolusi yang mengesahkan kesetaraan pernikahan. Transformasi budaya
ini hampir mustahil dibalikkan oleh Partai Republik seandainya mereka berkuasa
kembali pada 2016.
Di bidang ekonomi,
keberhasilan utama adalah Undang-Undang Reformasi Wall Street dan Perlindungan
Konsumen. UU itu ditandatangani Presiden Obama pada Juli 2010 ketika Dewan
Perwakilan masih dikuasai partainya sendiri. Tujuannya untuk memperbaiki
akuntabilitas dan transparansi sistem perbankan.
Kemenangan Obama
pada Pemilu 2012 hanya menjamin bahwa UU itu akan dipertahankan sampai 2016.
Berbeda dengan Obamacare dan hak LGBT, peran negara dalam ekonomi merupakan
masalah tak terselesaikan sejak masa Presiden Franklin Delano Roosevelt,
1933-1945. Roosevelt yang Demokrat dimusuhi pebisnis dan bankir meskipun
ekonomi nasional diselamatkannya. Sejak itu, sikap masyarakat pemilih bergeser
terus, bergantung penilaian sesaat terhadap keadaan ekonomi negara.
Di bidang luar
negeri, Obama mengecewakan banyak orang yang mengharapkan transformasi
kebijakan Presiden George W Bush, 2001-2009. Namun, Obama memenuhi janji untuk
menarik pasukan Amerika dari Irak dan sedang melakukan hal yang sama di
Afganistan.
Fokus utama pada
masa jabatan keduanya kemungkinan besar akan bergeser ke Asia, terutama China.
Namun, masih menjadi tanda tanya apakah China akan dilihat Amerika lebih
sebagai mitra atau musuh.
Akhirnya, para
pembaca perlu memperhatikan gelombang demografi yang sedang melanda Amerika.
Singkatnya, persentase pemilih putih sedang menyusut, sementara persentase
berbagai minoritas membengkak. Tahun 1992, orang kulit putih masih merupakan 87
persen dari seluruh pemilih. Angka itu menciut menjadi 74 persen pada Pemilu
2008 dan 72 persen pada Pemilu 2012. Sebaliknya, pemilih Latino, keturunan
Amerika Latin, naik dari 9 persen pada Pemilu 2008 menjadi 10 persen pada
Pemilu 2012. Dalam kurun waktu sama, pemilih Amerika-Asia naik dari 2 persen
menjadi 3 persen. Persentase-persentase itu diperkirakan akan naik terus.
Suara Nonkulit
Putih
Dalam pemilihan
2012, Obama hanya meraih 39 persen suara orang putih, persentase seorang
pemenang yang paling kecil dalam sejarah Amerika. Namun, Obama bertahan sebab
ia memperoleh 93 persen suara orang Amerika-Afrika (13 persen dari semua
pemilih), 71 persen suara orang Latino, dan 73 persen suara orang Amerika-Asia.
Selain itu, Obama menggondol 60 persen suara pemilih muda (umur 18-29), yang
mewakili 19 persen dari semua pemilih. Kaum perempuan, 53 persen dari total
pemilih, juga lebih suka Obama: 55 persen lawan 44 persen.
Tentu pertanyaan
berikutnya adalah sejauh mana para pemimpin Partai Republik mampu mengubah
pendekatan sebelum Pemilu 2016. Selama ini, khususnya mengenai kaum perempuan
dan masyarakat Latino, belum ada tanda bahwa mereka sudah mulai menangani
secara serius tantangan besar ini.
Sumber: Kompas, 10
November 2012
0 komentar:
Silahkan berkomentar
Tuliskan apa pendapatmu...!