Headlines News :
Home » » Natal 2012

Natal 2012

Written By ansel-boto.blogspot.com on Wednesday, December 26, 2012 | 8:25 AM


Oleh Putu Wijaya
Sastrawan

Memasuki bulan Desember, bahkan sejak sebulan sebelumnya, berdengung lagu white chrismast diseluruh dunia. Kendati dikawasan yang tidak sedang diguyur salju atau tidak pernah mengenal salju. Lagu yang menyambut hari natal itu meluncur di sela-sela kesibukan manusia. Dia telah menjadi bagian dari ritual untuk menyambut kehadiran kembali sebuah hari raya.

Hari saat para pemeluknya mengendorkan urat syaraf, mawas diri, menahan emosi, menyatukan pikiran dan perasaan pada sang pencipta. Suatu hari yang benar-benar dua puluh empat jam meniupkan angin damai, rasa bersyukur, instrospeksi dan retrospeksi agar mampu melihat ke depan dengan lebih jernih, menapak lebih baik, mencintai dan bersaudara dengan sesama.

Kehadiran hari raya, natal, serta hari-hari raya lainnya adalah sebuah berkah. Ada pikiran mulia yang telah menciptakan adanya hari raya-hari raya, natal dan hari-hari raya yang lain, yang kemudian menjadi ventilasi dalam kekisruhan dan kesumpekan beraneka warna perbedaan dan pertentangan yang ada di dunia. Karena pada hari raya itu setiap pemeluk/ umat masing-masing memadamkan emosi pertentangan dan perbedaan, untuk dapat meluruskan pikiran ke bawah kaki-Nya.

Perang pun mengunci mulut senjatanya, perselisihan dan pertentangan serta kesalah pahaman diakhiri dengan berjabatan tangan dan saling maaf memaafkan. Saling menyapa menghapuskan kemarahan untuk dapat kembali menyambung persaudaraan di dalam perbedaan apalagi persamaan.

Kehadiran sebuah hari raya, hari yang dianggap suci, memberikan irama baru yang segar pada kehidupan. Di dalam kalender, penanggalan hari raya selalu ditulis dengan warna merah. Bukan sebuah kebetulan, dalam lampu-lampu pengatur lalu lintas, warna merah berarti harus berhenti. Memberikan kesempatan pada arus lalu lintas dijalur lampu hijau mengalir leluasa.

Hari raya bagaikan sebuah simbol tempat setiap orang untuk memadamkan "Api" yang bergolak dalam batinnya untuk membiarkan "keteduhan" menggantikan untuk berkobar. Hari raya dengan demikian adalah sebuah seruan damai yang tidak diteriakkan dengan tangan terkepal, muka bengis, apalagi senjata, tapi sebuah bisikan yang sangat halus tapi meluluhkan.

Pada hari raya, setiap orang yang sehari harinya getol dan berambisi untuk merebut kemenangan dan sukses besar, menggemboskan dirinya. Luapan semangat individualnya terkikis , bahkan kadang kala habis. Itulah saat ia, setelah satu tahun, bahkan mungkin bertahun tahun melupakan asal usulnya, mendusin kembali. Ia akan rindu kepada kampung halaman, sanak saudara, handai taulan serta lingkungan masa kecilnya. Dan biasanya tanpa berfikir ekonomis seperti biasanya, ia akan membuka dompet atau menguras tabungannya untuk "pulang" agar bisa kembali bertemu dengan masa lalunya.

Demikianlah hari raya, natal dan lain-lainnya, telah dengan sangat rahasia tetapi indah, memanusiakan kembali manusia. Idiologi, panutan, aliran bahkan keyakinan tertentu tentang tujuan kehidupan yang semula begitu perkasa dan mengubah manusia menjadi "mesin" yang bahkan kadangkala bisa "tuli, bisu dan dableg", renyah kembali. Manusia menjadi kembali sederhana dan menghargai serta membutuhkan ikatan persaudaraan dengan manusia lain.

Sebuah lagu telah menjadi sebuah jembatan untuk menyadarkan kembali manusia pada kehadiran manusia lain. Walaupun lirik lagunya memang indah tapi arti dari lagu itu sendiri yang memberikan irama peringatan kepada kemanusiaan, telah menjadikan lagu bukan hanya semata mata lagu, tapi sebuah mantra. Sekali setahun mantra itu terdengar dinyanyikan oleh tahun-tahun yang terus berjalan atau berganti tanpa menunggu persetujuan manusia atau kekuasaan, membentuk sebuah siklus bahwa kemanusiaan dan persaudaraan, di dalam perbedaan walau sering dilupakan atau dibasmi oleh manusia atau kelompok manusia, akan terus berdegub dengan gagahnya.

Hari raya, semua hari raya, natal dan sebagainya adalah tempat untuk berharap bahwa perdamaian yang tak henti-hentinya dikejar oleh manusia, yang dengan susah payah diperjuangkan dengan "senjata" bukan sesuatu harapan kosong. Tetapi untuk memperjuangkannya, menjadikan sesuatu yang nyata, bukan otot yang diperlukan, bukan kegarangan yang diperlukan, bukan senjata dan pembunuhan-pembunuhan yang diperlukan, tapi keikhlasan. Selamat Hari Natal.
Sumber: Jurnal Nasional, 26 Desember 2012
SEBARKAN ARTIKEL INI :

0 komentar:

Silahkan berkomentar

Tuliskan apa pendapatmu...!

 
Didukung : Creating Website | MFILES
Copyright © 2015. Ansel Deri - All Rights Reserved
Thanks to KORAN MIGRAN
Proudly powered by Blogger