Dosen Universitas
Airlangga Surabaya, Airlangga Pribadi Kusman, menulis surat terbuka untuk calon
presiden nomor urut satu, Prabowo Subianto. Akademisi ini menulis suratnya
dari Perth, kota tempatnya mengambil studi doktoral di Universitas Murdoch
Australia.
"Lewat surat
ini, saya ingin berdialog dengan Anda sebagai calon Presiden Republik
Indonesia, negeri yang kita ketahui bersama didirikan dengan tujuan bernegara
yang tidak kurang jelasnya: pertama, untuk melindungi segenap bangsa Indonesia
dan seluruh tumpah darah Indonesia; kedua, dan untuk memajukan kesejahteraan
umum; ketiga, mencerdaskan kehidupan bangsa; dan keempat, ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan
sosial," tulis Airlangga seperti dikutip merdeka.com dari Jurnal
Indoprogress, Senin (30/6).
Berikut isi surat lengkap Airlangga Pribadi Kusman untuk Prabowo:
Surat Terbuka
kepada Bapak Prabowo Subianto
Assalamualaikum
Warahmatullahi Wabarakatuh
KEPADA Bapak
Prabowo Subianto Yang Saya Hormati,
Pertama-tama,
ijinkanlah saya memperkenalkan diri. Saya Airlangga Pribadi Kusman, salah satu
putra bangsa Indonesia yang kini tengah menimba ilmu di Australia.
Lewat surat ini,
saya ingin berdialog dengan Anda sebagai calon Presiden Republik Indonesia,
negeri yang kita ketahui bersama didirikan dengan tujuan bernegara yang tidak
kurang jelasnya: pertama, untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia; kedua, dan untuk memajukan kesejahteraan umum; ketiga,
mencerdaskan kehidupan bangsa; dan keempat, ikut melaksanakan ketertiban dunia
yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Berdasarkan keempat
tujuan profetis berdirinya Republik Indonesia itulah, saya ingin mengajukan
beberapa pertanyaan kepada bapak sebagai calon Presiden Republik Indonesia:
Terkait tujuan
pertama, untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia. Bapak Prabowo, dari tujuan pertama ini kita mengerti bersama bahwa
seorang presiden, sebagai pemimpin bangsa, pertama-tama secara eksplisit
bertugas untuk melindungi hidup, kehormatan, kemerdekaan dan hak asasi manusia
dari seluruh rakyat Indonesia. Kesepakatan ini bermakna Hak Asasi Manusia,
darah dan kehormatan dari seluruh rakyat Indonesia dan juga seluruh
bangsa-bangsa bukanlah sebuah komoditas politik, namun sebagai prasyarat
fundamental dan landasan untuk membangun negeri kita.
Apabila Anda
menyadari semua ini, saya ingin mengklarifikasi beberapa hal. Dalam catatan
perjalanan yang saya temui, saya ragu Anda memiliki catatan perjalanan hidup
yang gemilang untuk mengemban tugas mulia ini.
Saya ingat tulisan
sarjana Jerman Ingo Wandelt dalam karyanya Prabowo, Kopassus and East Timor
(2007). Tahun 1995, catat Wandelt, sebagai seorang tentara Anda bertugas
menangani persoalan sosial di Timor-Timur. Anda terapkan strategi
unconventional warfare, dengan membentuk dan membiayai milisi sipil Garda Muda
Penegak Integrasi. Awalnya organisasi ini merekrut pemuda untuk diajari baca
tulis dan ketrampilan. Namun di kemudian hari, Garda Muda berkembang menjadi
organisasi yang melakukan terorsebagai strategi perang urat syarafterhadap
penduduk di wilayah yang saat itu masih menjadi bagian dari Indonesia.
Kalau saja benar
yang ditulis Wandelt, saya ingin bertanya: begitukah strategi keamanan nasional
Anda untuk menciptakan ketertiban? Dengan memelihara teror dan rasa takut?
Masih jernih di
pikiran saya ketika Anda ingin masuk dalam bursa calon presiden Partai Golkar
di tahun 2004. Di atas podium, Anda menerangkan sebuah strategi
kontra-terorisme, yakni loot a burning house, atau rampoklah rumah yang sedang
terbakar. Saya bisa saja keliru, tapi membaca catatan sejarah Anda ketika
bertugas di Timor Timur dan apa yang sudah pernah Anda ucapkan sendiri, besar
kesangsian saya akan komitmen Anda menjaga keselamatan dan kehormatan rakyat
dan tumpah darah Indonesia.
Mungkin Anda lupa
apa yang Anda lakukan di tahun 1996, tapi Robert Hefner (1999) rapi
mencatatnya. Saat itu Anda membangun aliansi politik dengan kelompok Islam
konsevatif. Saya tidak mempersoalkan aliansi politik tersebut, dulu atau
sekarang itu hak Anda. Sebagai seorang sarjana politik, saya melihat bahwa Islam
sebagai bagian dari aktor strategis yang berhak terlibat dalam proses politik
di Indonesia. Saya hanya ingin menyoal apa yang dikabarkan oleh aliansi politik
Anda kepada publik: mereka menghembuskan rumor bahwa bukan Soeharto yang
menjadi akar persoalan krisis dan kerusakan di Indonesia, melainkan kekuatan
Katolik, Sekuler, Nasionalis Jawa dan Tionghoa.
Anda tentu saja
akan mengatakan Anda tidak terlibat dalam kerusuhan Mei 1998. Namun sadarkah
Anda bahwa semangat anti-Cina, Katolik, Sekular, Nasionalis seperti bensin yang
disiramkan ke tengah api kebencian rasial yang masih melekat pada sebagian
masyarakat kita? Dan kini ketika sentimen rasial yang sama dihembuskan oleh tim
kampanye Anda, Anda tutup mulut rapat-rapat.
Peristiwa lain yang
saya catat: Anda bertanggung jawab atas penculikan aktivis dan mahasiswa yang
sebagian di antaranya masih hilang sampai saat ini. Sejauh ini Anda
membantahnya. Anda selalu katakan, ada tangan-tangan lain yang terlibat dalam
penghilangan orang-orang malang ini.
Ketika Anda membaca
surat ini saya meminta Anda merenung sejenak. Sejak penculikan terjadi, sebuah
keluarga kehilangan ayahanda yang tak pernah henti-hentinya mengasihi istri dan
anak-anaknya. Ada seorang kangmas yang selalu memberikan inspirasi dan harapan
kepada adik dan rekan-rekannya tentang masa depan Indonesia yang merdeka,
demokratis dan setara. Ada orang tua yang sampai saat ini selalu menanyakan
nasib anaknya, yang pada era Soeharto gigih berjuang demi kedaulatan rakyat
Indonesia.
Jika benar Anda
tidak terlibat pada penghilangan mereka, semestinya Anda tidak perlu takut dan
kehilangan ketegasan Anda memperjuangkan terwujudnya Pengadilan HAM? Anda pun
tidak usah repot-repot menulis dalam manifesto partai Anda bahwa pengadilan HAM
adalah ikhtiar hukum yang berlebihan.
Anda harus ingat
tugas berat yang akan Anda emban nanti bila terpilih sebagai Presiden Republik
Indonesia: melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia. Saya ulangi: melindungi.
Selanjutnya, Bapak
Prabowo Subianto, saya ingin mendiskusikan tujuan bernegara kedua, yaitu
memajukan kesejahteraan umum.
Susah payah saya
baca secara saksama visi/misi dan program-program yang Anda kemukakan. Sayang,
dalam retorika-retorika Anda yang begitu menggelegar, Anda tidak memiliki
program dan kebijakan yang jernih, jelas dan tegas!
Pada satu waktu
Anda menyatakan akan menerapkan nasionalisme ekonomi dengan menasionalisasi
perusahaan-perusahaan asing. Di waktu yang lain, Anda menyatakan akan tetap
mempertahankan operasi PT Freeport di Indonesia. Di suatu kesempatan Anda
bicara tentang ekonomi kerakyatan demi menegakkan kemandirian bangsa. Namun tak
satupun kata industrialisasi nasional dalam uraian Anda. Anda sekadar memberi
sinyal kepada kapitalisme internasional, bahwa Anda akan menegakkan rezim yang
mengamankan investasi!
Bagaimana mungkin
kemandirian ekonomi dan visi ekonomi kerakyatan sebuah bangsa dibangun tanpa
perhatian lebih atas industrialisasi nasional sebagai basis penopangnya? Dari
semua yang Anda utarakan, tak satu pun yang mampu menunjukkan posisi tegas Anda
sebagai pemimpin bangsa yang akan bekerja keras demi kesejahteraan umum.
Saya tidak
menjumpai ketegasan di sana. Saya menemukannya di tempat lain, di dalam
pendirian Anda yang kukuh untuk mengembalikan era Orde Baru yang Anda
anggap era gemilang, gemah ripah loh jinawi, di mana Indonesia konon menjadi
macan Asia. Betul demikian?
Apabila benar Orde
Baru menjadi acuan Anda, silakan tengok fakta keras ini. Di balik catatan mercu
suar pembangunan ekonomi dengan pertumbuhan ekonomi sampai 7 persen itu,
terjadi proses pembangunan yang sungguh timpang. Telah banyak riset yang
menunjukkan bahwa kue pembangunan itu lebih besar dikonsumsi oleh keluarga
Soehartoingat, Anda termasuk di dalamnyamelalui praktik-praktik Korupsi, Kolusi
dan Nepotisme. Proses pembangunan ekonomi sangat sentralistik dan berpusat di
Jakarta. Sementara Aceh hingga Papua tak pernah dilirik kecuali jika ada sumber
daya alam di sana. Tak heran, sejarah pembangunan Orde Baru sarat oleh catatan
sejarah kekerasan dan penindasan terhadap rakyat. Dan memang begitulah mesin
kekuasaan Orde Baru bekerja menopang pola-pola pembangunan yang tidak adil.
Rayuan Orde Baru
inikah yang ingin Anda jual dan tawarkan kepada kami para pemilih? Maaf, sekali
lagi saya sangsi jika Anda sanggup dan memiliki ketegasan untuk memimpin
Indonesia. Saya sangsi Anda akan memajukan kesejahteraan umum bagi rakyat
Indonesia.
Bapak Prabowo
Subianto, cita-cita kesejahteraan umum dalam corak pembangunan yang manusiawi
di abad ke-21, tidak bisa dikejar dengan kata-kata besar, grandiose dan megah.
Jika Anda betul-betul hidup di abad 21, program pembangunan Anda tak punya
pilihan kecuali melibatkan rakyat banyak dan sensitif terhadap hak-hak dasar
warganegara. Jika Anda sungguh-sungguh manusia Abad 21, model pembangunan Anda
akan menekankan kehadiran ruang seluas-luasnya di mana segenap warga Indonesia
mendapatkan kesempatan dan perlindungan sosial dari ancaman kapitalisasi
pendidikan yang menghalangi orang miskian untuk mengenyam pendidikan sampai ke
perguruan tinggi. Jika Anda berniat menjadi pemimpin di abad ini, sudah
semestinya visi pembangunan Anda memastikan jaminan kesehatan warganya. Dalam
pembangunan tersebut, Anda juga akan melibatkan kedaulatan dan hak dari segenap
warga dari sumber daya alam di sekitarnya.
Pembangunan seperti
ini, meskipun Anda torehkan dalam visi dan misi Anda, tidak akan bisa berjalan
seiring dengan logika pembangunan ekonomi ala Orde Baru yang menindas rakyat
seraya memakmurkan sekelompok kecil elite oligarki yang Anda banggakan itu.
Selanjutnya, mari
kita mendiskusikan tujuan bernegara kita yang ketiga, yaitu mencerdaskan
kehidupan bangsa.
Bapak Prabowo
Subianto yang saya hormati, salah satu indikator dari upaya mencerdaskan
kehidupan bangsa adalah terbentuknya karakter warga yang beradab. Patut
diketahui, dalam kaitannya dengan karakter beradab tersebut, apa yang dilakukan
oleh sebagian besar tim sukses Anda selama kampanye presiden ini
diselenggarakan, sangat jauh dari kata beradab.
Bagaimana Anda
dapat membangun sebuah bangsa yang cerdas, beradab dan menghormati kebhinekaan,
jika banyak dari pendukung Anda memanfaatkan sentimen etnis, agama dan ras
untuk memenangkan Anda? Kenapa pula Anda hanya diam ketika pendukung Anda
menyebarkan berita bohong bahwa kompetitor Anda sebagai bukan muslim, anak
keturunan Tionghoa, dan seorang komunis?
Bapak Prabowo
Subianto, kebhinekaan bangsa kita, persatuan dan kesetaraan dari tiap warga
Indonesia telah diperjuangkan dengan susah payah. Penghormatan terhadap
kebhinekaan adalah mutlak sebagai bagian dari upaya untuk mencerdaskan
kehidupan bangsa. Saya menyaksikan bahwa apa yang dilakukan tim sukses Anda
justru merupakan bentuk paling vulgar dari pembodohan rakyat Indonesia.
Kini kita masuk
pada pokok paripurna dari tujuan kita bernegara: ikut melaksanakan ketertiban
dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Saya lihat pokok
keempat ini absen dari program dan kampanye Anda. Apa yang Anda kemukakan
sebagai bagian dari peran Indonesia dalam kancah internasional? Semangat
anti-asing yang digelorakan oleh tim Anda memperlihatkan bahwa visi Anda
tentang hubungan nasionalisme dan internasionalisme begitu usang, tertinggal
dan obsolete.
Ketika saya
mengemukakan hal ini, saya tidak sedang mengulang-ulang mantra kaum globalis
yang menihilkan pentingnya negara-bangsa. Tidak, sekali lagi, tidak! Keyakinan
saya tentang hubungan nasionalisme dan internasionalisme tertanam dalam diktum
monumental yang dikemukakan Ir. Soekarno pada 1 Juni 1945, bahwa
Internationalisme tidak dapat hidup subur, kalau tidak berakar di dalam buminya
nasionalisme. Nasionalisme tidak dapat hidup subur, kalau tidak hidup dalam
taman sarinya internasionalisme. Sebuah pandangan nasionalisme yang luas dan
humanistik ini tidak dapat tumbuh bersemi beriringan dengan semangat anti-asing
yang selama ini dikumandangkan para pendukung Anda.
Bagi saya, retorika
harus berlandaskan pada kenyataan-kenyataan praktek yang kita lakukan selama
ini. Dan saya temukan betapa lebarnya jurang antara retorika bergelora yang
Anda sampaikan dengan rekam jejak kepemimpinan Anda selama ini.
Perth, 29 Juni 2014
Sumber: Merdeka.com,
30 Juni 2014
Ket foto: Airlangga
Pribadi
0 komentar:
Silahkan berkomentar
Tuliskan apa pendapatmu...!