Teka-teki siapa di balik pencetakan dan penyebaran
tabloid Obor Rakyat kian terkuak. Berporos dari Bandung, Jawa Barat, tabloid
yang isinya berisi fitnah dan kampanye hitam terhadap calon presiden Joko
Widodo, didistribusikan ke pondok-pondok pesantren, masjid, dan mushola di
berbagai kota di Indonesia.
Menurut Laporan Utama majalah Tempo, yang beredar
Senin, 23 Juni 2014, tabloid itu diambil oleh Kantor Pos Besar Bandung di Jalan
Asia Afrika dari PT Mulia Kencana Semesta di Jalan A.H. Nasution 73, Cipadung,
Bandung. Manajer Hubungan Masyarakat PT Pos Indonesia, Abu Sofyan menerangkan,
selama ini pihaknya memang menjalin kerja sama barang cetakan dengan PT Mulia,
yang didirikan pada 2011. Saat diambil petugas PT Pos, paket kiriman PT Mulia
itu mencapai 100 ribu koli, dengan biaya Rp 200 juta.
PT Pos Indonesia, kata Abu, sejak awal sama sekali
tidak mengetahui jika isi paket yang dikirimkan ke ratusan alamat pesantren itu
adalah tabloid Obor Rakyat. Tatkala salah seorang penerimanya mengatakan paket
tersebut dikirimkan dari Kantor Pos Besar Bandung, barulah diketahui jika
tabloid tersebut diambil dari PT Mulia.
Dalam profil perusahaan yang dibuat Manajer Kurnia
Ditomo, seperti dikutip dari majalah Tempo, nama pasar PT Mulia adalah Inilah
Printing. Perusahaan ini pemilik mesin pencetak harian Inilah Koran di Jawa
Barat dan majalah Inilah Review, yang merupakan bagian Inilahcom Group milik
Muchlis Hasyim Yahya. Foto Muchlis bekas wartawan bersama 16 karyawannya
terpampang dalam profil perusahaan itu. "Di PT Mulia, Pak Muchlis menjabat
direktur," kata Alfian Mujani, Pemimpin Umum Inilah Koran. "Setahu
saya, kepemilikannya bermitra dengan orang lain."
Inilah Printing menempati area pabrik seluas dua
kali lapangan sepak bola di kawasan Bandung Timur. Menurut Asep, koordinator
keamanan PT Mulia, perusahaannya banyak mencetak tabloid dengan aneka nama dari
pelbagai daerah, seperti Fakta Karawang, Inspirasi Rakyat, dan Koran Fakta.
Setelah dicetak, tabloid-tabloid tersebut langsung dikirim ke daerah tujuan
distribusinya. "Terbanyak ke Karawang dan Garut," katanya.
Sayang, Asep menolak mempertemukan Tempo dengan
manajemen Inilah untuk menanyakan kaitan percetakan dengan tabloid Obor. Dia
mengaku telah diberi mandat oleh atasan untuk menjawab pertanyaan wartawan.
Sejauh ini, ia tidak pernah mendapatkan pemberitahuan bahwa PT Mulia mencetak
Obor Rakyat.
Muchlis Hasyim juga tak bisa ditemui. Permintaan
wawancara Tempo melalui surat, telepon, dan pesan seluler selama sepekan lalu
tak digubris. Yani, sekretaris di Inilah.com, mengatakan bosnya itu sudah tiga
hari tak ke kantor. Surat-surat untuknya diminta dikirimkan ke rumahnya,
termasuk surat dari Tempo.
Muchlis tak lain bos Darmawan Sepriyossa, redaktur
di situs berita Inilah.com, yang menjadi penulis artikel Obor Rakyat. Darmawan,
seperti pengakuan yang dimuat di web tempatnya bekerja, diajak membuat tabloid
Obor oleh Setiyardi Budiono.
Portal berita inilah.com, tempat Darmawan kini
menjadi kolomnis tetap, didirikan Muchlis Hasyim, bekas wartawan Media
Indonesia. Portal ini kini dikenal sebagai media online yang terdepan dalam
menulis berita positif pasangan Prabowo-Hatta dan berita negatif pasangan
Jokowi-JK. Sebuah perubahan yang aneh, karena di periode pemerintahan SBY-Jusuf
Kalla (2004-2009), Muchlis Hasyim adalah media officer Jusuf Kalla yang
mendampingi sang wakil presiden hampir di setiap kesempatan di dalam dan luar
negeri.
Sementara itu, pada hari ini, Setiyardi, pemimpin
redaksi Obor Rakyat diperiksa penyidik Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes
Polri, setelah Kamis, 19 Juni lalu mangkir dalam pemeriksaan. Selain memeriksa
Setiyardi yang tak lain adalah deputi Staf Khusus Presiden Bidang Otonomi Daerah,
Velix Wanggai dan juga komisaris di PT Perkebunan Nusantara XIII untuk wilayah
Kalimantan Timur, Polri juga akan memeriksa Darmawan Sepriyossa, yang juga
mangkir dalam pemeriksaan Jumat, 20 Juni lalu.
Kepala Polri Jenderal Sutarman menegaskan akan
membongkar jaringan Obor Rakyat dari motif hingga pemodalnya. Setiyardi mengaku
ia sendiri yang membiayai penerbitan mingguan berkala itu dengan ongkos cetak
Rp 1.000 per eksemplar.
Sebelumnya, Setiyardi telah menyangkal jika Obor
Rakyat masuk ke dalam kriteria media kampanye hitam untuk menyudutkan Jokowi.
Menurut dia, teknik penulisan di tabloidnya mirip jurnalisme publik yang
melaporkan fakta apa adanya seperti pada situs berita online. "Memang tak
ada cover both sides karena klarifikasi narasumber diterbitkan pada edisi
berikutnya," ujarnya seperti dikutip majalah Tempo, edisi 23 Juni 2014.
Dengan jenis tulisan dan cara peliputan seperti itu,
Dewan Pers menyatakan Obor Rakyat bukan produk jurnalistik. Menurut anggota
Dewan Pers, Stanley Adi Prasetyo, sebuah penerbitan digolongkan sebagai media
massa jika punya badan hukum tetap dengan alamat redaksi yang jelas serta
artikel yang dimuatnya memenuhi kaidah jurnalistik. "Pada 17 Juni, kami
menyurati polisi untuk menyampaikan pendapat bahwa penanganan Obor Rakyat tak
bisa memakai Undang-Undang Pers," katanya.
Sumber: www.seruu.com, 23 Juni 2014
Tabloid Obor Rakyat
0 komentar:
Silahkan berkomentar
Tuliskan apa pendapatmu...!