Maria
Vinsensia Beribin Burin (38), salah seorang pasien di Rumah Sakit Umum Daerah
(RSUD) Lewoleba, menghembuskan nafas terakhir, Selasa (5/8/2014) sekitar pukul
08.00 Wita, diduga karena obat yang dibutuhkan tidak tersedia di rumah sakit
tersebut.
Informasi yang
dihimpun Pos Kupang, menyebutkan, Vinsensia masuk rumah sakit, Minggu
(3/8/2014). Pasien masuk ke rumah sakit itu karena menderita panas, mual-mual,
muntah, perut kembung dan tak bisa buang air besar (BAB). Bahkan buang air
kecil pun susah.
Sejak masuk
rumah sakit itu, korban yang baru lulus seleksi penerimaan pegawai negeri sipil
untuk Kabupaten Lembata dari Kategorial K-2 itu pun dirawat intensif. Selama
dirawat pasien diberi obat perangsang untuk mengatasi perut kembung. Bahkan
dipasang slang untuk memudahkan buang air besar.
Hal itu
dibenarkan Yohanes Vianey K Burin, kakak kandung almarhumah yang dihubungi Pos
Kupang melalui telepon selulernya (ponsel), Selasa (5/8/2014) petang. Vian
menyebutkan, saat dirawat, adiknya Vinsensia mendapat pelayanan intensif.
Selain
dipasang slang untuk memudahkan buang air besar, sempat pula dilakukan
pemeriksaan melalui USG. Pasien juga dipasangi infus. Selama dirawat, pasien
diberikan obat sesuai resep dokter.
"Memang pasien mendapat obat di rumah sakit, tapi kami juga harus membeli obat di luar rumah sakit, karena persediaan obat yang dibutuhkan pasien, tidak ada di rumah sakit itu," ujarnya.
"Memang pasien mendapat obat di rumah sakit, tapi kami juga harus membeli obat di luar rumah sakit, karena persediaan obat yang dibutuhkan pasien, tidak ada di rumah sakit itu," ujarnya.
Menurut Vian,
ketiadaan obat di rumah sakit itu pantas dipertanyakan. Pasalnya, rumah sakit yang
menjadi rujukan dari semua tempat pelayanan kesehatan di Kabupaten Lembata,
malah kurang memperhatikan persediaan obat-obatan.
"Bagaimana
mungkin pasien dirawat di RSUD Lewoleba tapi kami dari keluarga harus membeli
obat di Larantuka dan Kupang? Mestinya ini tidak boleh terjadi. RSUD Lewoleba
tidak boleh hanya menyiapkan obat-obat generik untuk pasien, tetapi juga obat
yang lebih baik, lebih manjur ," ujar Vian.
Dia
mengungkapkan, adiknya Vinsensia masuk ke rumah sakit tersebut, Minggu
(3/8/2014). Vinsensia dibawa ke rumah sakit karena menderita mual-mual, muntah,
perut kembung dan tidak bisa buang air besar (BAB). Buang air kecil pun tidak
bisa.
Setelah masuk
rumah sakit, lanjut Vian, Vinsensia kemudian menjalani pemeriksaan medis
melalui USG. Hasil pemeriksaan dokter itu diketahui ada semacam penyempitan
usus. Dokter juga menduga ada tumor yang bersarang di usus pasien.
Atas diagnosa
para medis tersebut, tutur Vian, keluarga diminta untuk membeli sejumlah obat
yang tidak tersedia di rumah sakit tersebut. Keluarga menyanggupinya dengan
membeli obat ke Larantuka, Ibukota Kabupaten Flores Timur (Flotim) dan obat
lainnya dibeli di Kupang.
Pada Senin
(4/8/2014) pagi, keluarga berangkat ke Larantuka membeli obat yang dibutuhkan.
Keluarga mendapat obat tersebut hari itu juga kemudian membawanya ke Lewoleba
untuk diserahkan kepada petugas di rumah sakit itu.
Sementara obat
lainnya harus dibeli di Kupang, sehingga baru tiba di Lewoleba, Selasa
(5/8/2014) pagi. Obat yang dibeli di Kupang itu, dititipkan pada salah satu
penumpang pesawat TransNusa yang baru tiba di Lewoleba sekitar pukul 09.00
Wita.
Sayangnya,
ketika obat itu tiba pasien telah meninggal dunia. Vinsensia menghembuskan
nafas terakhir sekitar pukul 08.00 Wira, sebelum obat yang diminta oleh para
medis di RSUD Lewoleba itu tiba di tangan petugas rumah sakit.
"Di rumah
sakit itu, manajemen obat sangat lemah. Banyak obat yang dibutuhkan pasien
malah tidak tersedia di rumah sakit. Untuk memenuhi kebutuhan pasien, keluarga
harus membelinya di apotek-apotek. Dan, jika obat di apotek tidak ada, maka
keluarga harus membelinya ke Larantuka atau Kupang. Bagi kami, ketimpangan ini
harus diperbaiki. Bila tidak, pelayanan kesehatan di rumah sakit tetap pincang
seperti sekarang," ujar Vian kesal.
Direktur RSUD
Lembata, dr. Aditya Yoga, ketika dihubungi Pos Kupang melalui telepon
selulernya, Selasa (5/8//2014) petang, enggan menjelaskan sebab musebab
meninggalnya pasien tersebut. Ia beralasan bahwa apa yang terjadi pada pasien
merupakan rahasia kedokteran.
"Untuk
masalah ini kami tidak bisa jelaskan secara transparan. Ini merupakan rahasia
kedokteran. Bagaimana mungkin kami membeberkan penyakit yang dialami pasien
kepada publik? Itu tidak bisa kami lakukan. Yang namanya penderitaan pasien itu
merupakan rahasia kedokteran," ujar Yoga.
Ketika ditanya
tentang persediaan obat-obatan di rumah sakit tersebut, termasuk kosongnya obat
yang dibutuhkan pasien, seperti halnya yang dialami pasien Vinsensia, Yoga
enggan menjelaskan. Ia mengatakan, stok obat ada. Namun penderitaan pasien tak
bisa dijelaskan kepada publik.
"Obat
ada, tapi yang namanya penderitaan pasien, itu rahasia kami, rahasia
kedokteran," ujarnya.
Informasi yang
dihimpun Pos Kupang, jenazah disemayamkan di rumah duka di Eropaun, Kelurahan
Lewoleba, Kecamatan Nubatukan. Sehari-hari Vinsensia bekerja sebagai guru di
Taman Kanak-Kanak Sta. Marieta, Lewoleba. Vinsensia meninggalkan seorang suami
dan tiga orang anak.
Sumber: Pos
Kupang, 7 Agustus 2014
Ket foto: Alm.
Maria Vinsensia Beribin Burin
0 komentar:
Silahkan berkomentar
Tuliskan apa pendapatmu...!