Oleh Ansel Deri
Sekretaris
Papua Circle Institute
PEKAN lalu sebanyak 25 calon anggota DPRD Dogiyai
terpilih dilantik secara resmi oleh Ketua Pengadilan Negeri Nabire Ernest
Jannes Ulaen. Pelantikan tersebut sesuai Surat Keputusan Gubernur Papua Nomor
155.2/407 tahun 2029 tentang Peresmian Keanggotaan DPRD Dogiyai periode
2019-2024. Prosesi pelantikan berlangsung semarak dalam acara bertajuk,
Pengambilan Sumpah dan Janji Anggota DPRD Dogiyai di Aula Maranatha Malompo, Nabire,
Kamis (23/1 2020). Para wakil rakyat ini akan mengemban tugas kurun waktu 2019-2024
memajukan rakyat dan tanah Dogiyai.
Pelantikan ini membawa harapan pemerintah dan
warga masyarakat setelah sekian lama Dogiyai vakum tak memiliki DPRD sebagai
insitusi formal rakyat dalam ikut merencanakan arah kebijakan (politik)
pembangunan bersama Bupati-Wakil Bupati beserta eksekutif. Anggota DPRD
terlantik yang merupakan perpanjangan tangan partai secara kelembagaan di DPRD
setempat dituntut pula tanggungjawab politik mereka bersama pemerintah dan
rakyat memajukan daerah agar lebih sejahtera, aman, dan damai sesuai visi-misi ‘Dogiyai
Bahagia’ Bupati Yakobus Dumupa-Wakil Bupati Oscar Makai. Ketua DPRD Yeskel Anou
bersama rekan-rekannya akan bergandengan tangan bersama pemerintah dan
masyarakat, dituntut bekerja keras memajukan daerahnya.
Bupati Yakobus atas nama masyarakat dan
pemerintah menyampaikan selamat kepada para anggota DPRD yang baru saja
dilantik. Ungkapan Bupati Dumupa, hemat saya menarik. Ia menyebutnya dalam
frasa, “Selamat menjadi pejabat Negara dan pelayan rakyat Kabupaten Dogiyai”.
Pelayan rakyat mengandaikan wakil rakyat adalah “anak buah” dari “bos” bernama
rakyat. Wakil rakyat adalah pengemban mandat politik, penerus suara kaum tak
bersuara (voice of voiceless)
sehingga wakil rakyat perlu terus-menerus diawasi agar mereka setia menyadari
esensi politik sebagai media pelayanan, kerasulan
politik. Mengapa Bupati Dumupa perlu mengemukakan term “pelayan rakyat” bagi para wakil rakyat yang baru dilantik dalam
konteks pembangunan Dogiyai?
Esensi
politik
Proses pelantikan anggota DPRD Dogiyai tentu
memiliki makna strategis. Tentu tak sebatas dalam pemahaman tiga tugas dan
fungsi wakil rakyat yaitu legislasi, anggaran (budgetting), dan pengawasan (controlling)
dalam setiap kebijakan (politik) pembangunan. Namun, lebih dari itu, para wakil
rakyat (semisal Dogiyai) yang merupakan perpanjangan tangan partai politik
perlu memahami arti dan makna esensial politik yang bermuara pada kepentingan
dan kebaikan rakyat (bonum commune).
Peneliti Veri Junaidi dkk (2011) menyebutkan,
jauh sebelum merdeka Indonesia sudah mengenal partai politik. Pada zaman
kolonial, para tokoh pergerakan menggunakan partai sebagai alat atau sarana perjuangan
politik. Karena itu, Wakil Presiden Mohamad Hatta mengeluarkan Maklumat X pada
Oktober 1945, partai-partai politik yang sempat tiarap pada zaman Jepang,
bangkit kembali. Perang kurun waktu 1945-1949 tak menyurutkan konsolidasi
masing-masing partai politik sehingga tatkala masa perang berakhir, melalui
para kadernya partai siap berkompetisi merebut dukungan politik melalui Pemilu untuk
menjadi –meminjam istilah Bupati Yakobus Dumupa– pelayan rakyat.
Dalam Sakramen
Politik (2008), Eddy Kristiyanto, guru besar Sekolah Tinggi Filsafat
Driyarkara Jakarta memandang perlu agar setiap politisi memahami makna dan
esensi politik. Bukan dalam artian sempit, stricto
sensu melainkan dalam arti luas, largo sensu yakni arti utama dan
sesungguhnya dari politik.
“Jiwa” politik dan memoria itu paling jelas
terbaca bukan pada tataran wacana (discourse),
bukan tingkat verbal dan kognitif, melainkan pada kemungkinan yang diciptakan
oleh masing-masing pribadi dalam kebersamaan untuk menjadi semakin manusiawi (human), seraya hidup dalam suatu
lingkungan yang ramah (hospitable)
terhadap sesama, di mana keadilan, bela rasa penuh cinta (compassion), dan pemeliharaan hidup diutamakan.
Maka dari itu pembicaraan tentang politik dan
memoria menyangkut harkat hidup kita semua sebagai manusia. Inilah salah satu
makna terdalam manusia di hadapan Hyang Widi. Kiranya, Ia tidak pertama-tama
melihat agama, ras, golongan etnis, tingkatan sosial apa yang melatarbelakangi
kita, melainkan “apa nilai manusia“ di hadapan-Nya. Semua hal kemudian menjadi
sangat relatif jika diperhadapkan pada Sang Absolut Sejati.
Pekerjaan berat
Sebanyak 25 orang yang baru dilantik guna
mengemban mandat sebagai wakil rakyat di DPRD Dogiyai, orang-orang pilihan yang
datang dari honai rakyat sendiri. Mereka juga tentu tahu anatomi Dogiyai sebagai
sebuah daerah otonom 12 tahun lalu.
Komplet dengan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan
tantangan yang sudah dan tengah dihadapi oleh Bupati, Wakil Bupati dan jajaran
pemerintah serta masyarakat.
Sekadar mengingatkan kembali. Dogiyai adalah
sebuah kabupaten yang dari segi usia masih tergolong muda. Tahun 2008, Dogiyai
mekar bersama 16 daerah otonom baru lainnya di seluruh tanah Papua. Luas
wilayahnya sebesar 4.237,4 km persegi meliputi sepuluh distrik (kecamatan) dan
79 kampung (desa). Sebagai kabupaten dengan wilayah yang sangat luas, Dogiyai
menyimpan beragam potensi unggulan di sektor pertanian dan peternakan, Luas
areal tanaman perkebunan tahun 2016, misalnya, sebesar 253 hektar dengan
produksi sebesar 2.464 ton.
Meski demikian,
menurut Yakobus Dumupa dalam Desa Kuat Negara Berdaulat (2019), secara umum
kehidupan masyarakat masih dibayangi kemiskinan dominan. Rumah sebagian besar
warga sangat sederhana, tidak dilengkapi dengan sanitasi dan akses air bersih
untuk konsumsi atau kebutuhan lain. Banyak keluarga tidak memiliki jamban (WC)
yang layatk dan sehat. Kebutuhan air untuk mandi dan cuci masih mengandalkan
sungai atau kali.
Di kampung-kampung
yang jauh dari sungai, penduduk mengandalkan air hujan yang mereka tampung.
Setidaknya ada 50 kampung yang sulit mengakses air bersih. Di beberapa kampung
—tidak lebih dari 15 kampung— pemerintah sudah membangun instalasi air bersih
untuk umum. Biasanya masyarakat mengambil air di pancuran yang bersumber dari
mata air untuk kebutuhan sehari-hari dan mencuci busana.
Gambaran sekilas
Dogiyai dengan potensi dan tantangan yang melingkupnya di atas menuntut kerja
politik para wakil rakyat bersama eksekutif dan masyarakat berpijak pada esensi
dan makna politik paling hakiki yaitu media pelayanan. Menjadikan politik
sebagai media pelayanan adalah sesuatu yang dirindukan rakyat tatkala mereka
disambangi di musim kampanye. Nah, pascapelantikan anggota DPRD Dogiyai di Aula Maranatha
Malompo, Nabire, pekan lalu ada asa yang tengah dirindukan rakyat di tangan 25
orang wakilnya bersama Bupati Yakobus Dumupa dan Wakil Bupati Oscar Makai
bersama para pemangku kepentingan lokal menggapai Dogiyai Bahagia.
Sumber:
Papua Pos Nabire, 31 Januari 2020
xdb2ilag
ReplyDeleteviagra eczane
sight care
cialis 20 mg eczane
cialis 100 mg resmi satış sitesi
glucotrust official website
https://shop.blognokta.com/urunler/ereksiyon-haplari/kamagra-100-mg-oral-jel-7-sase-etkili-sertlestirme-ilaci/
cialis 5 mg al