Headlines News :
Home » » Petrus Bala Pattyona: Putra Lembata di Balik Geger Inu Kencana

Petrus Bala Pattyona: Putra Lembata di Balik Geger Inu Kencana

Written By ansel-boto.blogspot.com on Monday, May 14, 2007 | 11:15 AM

Nama dosen Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Jatinangor, Inu Kencana Safiie melangit. Inu menguak borok kampus IPDN menyusul tewasnya praja Clif Muntu, mahasiswa utusan Manado, Sulawesi Utara, 2 April lalu.

Petrus Bala Pattyona, SH, MH, kuasa hukum Inu mendorong dosen senior IPDN itu bicara apa adanya. Salah-benar dikatakan sejujurnya. Pasalnya, kasus Cliff Muntu hanya puncak gunung es dari berbagai kasus di kampus pencetak calon birokrat yang terletak di Jatinangor, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat itu.

Selama ini ditengarai praktek penyiksaan yang berakibat kematian, narkoba, aborsi, dan lain-lain marak tapi tak pernah terendus pihak berwajib. Uang telah menjadi raja atas segala praktet haram itu. Pihak-pihak berkompeten pun seolah melakukan gerakan tutup mulut karena takut terancam nyawa dan jabatannya.

“Saya minta Pak Inu bicara apa adanya dan jangan takut menghadapi ancaman dan teror. Saya katakan akan setia di belakang beliau. Saya yakinkan Pak Inu bahwa kehidupan dan kematian diatur Dia yang di Atas. Kalau diancam untuk dibunuh saya minta Pak Inu mengatakan kepada peneror bahwa tak usah membunuhnya. Toh, nanti juga akan mati atas perkenan Tuhan. Setelah kita gelar konperensi pers, maka kasus-kasus yang terjadi di IPDN selama ini terkuak. Dan kasus Clif hanya satu bagian kecil kebobrokan model pendidikan di IPDN,” ujar Petrus Bala Pattyona.

Acara wisuda

Perkenalan Petrus –begitu sapaan akrab Petrus Bala Pattyona- dengan Inu Kencana Safiie sebenarnya bermula dari Bandung. Pada 28 Maret lalu, advokat dan pengacara asal Dusun Kluang, Desa Belabaja (Boto), Lembata ini berkesempatan menghadiri ujian promosi doktor koleganya, Tommy Sihotang, SH, LLM di Universitas Pajajaran Bandung.

Pengacara kondang Tommy Sihotang meraih gelar doktor bidang Hak-hak Asasi Manusia (HAM) di hadapan tim penguji antara lain pakar hukum yang juga Gubernur Lemhannas Prof Dr Muladi, Prof Romli Atmakusumah, dan seorang guru besar Unpad.

Saat itu, cerita Petrus, ia bersama sejumlah petinggi TNI seperti mantan Menhankam/Pangab Jendral TNI (Purn) Wiranto, beberapa mantan petinggi militer, dan sejumlah wartawan media cetak dan elektronik.

Usai sidang, mereka mengikuti acara resepsi. Di sela-sela makan bersama, seorang mahasiswa Unpad asal Sumedang berkenalan dengan Petrus. Bersama beberapa mahasiswa lain mereka pun terlibat ngobrol santai.

“Rekan-rekan mahasiswa itu mengaku selama ini hanya mendengar nama saya dari media. Kami akhirnya saling bertukaran kartu nama. Ada yang bertanya kapan saya jadi doktor mengikuti jejak rekan saya Tommy Sihotang. Mahasiswa asal Sumedang ini meminta saya sewaktu-waktu menelpon saya sekadar say hello. Ternyata dua hari setelah kematian Cliff Muntu yakni pada 4 April, saya ditelepon,” kata Petrus.
Om Inu Tertekan

Dalam pikiran Petrus, Inu Kencana Safiie tak pernah terbayang. Saat menerima telepon mahasiswa itu, si penelpon meminta agar Petrus membantu om-nya karena saat itu benar-benar berada dalam kondisi tertekan dan ancaman teror pihak kampus. Baik oleh rektor, dekan maupun mahasiswa. Si mahasiswa itu meminta Petrus membela omnya itu yang belakangan ketahuan bernama Inu Kencana Safiie.

“Saya tak punya bayangan kalau om-nya itu bernama Inu Kencana Safii. Mahasiswa itu meminta kesediaan saya membela om-nya. Saya tanyakan, apa masalahnya. Ia mengatakan bahwa omnya yang melaporkan kasus kematian Cliff Muntu ke Polres Sumedang. Tapi kasus itu mau sengaja ditutup-tutupi agar tak diketahui pihak luar. Saat itu saya bicara langsung dengan Pak Inu,” jelas Petrus.

Setelah berkenalan sebentar via telepon, Inu merasa puas bisa mengungkapkan isi hatinya terkait persoalan yang tengah melilitnya. Dalam perbincangan singkat itu, sang dosen mengaku bahwa sebenarnya kasus yang dihadapinya nggak ada masalah bila ditelaah dari aspek hukum. Namun, Inu merasa sangat tertekan karena diteror dan ditekan habis-habisan oleh lembaganya. Bahkan ia sangat sedih karena diskors tidak bisa mengajar di IPDN.

“Setelah mendengar sepintas, saya mengatakan bahwa melihat problem yang dialamainya, belum ada satu konflik hukum yang perlu saya tangani. Pak Inu kemudian mengatakan, kalau ada masalah serius maka ia segera menghubungi saya. Saat itu ia juga masih menanyakan apa saya bersedia membelanya. Ya, sebagai pengacara tentu saya tak mungkin menolak karena sudah jadi kewajiban sebagai pengacara. Saya masih menayanyakan bentuk ancaman dan teror kepada beliau,” lanjut Petrus.

Sang dosen kalem itu pun buka mulut. Ia mengaku pernah dikirim pesan singkat (SMS) kalau ia akan diusir dari IPDN. Ia juga pernah diancam untuk dibunuh. Istri dan anak-anaknya merasa terancam. Seolah tak percaya dengan kesediaan Petrus, Inu memintanya datang dan menemuinya di Sumedang pada hari Jumat, 6 April.

“Saya bilang nggak bisa karena sebagai penganut Katolik, Jumat Agung itu Tuhan Yesus Kristus wafat di kayu Salib. Jadi, tentu saya tidak bisa bertemu di Sumedang. Saya menawarkan agar kami bertemu besoknya. Itu pun saya minta agar cuma bertemu setengah jam karena saya masih mengikuti Misa. Saya juga mesti ikut menyiapkan kelancaran Misa karena saya pengurus Gereja,” cerita Petrus lagi.

Saat itu, menurutnya, Inu memahami alasan yang dikemukakan. Tapi, sang dosen benar-benar tertekan. Demi memenuhi janjinya, pada Sabtu (7/4) subuh ia bertolak ke suatu restoran tak jauh dari kampus Unpad. Padahal, awalnya Inu memintanya untuk bertemu di Sumedang karena kalau bertemu di Bandung berarti ia harus keluar ongkos.

“Saya bilang kalau soal ongkos nanti kita atur tapi baik bertemu di Bandung karena pertimbangan kelancaran perjalanan. Apalagi, malamnya harus enghadiri Misa Malam Paskah. Jadilah kami bertemu di Bandung. Setiba di sana saya terenyuh melihat Pak Inu didampingi istrinya, seorang kerabat, dan seorang lagi dosen IPDN. Saat itu Pak Inu membawa serta berkas-berkas laporan ke Polres Sumedang dan pihak-pihak terkait sehubungan dengan kekerasan yang terjadi selama ini di kampus IPDN. Setelah membaca berkas-berkasnya saya masih menyampaikan bahwa data-data itu nggak perlu butuh pengacara,” Petrus melanjutkan.

Petrus menegaskan bahwa laporan Inu Kencana sudah masuk ke polisi. Bahwa itu adalah tindak pidana pembunuhan orang sehingga biarkan polisi menangani. Inu akhirnya meminta Petrus menghubungi polisi agar segera memproses laporan itu.

Setelah hampir setengah jam mereka berdiskusi, Petrus berpamitan untuk kembali Jakarta. Sang dosen menyampaikan terima kasih karena di tengah kesibukan menyiapkan diri merayakan Paskah, advokat dan pengacara itu masih menyisikan waktu untuk ikut memikirkan kasus Inu.

“Saya senang karena Pak Inu berjanji memberikan 52 buku hasil karyanya selama menjadi dosen di IPDN. Pertemuan itu rupanya tercium media terbitan Jawa Barat. Mereka menulis di koran-koran lokal bahwa Inu sudah didampingi seorang pengacara dari Jakarta. Tapi mereka tak menyebut nama pengacara karena biar nggak heboh dulu. Ternyata, Minggu Paskah, saat lagi di rumah kakak saya di Menteng Atas merayakan Paskah, Pak Inu menelpon saya. Ia mengabarkan bahwa kasus yang dilaporkan ke Polres Sumedang sudah diketahui para petinggi di Mabes Polri,” kata Petrus. (Ansel Deri/Anton Gelat)
Sumber: Tabloit TAMSIS Kupang Edisi Minggu II Mei 2007
Ket foto: Petrus Bala Pattyona, SH, MH (gbr 1) dan bersama kliennya, Inu Kencana Safei di salah satu hotel di bilangan Senen, Jakarta Pusat. Foto: dok. Ansel Deri
SEBARKAN ARTIKEL INI :

2 comments:

  1. PERADI dan KAI Berselisih di Depan Publik, Berteman Di Belakang Layar

    Suatu kondisi yang sering terlihat dalam dunia perpolitikan yaitu berselisih di depan publik tapi berteman di belakang layar. Nuansa yang tercipta karena pola pikir yang terdapat dalam hubungan politik yaitu tidak adanya teman abadi dan tidak adanya lawan abadi.
    Nuansa dan pola pikir tersebut ternyata terbawa dalam kehidupan masyarakat secara umum, khususnya dalam kehidupan berorganisasi. Hal ini terbukti dalam Organisasi Advokat sebagai salah satu pilar pembela dan penegak hukum di Indonesia. Konflik berkepanjangan yang terjadi sejak dinyatakan berdirinya Kongres Advokat Indonesia sebagai salah satu Organisasi Advokat di Indonesia. PERADI yang berdiri terlebih dahulu berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat, seolah-olah mendapatkan saingan dengan berdirinya Kongres Advokat Indonesia yang juga berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tersebut.
    Pada kenyataannya PERADI yang diwakili oleh pengurus PERADI antara lain Otto Hasibuan, Harry Ponto, Johnson Panjaitan, dan tim lainnya sering berselisih dengan para pengurus KAI antara lain Indra Sahnun, Adnan Buyung Nasution, Tommy Sihotang dan tim lainnya. Meskipun hanya beberapa nama akan tetapi baik PERADI maupun KAI mempunyai advokat terdaftar yang cukup banyak.
    Kedua organisasi yang secara langsung tidak melakukan perselisihan di depan publik, dan mungkin bisa dikategorikan sebagai perang dingin. Berusaha mencari eksistensi di depan pengadilan. Namun nuansa politik ini tercermin dalam kehidupan sehari-hari para Advokat baik itu PERADI maupun KAI, dan sebenarnya bila dipertanyakan secara langsung pada para Advokat dari kedua organisasi dalam pengertian diluar pengurus tidak merasa terganggu satu sama lain. Tentunya dengan pertimbangan para advokat tersebut mengerti dan mengetahui beracara di pengadilan.
    Selain anggota kedua organisasi, pengurus organisasi juga seakan-akan berselisih di depan publik tapi berteman di belakang layar. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya beberapa kantor hukum pengurus organisasi yang mengambil advokat dari organisasi lain. Sebut saja kantor hukum Johnson Panjaitan & Partners yang berada di Jalan Tambak Nomor 45, dimana Johnson Panjaitan sejak beberapa tahun ke belakang ini mengambil lulusan KAI sebagai asisten Johnson Panjaitan pada kantor hukum Johnson Panjaitan & Partners. Benyamin Radja Djumangar yang menjadi asisten Johnson Panjaitan sejak tahun 2006 adalah lulusan ujian KAI dan telah dilantik pada tanggal 27 April 2009 sebagai Advokat oleh pengurus Kongres Advokat Indonesia. Demikian juga asisten pada kantor hukum pengurus KAI yang menggunakan lulusan PERADI dan Advokat yang diangkat oleh PERADI. Dan semua ini adalah fakta yang dapat dibuktikan kebenarannya di kantor hukum masing-masing pengurus PERADI dan KAI
    Konflik dan perselisihan ini seakan-akan membuat pamoritas dari orang-orang tertentu menjadi naik, dan membuat kondisi yang membingungkan baik pengadilan maupun pemerintahan. Akan tetapi pada kehidupan sehari-harinya mereka berteman dan saling membutuhkan. Sehingga sebenarnya hal yang terbaik adalah para pengurus untuk saling bermaaf-maafan dan sesuai dengan permintaan Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Presiden Republik Indonesia yaitu agar PERADI dan KAI bersatu kembali dapat terwujud. Karena pada intinya yang penting adalah membela hak para pencari keadilan dan memberikan perlindungan hukum bagi yang membutuhkan.

    Jakarta, 1 Mei 2009

    Perhimpunan Advokat Muda Indonesia
    pami_organisasi@yahoo.com

    ReplyDelete
  2. PERADI dan KAI Berselisih di Depan Publik, Berteman Di Belakang Layar

    Suatu kondisi yang sering terlihat dalam dunia perpolitikan yaitu berselisih di depan publik tapi berteman di belakang layar. Nuansa yang tercipta karena pola pikir yang terdapat dalam hubungan politik yaitu tidak adanya teman abadi dan tidak adanya lawan abadi.
    Nuansa dan pola pikir tersebut ternyata terbawa dalam kehidupan masyarakat secara umum, khususnya dalam kehidupan berorganisasi. Hal ini terbukti dalam Organisasi Advokat sebagai salah satu pilar pembela dan penegak hukum di Indonesia. Konflik berkepanjangan yang terjadi sejak dinyatakan berdirinya Kongres Advokat Indonesia sebagai salah satu Organisasi Advokat di Indonesia. PERADI yang berdiri terlebih dahulu berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat, seolah-olah mendapatkan saingan dengan berdirinya Kongres Advokat Indonesia yang juga berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tersebut.
    Pada kenyataannya PERADI yang diwakili oleh pengurus PERADI antara lain Otto Hasibuan, Harry Ponto, Johnson Panjaitan, dan tim lainnya sering berselisih dengan para pengurus KAI antara lain Indra Sahnun, Adnan Buyung Nasution, Tommy Sihotang dan tim lainnya. Meskipun hanya beberapa nama akan tetapi baik PERADI maupun KAI mempunyai advokat terdaftar yang cukup banyak.
    Kedua organisasi yang secara langsung tidak melakukan perselisihan di depan publik, dan mungkin bisa dikategorikan sebagai perang dingin. Berusaha mencari eksistensi di depan pengadilan. Namun nuansa politik ini tercermin dalam kehidupan sehari-hari para Advokat baik itu PERADI maupun KAI, dan sebenarnya bila dipertanyakan secara langsung pada para Advokat dari kedua organisasi dalam pengertian diluar pengurus tidak merasa terganggu satu sama lain. Tentunya dengan pertimbangan para advokat tersebut mengerti dan mengetahui beracara di pengadilan.
    Selain anggota kedua organisasi, pengurus organisasi juga seakan-akan berselisih di depan publik tapi berteman di belakang layar. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya beberapa kantor hukum pengurus organisasi yang mengambil advokat dari organisasi lain. Sebut saja kantor hukum Johnson Panjaitan & Partners yang berada di Jalan Tambak Nomor 45, dimana Johnson Panjaitan sejak beberapa tahun ke belakang ini mengambil lulusan KAI sebagai asisten Johnson Panjaitan pada kantor hukum Johnson Panjaitan & Partners. Benyamin Radja Djumangar yang menjadi asisten Johnson Panjaitan sejak tahun 2006 adalah lulusan ujian KAI dan telah dilantik pada tanggal 27 April 2009 sebagai Advokat oleh pengurus Kongres Advokat Indonesia. Demikian juga asisten pada kantor hukum pengurus KAI yang menggunakan lulusan PERADI dan Advokat yang diangkat oleh PERADI. Dan semua ini adalah fakta yang dapat dibuktikan kebenarannya di kantor hukum masing-masing pengurus PERADI dan KAI
    Konflik dan perselisihan ini seakan-akan membuat pamoritas dari orang-orang tertentu menjadi naik, dan membuat kondisi yang membingungkan baik pengadilan maupun pemerintahan. Akan tetapi pada kehidupan sehari-harinya mereka berteman dan saling membutuhkan. Sehingga sebenarnya hal yang terbaik adalah para pengurus untuk saling bermaaf-maafan dan sesuai dengan permintaan Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Presiden Republik Indonesia yaitu agar PERADI dan KAI bersatu kembali dapat terwujud. Karena pada intinya yang penting adalah membela hak para pencari keadilan dan memberikan perlindungan hukum bagi yang membutuhkan.

    Jakarta, 1 Mei 2009

    Perhimpunan Advokat Muda Indonesia
    pami_organisasi@yahoo.com

    ReplyDelete

 
Didukung : Creating Website | MFILES
Copyright © 2015. Ansel Deri - All Rights Reserved
Thanks to KORAN MIGRAN
Proudly powered by Blogger