Headlines News :
Home » » Hendrikus Menikir, Memaknai Otonomi Khusus Papua

Hendrikus Menikir, Memaknai Otonomi Khusus Papua

Written By ansel-boto.blogspot.com on Thursday, August 02, 2007 | 10:51 AM

Sebagai putera asli Papua, ia mendapat kepercayaan selaku penanggungjawab kampus C Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Keerom, Provinsi Papua. Ia memaknai tugasnya sebagai Salib.

Hendrikus Menikir menyadari kata-kata bahwa putera asli menjadi tuan di negeri sendiri sebagaimana semangat UU Otonomi Khusus Papua dalam realitas pelaksanaan otonomi khusus di provinsi kepala burung itu.

Hengky Menikir –begitu sapaan akrabnya- menyadari makna kata-kata ‘menjadi tuan di negeri sendiri’. Kata-kata itu tak boleh sekadar simbol tapi harus nyata dalam kehidupan.

“Setelah mengabdi beberapa lama sebagai guru di SMP Negeri I Arso, Kabupaten Keerom saya dipercayakan sebagai penanggungjawab Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Keerom. Pihak Yayasan Umel Mandiri Jayapura menganggap saya punya pengalaman dan kemampuan. Sebagai putera daerah, saya pikir inilah tugas yang harus dilaksanakan setelah Papua diberi otonomi khusus,” kata Hengky Menikir kepada HIDUP di Jakarta, Jumat (8/9) lalu.

Sebenarnya, STIH Keerom Kampus C merupakan salah satu cabang sekolah tinggi yang dikelola Yayasan Umel Mandiri dan bermarkas di Baturaja, Jayapura. Keputusan yayasan membuka kampus-kampus jarak jauh di beberapa kabupaten seperti Merauke, Biak, Timika, dan Baturaja sangat membantu mahasiswa untuk menempuh pendidikan sarjana tanpa harus ke Jayapura atau kota-kota lain di Indonesia.

Ketika yayasan memutuskan membuka kampus di Arso, Kota Kabupaten Keerom, Hengky Menikir diminta sebagai penanggungjawab. Meski kampus yang baru berdiri pada tahun 2005 tergolong balita, toh, proses perkuliahan berjalan lancar. Pihak Pemerintah Kabupaten dan mantan Bupati Keerom juga sangat mendukung.

Awalnya, STIH Keerom kebanjiran mahasiswa yang mengikuti program extention. Mereka adalah pegawai negeri sipil (PNS) di lingkungan Pemkab Keerom, anggota TNI/Polri, DPRD, pengusaha, swasta, dan putera-puteri petani Perkebunan Inti Rakyat (PIR).

Pemahaman Hukum

Menurutnya, ada beberapa alasan mengapa ia bertekad mendirikan STIH Keerom. Pertama, masyarakat yang bermukim di daerah-daerah rawan di perbatasan, termasuk Keerom, harus diberi pemahaman tentang hukum.

Artinya, mereka perlu dibekali ilmu tentang hukum sehingga bisa membangun hidupnya secara baik. Juga mereka bisa hidup sesuai dengan peraturan-peraturan yang dibuat negara, terutama dalam pelaksanaan pemerintahan, terutama otonomi khusus. Masyarakat juga diharapkan bisa bertingka laku sesuai dengan aturan dan norma hukum yang berlaku di tengah masyarakat.

“Saya berpikir bahwa memang perlu ada Sekolah Tinggi Ilmu Hukum. Nah, jika para elit sudah memahami hukum maka tentuh masyarakat juga akan sadar sadar hukum. Mereka akan tahu hak dan kewajibannya sebagai anggota masyarakat. Mereka tentu akan hidup mengikuti aturan main negara dan aturan-aturan lain yang telah disepakati,” kata Hengky Menikir.

Kedua, kehadiran STIH itu juga terkait dengan pemekaran Keerom sebagai salah satu kabupaten baru yang tentunya membutuhkan tenaga-tenaga atau sumber daya manusia (SDM) pada masa akan datang. Tenaga handal atau SDM itu tentunya produksi daerah sendiri.

“Kami berpikir bahwa jika kami membutuhkan tenaga atau SDM yang handal maka tentu harus ada sebuah Perguruan Tinggi yang diharapkan bisa memproduksi SDM handal. Makanya, kami sangat bangga karena STIH ini merupakan yang pertama di Keerom. Kebetulan saya yang merintisnya dan mudah-mudahan menjadi sebuah kampus yang bisa berdiri sendiri untuk menciptakan SDM lokal yang nantinya diharapkan mengabdikan ilmunya di tengah masyarakat,” ujar Hengky Menikir bangga.

Kendala Awal

Hengky Menikir mengakui, awal merintis STIH Keerom banyak kendala yang ia hadapi, terutama menyangkut fasilitas perkuliahan. Masalah ini ia rasakan berat sehingga perlu keberanian dan kesungguhan.

“Sebagai putera daerah saya sudah bertekad untuk terus berjuang. Usaha ini pun harus butuh kesungguhan dan keterpanggilan sebagai orang kampung sehingga apapun kendalanya saya harus maju dan pantang mundur. Sekalipun di rumah saya tidak ada apa-apa tapi saya meniatkan agar sekolah tinggi ini harus berdiri,” katanya dengan semangat.

Jauh-jauh dalam lubuk hatinya sudah tersimpan pertanyaan yang harus ia jawab sendiri. Bagaimana nantinya jika satu kabupaten tak didukung sebuah lembaga pendidikan tinggi pencetak SDM?

Pertanyaan itu yang senantiasa berkecamuk dalam hati pria lulusan D-I jurusan Sejarah dan Pendidikan Moral Pancasila FKIP Universitas Cenderawasi ini. “Saya sadar bahwa kelangsungan pemerintahan yang berkualitas harus ditopang SDM. Masalah ini menjadi sangat penting apalagi dengan hadirnya UU Otonomi Khusus Papua yang mengatakan bahwa putera asli menjadi tuan di negeri sendiri. Bagi saya, kata-kata “tuan di negeri sendiri” tak sekadar simbol. Ia harus mewujud dalam kehidupan,” kata Hengky Menikir.

Awalnya, kegiatan perkuliahan dengan jumlah mahasiswa sebanyak 120 orang pun masih nebeng di gedung SMP Negeri I Arso. Bahkan sang kepala sekolah, Zakarias So dan beberapa staf administrasi menjadi mahasiswanya.

Kesepakatan kerja sama pemakaian gedung ini juga tak ada masalah karena mereka memiliki kesamaan visi ikut membangun daerah melalui jalur pendidikan. “Saat ini ada delapan dosen dari Jayapura dan saya sendiri selaku asisten dosen. Di kantor saya didukung dua staf. Kami semua memiliki kesamaan pandangan bahwa sekalipun dalam kondisi minimalis, toh kami harus bergerak sebagai salah satu bentuk dukungan kepada pemerintah memajukan pendidikan,” ujar suami Maria Yani Musanggor dan ayah dari sembilan anak ini.

Didukung

Kehadiran STIH Keerom tak hanya membawa kebahagiaan bagi pengelolanya. Masyarakat dan pemerintah daerah juga sangat diuntungkan karena swasta mulai ikut membantu pemerintah memajukan pendidikan di daerah.

Karena itu, Hengky berterima kasih kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Keerom karena sangat mendukung usahanya. Buktinya, tahun ini Pemkab Keerom memberi bantuan sebesar Rp 100 juta untuk membeli tanah guna membangun kampus baru. Bantuan itu sudah masuk ke rekening yayasan sehingga diharapkan pada 2007, kampus baru sudah bisa dibangun.

“Memang saya berpikir bahwa untuk membangun Keerom harus terlebih dahulu membangun SDM. Jadi bukan membangun fisik dan lain sebagainya sekalipun hal itu juga penting. Menurut saya yang utama adalah menyediakan SDM. Saya dengar bahwa Pak Nyoman, Sekda Keerom, senang karena menganggap saya selaku putera daerah saya ikut membantu pemerintah membangun SDM daerah saya. Beliau menghargai inisiatif perseorangan terutama swasta sehingga beliau mendukung usaha ini,” lanjut Hengky Menikir.

Kepedulian swasta dan pemerintah dalam hal mensinergikan potensi-potensi yang dimiliki untuk memajukan potensi SDM lokal mulai muncul. Saat ini, kata Hengky, Pemkab Keerom juga sedang memikirkan mendirikan sebuah Akademi Perindustrian di daerah itu. Baik Nyoman maupun Hengky sepaham bahwa dengan kehadiran lembaga-lembaga pendidikan seperti ini, diharapkan potensi SDM bisa lebih diberdayakan untuk membangun daerah.

“Saya pikir rencana ini juga sangat positif dalam rangka ikut memajukan potensi SDM daerah yang belum sepenuhnya ditangani pemerintah. Jika rencana Pak Sekda itu terealisir maka tentu akan menjadi lembaga pendidikan tinggi yang kedua di Keerom,” katanya.

Hengky mengakui, sampai saat ini hampir seluruh tenaga dosen masih didatangkan dari Universitas Cendrawasi (Uncen) maupun Perguruan Tinggi (PT) lainnya di Jayapura. Pihaknya menyadari bahwa hal ini memang membutuhkan biaya transportasi dan akomodasi yang sangat tinggi.

“Kami semua bertekad agar lulusan perdananya bisa menjadi tenaga pengajar. Kemudian tentunya kami berharap agar suatu saat kami tidak lagi mendatangkan tenaga pengajar dari Jayapura. Mudah-mudahan pada wisuda perdana 2007 nanti kami sudah memiliki tenaga dosen lulusan STIH Keerom. Jika itu sudah terlaksana maka tentunya sebuah langkah maju sudah kami mulai,” jelas Hengky Menikir.

Refleksi Iman

Sebagai umat Katolik, Hengky Menikir menyadari bahwa tugas ini merupakan refleksi iman dan kasih kepada sesama sebagaimana diajarkan Yesus, sang Guru Ilahi. Yesus Kristus di mata Hengky Menikir telah mewujudkan kasih dan cinta-Nya dengan penuh kepada manusia.

Ia bahkan merelakan nyawa-Nya di Bukit Golgota. Semua itu dilakukan sebagai bentuk kasih dan sayang kepada umat yang dicintai. “Inilah yang melatari keputusan saya menerima tugas ini. Sekalipun berat tetapi sesungguhnya ada kebahagiaan tersendiri karena ada kesempatan mengabdi untuk sesama. Saya berdoa dan memohon petunjuk Tuhan agar tugas ini diberikan kemudahan,” kata Hengky, warga Paroki St Wilibrodus Arso, Keuskupan Jayapura.

Hengky mengharapkan agar Gereja Katolik memikirkan pentingnya pendidikan bagi masyarakar Papua, terutama yang bermukim di pedalaman dan masih tertinggal dari segi ketersediaan SDM seperti di Keerom.

“Kita tahu, Keerom sebagai salah satu basis umat Katolik mengharapkan keterlibatan gereja Katolik dalam kaitan dengan pemberdayaan umat sehingga perlahan-lahan mereka terbebas dari belenggu ketertinggalan,” harap Hengky Menikir.

Pulang Kampung

Hendrikus Menikir lahir pada 28 Desember 1955 di kampung Wembi, Kecamatan Arso, Kabupaten (waktu itu) Jayapura. Tahun 1960-an, ia dikirim ke Sekolah Rakyat (SR) Sentani bersama seorang rekan untuk melanjutkan pendidikan.

Keduanya dinyatakan dapat melanjutkan SR di Sentani setelah menjalani seleksi ujian bersama 30 calon siswa lainnya. Jarak Wembi – Sentani sekitar 60 KM harus ditempuh dengan jalan kaki karena saat itu belum ada sarana angkutan, baik laut maupun darat. Jika cuaca cerah dan ada pesawat milik gereja Katolik yang lagi turne ke kampung-kampung, maka bisa menggunakan jasa angkutan udara miliki gereja tersebut.

“Tapi rata-rata selama sekolah di Sentani, kami hanya berjalan kaki. Kami masuk SR Sentani dan selesai tahun 1966. Setelah itu kami melanjutkan sekolah di Seminari Menengah St Paulus Dok 5 Abepura tahun 1969 yang saat itu dipimpin Pastor Jan Could, OFM (kini almahrum-pen). Setelah tiga tahun dari Seminari Pertama hingga ke Seminari Menengah, terjadi perubahan. Saat itu tak lagi menggunakan nama seminari tetapi menjadi SMP dan SMA,” cerita Hengky Menikir.

Setelah dari Seminari Menengah St Paulus, Hengky muda melanjutkan kuliah di Universitas Cenderawasi Jayapura. Setelah meraih D-1, ia ditempatkan sebagai guru di SMP Katolik Bintang Timur, Oksibil, Mabilabol sekaligus Wakil Kepala Sekolah.

Sayang, cuaca dingin pegunungan mengakibatkan kesehatan terganggu sehingga harus dipindahkan ke SMP St Paulus Abepura. Setelah mengabdi beberapa lama, maka ia pulang kampung setelah mendapat tugas dari Dinas Diknas Papua. Setelah pensiun, ia dipercayakan memipin STIH Keerom sekaligus Ketua DPC Partai Demokrat Keerom.

“Bagi saya, inilah kelebihan kita sebagai pengikut Kristus di manapun kita berada dan mengabdi. Menurut saya, semangat dan cinta Kristus kepada manusia harus juga dimanifestasikan sehingga hidup menjadi lebih bermakna bagi sesama. Begitu juga dalam politik karena politik itu identik dengan pelayanan,” kata Hengky Menikir beralasan. (Ansel Deri/Ina Mudaj)
Sumber: HIDUP edisi 18 Februari 2007
SEBARKAN ARTIKEL INI :

0 komentar:

Silahkan berkomentar

Tuliskan apa pendapatmu...!

 
Didukung : Creating Website | MFILES
Copyright © 2015. Ansel Deri - All Rights Reserved
Thanks to KORAN MIGRAN
Proudly powered by Blogger