Oleh Siswono Yudo Husodo
Ketua Yayasan Pembina
Universitas Pancasila
PEMERINTAHAN Presiden Joko Widodo baru berjalan sembilan
bulan, dengan situasi ekonomi yang kurang menggembirakan. Dipengaruhi ekonomi
global, rupiah tertekan hingga Rp 13.312 per dollar AS pada Kamis (4/6/2015).
Semua mata
uang Asia mengalaminya, tetapi rupiah memimpin pelemahan nilai tukar mata uang
di kawasan Asia. Angka itu terendah dalam 17 tahun terakhir sejak krisis
finansial 1998. Sebagian analis yang disurvei Bloomberg mengatakan, rupiah
dapat melemah lebih parah ke kisaran Rp 13.500 per dollar AS akhir 2015.
Meskipun saat
ini berbagai indikator fundamental ekonomi sangat berbeda dengan kondisi 1998,
banyak pihak mulai khawatir. Antara lain karena pelemahan rupiah tidak diikuti
oleh kenaikan ekspor. Pelemahan mata uang Malaysia dan Singapura diikuti dengan
kenaikan ekspor. Pelemahan mata uang Yen di Jepang diikuti pertumbuhan ekonomi yang tinggi pada
kuartal pertama 2015. Sementara di Indonesia pertumbuhan ekonomi justru menurun
dibanding rata-rata kuartal pertama 10 tahun terakhir.
Penerimaan
pajak kurang dari target, padahal pajak adalah unsur penting untuk membangun kemandirian bangsa. Sejak 1998, di
APBN, penerimaan pajak dan PNBP sudah lebih kecil dari pengeluaran rutin dan
pembangunan sehingga untuk membiayai jalannya negara, menyelenggarakan
pembangunan dan membayar cicilan pokok dan bunga utang lama, kita harus membuat
utang baru yang lebih besar dari cicilan utang lama.
Harga pangan
yang meningkat menjelang Idul Fitri juga menjadi kekhawatiran masyarakat luas.
Prakiraan
positif
Di tengah
situasi yang cenderung suram, muncul analisis lembaga riset internasional
mengenai masa depan ekonomi Indonesia yang
menjanjikan. Dikutip dari CNBC akhir April 2015, Kepala Ekonom Asia
Pasifik IHS (lembaga think tank ternama yang berdiri sejak 1959, berpusat di
Colorado, dengan 4.400 tenaga ahli di lebih dari 30 negara) Rajiv Biswas
mengatakan, ekonomi Indonesia berkapasitas tumbuh 5,4 persen pada 2016-2020,
cukup tinggi untuk ukuran dunia.
Buahnya, tahun
2017 ukuran ekonomi Indonesia akan mencapai 1,14 triliun dollar AS, meningkat
dari 870 miliar dollar AS saat ini. Diramalkan tahun 2023 PDB Indonesia
mencapai 2,1 triliun dollar AS, masuk 10 besar dunia, melebihi Australia, Rusia, dan Spanyol. Dengan
kondisi itu, pengaruh Indonesia akan meningkat di panggung dan lembaga
internasional, seperti G-20, Dana Moneter Internasional (IMF), Bank
Dunia, dan PBB.
Bukti-bukti
empirik menunjukkan, tingkat PDB 1 triliun dollar AS akan mendorong akselerasi
pertumbuhan ekonomi suatu negara. Kita harus bersiap memanfaatkan kondisi tersebut.
Analisis
lembaga riset The Boston Consulting Group
menyebutkan, jumlah konsumen kelas menengah
Indonesia tahun 2020 akan mencapai 141 juta orang, dua kali lipat tahun
2012 yang 74 juta jiwa.
Besaran
ekonomi 1 triliun dollar AS dan jumlah kelas menengah sebanyak penduduk Jerman
adalah modal pertumbuhan Indonesia yang tidak dimiliki negara lain di Asia
Tenggara.
Pada 21 Mei
2015 Standard & Poor's (S&P) mengumumkan perbaikan peringkat utang
Indonesia dari stabil ke positif.
S&P mengafirmasi dalam 12 bulan mendatang peringkat utang Indonesia
pada BB+. Hal ini akan meningkatkan investasi portofolio dan investasi
langsung.
Sinyal baik
juga muncul dari defisit transaksi
berjalan triwulan II-2015 yang
menurun ke 2,5% PDB, sesuatu yang kita harapkan ke depan menjadi surplus. Pada
triwulan yang sama tahun 2014 defisit 8,7 miliar dollar AS (4,06% PDB) dan
tahun 2013 8,6 miliar dollar AS (3,89% PDB).
Juga catatan
positif terobosan mengendalikan harga pangan melalui pendirian lembaga Badan
Pangan Nasional (BPN) yang berwenang mengusulkan kepada Presiden untuk menugasi
BUMN bidang pangan melaksanakan produksi, penyimpanan, dan distribusi pangan.
Perlu
konsolidasi kekuatan negara menghadapi mafia pangan yang mendikte pasar.
Langkah ini perlu diikuti dengan reformasi agraria, agar petani produsen pangan
lebih sejahtera. Ekonomi nasional akan lebih bergairah dan semakin kuat.
Sepanjang 10
tahun pemerintahan Presiden SBY, kebijakan populis berupa subsidi sangat besar
untuk BBM, listrik, pupuk, raskin, BOS, dan lain-lain pernah mencapai hampir Rp
400 triliun per tahun atau 30% APBN. Hal ini menumbuhkan kelas menengah yang
sangat besar yang membuahkan pertumbuhan ekonomi yang bertumpu pada konsumsi.
Suatu kebijakan yang tepat untuk waktu itu.
Setelah kelas
menengah Indonesia meningkat, lebih
tepat jika subsidi yang begitu besar dialihkan untuk sektor-sektor produktif
terutama infrastruktur untuk menciptakan daya saing nasional yang lebih tinggi,
meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi pangan, diversifikasi sumber
energi ke energi terbarukan (hidro dan geotermal), pendidikan dan kesehatan
masyarakat guna meningkatkan kualitas pertumbuhan ekonomi yang akan meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
Akibat besarnya alokasi subsidi pada masa lalu, tak banyak infrastruktur baru
yang bisa dibangun. Dengan kondisi itu, devisa masuk melalui investasi terbatas
pada sektor keuangan dan jasa; kurang pada industri manufaktur karena mahalnya
proses produksi dan distribusi.
Pengalihan
subsidi energi untuk membangun infrastruktur secara besar-besaran adalah
keputusan politik ekonomi yang sangat tepat yang akan mendorong pertumbuhan dan
investasi.
Pengembangan
infrastruktur
Buah dari
pemerintahan terdahulu dan kebijakan pembangunan Presiden Jokowi, Tol
Cikopo-Palimanan sepanjang 116,75 kilometer sudah dibuka, proyek jalan tol
trans-Jawa dipercepat dan jalan tol trans-Sumatera mulai dikerjakan. Tol laut
satu demi satu juga mulai beroperasi. Bendungan Jatigede sebentar lagi
diresmikan. Di banyak tempat lain, proyek pelabuhan laut dan bandara juga
sedang dikerjakan.
Menariknya,
pembangunan infrastruktur dilakukan dengan pendekatan baru. Presiden Jokowi
menyampaikan bahwa sebagian dana hasil pengalihan subsidi BBM pada APBN untuk tambahan modal BUMN Rp 70 triliun guna
meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Dengan
disuntik modal Rp 10 triliun, PT Pelindo (Persero), plus pinjaman dari
perbankan Rp 40 triliun, dapat berinvestasi membangun infrastruktur pelabuhan
sampai Rp 50 triliun. Jika langsung dari APBN, hanya akan menciptakan investasi
Rp 10 triliun. Dengan pola serupa, BUMN PT Hutama Karya disuntik modal untuk
membangun tol Palembang-Bandar Lampung. Pola ini akan diterapkan pada beberapa
BUMN. Dengan kebijakan itu, harapannya pertumbuhan ekonomi tahun 2016 bisa di
atas 7 persen.
Kebijakan
pemanfaatan dana pengurangan subsidi BBM untuk menambah modal BUMN meningkatkan
pertumbuhan ekonomi sangat tepat. Yang
perlu dijaga adalah efektivitas dan efisiensi pemanfaatan penambahan modal
tersebut. Bukti empirik menunjukkan negara-negara yang kuat menghadapi gejolak
dunia yang makin sering akibat dari peningkatan interdependensi adalah yang
memiliki cadangan devisa besar, seperti Jepang, Tiongkok, Taiwan, Jerman, dan
Rusia.
Cadangan
devisa RI harus meningkat melalui peningkatan ekspor. Setiap WNI sesuai
kapasitasnya juga bisa ikut meringankan beban negara, antara lain melalui
penghematan penggunaan devisa. Saya teringat ucapan Presiden Amerika
Serikat JF Kennedy, "Don't ask what
your country can do for you, but ask what you can do for your country!"
Sebaiknya
masyarakat membatasi bepergian ke luar negeri hanya jika perlu. Tahun 2014,
wisatawan mancanegara ke Indonesia sekitar 9 juta orang (mendatangkan devisa
10,27 miliar dollar AS) dan menurut Bank Dunia, wisatawan Indonesia ke luar
negeri 7,97 juta orang (memerlukan devisa 7,62 miliar dollar AS).
Berhaji atau
umrah cukup satu kali bagi yang mampu sesuai yang diwajibkan. Nanti setelah
cadangan devisa kuat, silakan lebih sering. Tak perlu ada dana aspirasi anggota
DPR dan kunjungan anggota DPR ke luar negeri dilakukan dengan sangat selektif.
Hidup hemat adalah hal yang dilakukan masyarakat Jepang seusai Perang Dunia II.
Sebagai negara yang kalah perang, selain harus memulihkan infrastruktur yang
hancur, ia harus membayar pampasan perang. Dengan berhemat, Jepang mencapai
kemajuan mengagumkan dan tradisi hidup hemat dilanjutkan sampai sekarang meski
sudah makmur.
Perlu pula diberi
insentif produksi dalam negeri untuk
substitusi impor dan barang-barang ekspor. Tiongkok memberikan insentif besar
pada produk-produk ekspornya. Di sini, dari kaki lima sampai mal dipenuhi
barang Tiongkok murah.
Peningkatan
porsi energi geotermal dan tenaga air
untuk PLN juga akan menghemat banyak devisa. Sekarang ini kurang dari 5%
tenaga listrik menggunakan geotermal, padahal
50% potensi geotermal dunia ada di Indonesia.
Agenda
divestasi perusahaan asing yang bidang usahanya sudah dikuasai pelaku usaha
lokal dan hilirisasi industri pertambangan perlu didorong. Kita tak mau seperti
beberapa negara yang mayoritas perusahaan besarnya adalah perusahaan asing.
Di awal
pemerintahan Presiden Jokowi memang masyarakat mengalami kepahitan dengan nilai
rupiah anjlok, harga BBM dan harga produk pangan yang naik, tetapi perlu
disadari bahwa yang sedang diperbaiki adalah kualitas pertumbuhan ekonomi yang
manfaatnya baru kita rasakan 3-5 tahun mendatang. Rakyat perlu sabar karena
yang sedang dilakukan akan menciptakan masyarakat sejahtera yang mandiri dan
berkelanjutan.
Kelak rakyat
Indonesia menikmati pelayanan negara dengan asuransi kesehatan, sekolah gratis
sampai sekolah lanjutan atas bahkan universitas, jaminan hari tua, pengangguran
dan orang yang tidak produktif ditanggung negara, serta sistem transportasi
yang murah dan efisien. Kesemuanya itu sebenarnya dibiayai sendiri oleh
masyarakat yang telah semakin produktif dan makmur. Kata pepatah Jawa, jer
basuki mawa bea. Untuk sejahtera perlu pengorbanan.
Sumber: Kompas, 7 Juli 2015
0 komentar:
Silahkan berkomentar
Tuliskan apa pendapatmu...!