Headlines News :
Home » » Profil Kabupaten Lembata

Profil Kabupaten Lembata

Written By ansel-boto.blogspot.com on Wednesday, January 30, 2008 | 2:54 PM

PEMANDANGAN umum di Kabupaten Lembata adalah kondisi jalan yang rusak. Tidak kurang dari 85 persen jalan masuk dalam kategori rusak dan rusak parah. Jalan bergelombang dan berlubang besar tertutup debu. Aspal tipis pelapis jalan yang telah hancur berkeping-keping menjadi saksi bisu manipulasi pembangunan jalan. Jalan raya yang hanya selebar empat meter kondisinya mirip "sungai kering".

Keadaan terparah terdapat di Kecamatan Wulandoni di bagian pesisir selatan Pulau Lomblen, atau yang lebih dikenal dengan Pulau Lembata. Kecamatan bungsu di Kabupaten Lembata itu masih belum memiliki akses jalan raya yang dapat menghubungkan Wulandoni dengan daerah lainnya, terutama ke ibu kota kabupaten.

Secara khusus Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lembata telah menyisihkan anggaran tahun 2002 ini sebesar Rp 800 juta untuk pembangunan sarana jalan raya di Wulandoni. Kondisi jalan di wilayah selatan lebih parah dibanding wilayah utara. Di wilayah ini, truk digunakan sebagai angkutan umum setelah di dalamnya ditata bangku untuk tempat duduk penumpang.

Untuk mendapatkan angkutan umum ke kota, calon penumpang harus rela menunggu berjam-jam lamanya. Bahkan, apabila calon penumpang ketinggalan truk penumpang, ia harus rela menunggu lagi sampai hari berikutnya untuk dapat bepergian ke kota. Pemerintah kabupaten menyadari bahwa kondisi jalan raya dan angkutan umum merupakan akar permasalahan yang sangat mempengaruhi kegiatan ekonomi daerah.

Tahun anggaran 2002, Pemkab mengalokasikan dana sebesar Rp 14 miliar, turun 22 persen dari tahun sebelumnya, untuk melanjutkan pembangunan dan rehabilitasi jalan raya. Prioritas utama adalah akses jalan di pusat kota kabupaten dan daerah pusat produksi. Khusus di dalam kota, jalan protokol dilebarkan menjadi 12 meter. Sementara di luar kota dilakukan rehabilitasi berupa pelebaran jalan dari empat menjadi delapan meter dan perbaikan saluran air di daerah kantong-kantong produksi.

Meskipun dikenal sebagai daerah tandus dan gersang, pertanian tetap menjadi tumpuan kegiatan ekonomi kabupaten dari tahun ke tahun. Tahun 2000 misalnya, dari nilai total kegiatan ekonomi Kabupaten Lembata sebesar Rp 88,7 milyar, pertanian menyumbang hingga 64 persen. Terhadap pertanian ini, produktivitas menjadi kendala.

Produksi hasil pertanian belum mampu mencukupi kebutuhan lokal. Padi, misalnya. Untuk memenuhi kebutuhan sebagian kecil penduduknya, beras masih harus didatangkan dari Makassar dan Surabaya. Berdasarkan data Dinas Pertanian Tanaman Pangan, tahun 2000 produksi beras kabupaten besarnya 2.271 ton yang dipanen dari 2.429 hektar lahan sawah dan ladang. Ini berarti produktivitas padi per hektar tidak sampai satu ton. Kecilnya produksi dikarenakan sebagian besar padi dihasilkan melalui padi ladang.

Kecamatan Atadei menjadi penghasil padi ladang terbesar. Beruntung masyarakat Lembata bisa melakukan substitusi. Mereka lebih memilih jagung daripada beras sebagai makanan pokok. Sebab, jagung lebih mudah diproduksi dibanding padi. Dalam setahun, bila musimnya sedang baik jagung dapat dipanen dua kali. Sementara padi hanya dipanen sekali dalam setahun. Ke depan, perekonomian Lembata masih akan didominasi sektor pertanian yang akan lebih didukung oleh peternakan dan perikanan.

Ternak sapi, kambing, dan babi masih dapat dikembangkan, mengingat terdapatnya padang rumput yang luas. Sebagai contoh, hampir 85 persen wilayah Kecamatan Ile Ape adalah padang rumput. Begitu pula di Kecamatan Omesuri, Buyasuri, dan Nagawutung masih terdapat padang gembala yang masih dapat didayagunakan. Perikanan masih menyimpan potensi yang sangat besar karena 73 persen wilayah Lembata adalah perairan. Sumber daya alam terbesar ini belum tergarap secara profesional.

Pemkab lewat Dinas Perikanan dan Kelautan sedang mensurvei potensi kelautan. Dengan data yang akurat dalam bentuk pemetaan potensi kelautan ini diharapkan sumber daya laut dapat dikelola dan dikembangkan menjadi produk unggulan daerah. Untuk mengolah sumber daya kelautan, tahun 2001 Pemkab telah menggandeng investor dari Jepang. Investor dalam negeri menggarap budi daya mutiara di Teluk Hadakewa, salah satu teluk terindah untuk pengembangan budi daya mutiara.

Selain berharap pada bidang pertanian, Lembata juga menaruh harapan pada potensi sumber panas bumi di Kecamatan Atadei. Sumber panas bumi ini oleh masyarakat sekitar dan para wisatawan dimanfaatkan untuk memasak makanan secara alamiah. Dalam waktu kurang dari satu jam, makanan sudah dapat dimakan. Penjajagan kemungkinan dijadikannya sumber panas bumi sebagai sumber tenaga listrik sedang giat dilakukan. Maklum, dari delapan kecamatan baru tiga kecamatan yaitu Ile Ape, Lebatukan, dan Nubatukan, yang sudah dapat menikmati listrik selama 24 jam.

Penduduk Lembata yang 80 persen di antaranya tergolong miskin ini harus bergelut pula dengan permasalahan listrik dan air bersih.  Memang, permasalahan yang dihadapi Pemkab Lembata tidak ringan. Banyaknya perantau karena tidak adanya lapangan pekerjaan di Lembata, cukup membantu meringankan beban hidup masyarakat. Mereka bagaikan setetes embun di padang gersang. Kiriman dana dari perantau ini melalui satu-satunya kantor pos di Lewoleba, cukup membantu masyarakat dalam menghidupi keluarga mereka. Sebagian dana digunakan untuk biaya pendidikan di luar daerah, terutama di Pulau Jawa. (Aritasius Sugiya)

Sumber: Kompas, 12 Mei 2002
Ket foto: Nampak salah satu kondisi jalan yang rusak di kampung Belame, menuju arah selatan Lembata. Foto-foto: dok. Ansel Deri
SEBARKAN ARTIKEL INI :

0 komentar:

Silahkan berkomentar

Tuliskan apa pendapatmu...!

 
Didukung : Creating Website | MFILES
Copyright © 2015. Ansel Deri - All Rights Reserved
Thanks to KORAN MIGRAN
Proudly powered by Blogger