UMAT Kristiani di seluruh dunia tentu tahu pesta Paskah. Secara gamblang, Paskah dapat diartikan sebagai prosesi dukacita menuju sukacita yang membebaskan umat Kristiani dari dosa. Diartikan demikian karena Paskah merupakan peristiwa iman yang penuh duka, mengenang sengsara dan kematian Yesus Kristus di kayu salib untuk menebus dosa manusia. Tetapi peristiwa dukacita itu juga membawa sukacita karena Yesus yang wafat itu akhirnya bangkit dari antara orang mati, naik ke surga dan duduk di sebelah kanan Allah.
Suasana dan pemahaman seperti ini memang seragam diketahui umat Kristiani di mana pun di belahan bumi ini. Namun, prosesi Jumat Agung di Kota Larantuka, ibukota Kabupaten Flores Timur, ini agak lain dari prosesi Jumat Agung umumnya. Ini karena perayaan Paskah di kota kecil yang terletak di kaki Ile Mandiri itu memiliki kekhasan. Kekhasan itu terlihat pada perarakan derita/wafat Yesus Kristus pada Jumat Agung setiap tahun berdasarkan tradisi Portugis sejak abad XVI. Perarakan ini dilakukan sebagai devosi dengan peraturan dan ornamento peninggalan Portugis.
Orang-orang Larantuka yang tersebar di 14 kelurahan dan satu kecamatan di kota itu mengenal istilah Semana Santa atau hari bae. Istilah ini digunakan orang Larantuka sejak memasuki masa puasa 40 hari sampai dengan perayaan Paskah. Selama Semana Santa mereka berdoa bersama yang dimulai pada hari Rabu abu. Kalau di tempat lain umat Katolik hanya ke gereja untuk menerima abu, lalu selesai kegiatannya, maka di Larantuka pada hari pertama masa puasa itu dimulai dengan "Sinja" (doa bersama, Red) di tori-tori (kapela-kapela) yakni semacam gedung gereja mini yang dibangun dan di dalamnya disimpan patung-patung pusaka sebagai tempat doa suku-suku di kota itu. Doa bersama (Sinja) itu dilakukan sampai dengan hari Rabu Trewa atau dua hari sebelum prosesi Jumat Agung atau Jumat. Doa bersama itu biasanya dipusatkan di Kapela Tuan Maria (orang Larantuka menyebutnya Tuan Ma, Red).
Menata aksesoris
Selain kegiatan liturgis atau doa bersama di kapela dan tori sepanjang enam minggu yang telah mentradisi itu, digelar pula kegiatan fisik seperti pembersihan dan penataan Kota Larantuka sebagai ibukota Kabupaten Flotim. Kegiatan ini dimotori para lurah, kepala dan ketua lingkungan, RT/RW, para pemuda dan tokoh masyarakat di kelurahan masing-masing.
Buktinya, setiap tahun warga menyambut Semana Santa dan Paskah, mulai dari Kelurahan Waibalun, Pelabuhan Waibalun sebagai pintu barat masuk Kota Larantuka berikut Kelurahan Lewerang, Pantai Besar, Larantuka, Balela, Pohon Siri, Lohayong, Lokea, Postoh, Amagrapati, Ekasapta, Pukentobi Wangi Bao, Sarotari hingga Kelurahan Weri di pintu masuk timur Kota Larantuka tampak bersih. Bangunan-bangunan rumah penduduk, gedung kantor pemerintah dan swasta tampak dicat ulang. Demikian pula badan jalan umum yang hampir selama tujuh bulah lebih lubang tergenang air hujan ditambal sulam dengan aspal sehingga kini menjadi rata dan mulus dilewati kendaraan bermotor.
Rumput dan sampah yang biasanya dibiarkan kotor dan berserakan di halaman kantor dan jalan umum sejak usai HUT RI atau tanggal 17 Agustus sampai dengan awal Maret tahun berikutnya dikuras habis dan bersih total. Kondisi ini membuat Kota Larantuka yang semula kotor dan tak beraturan sejak September - Maret bersih dan indah sekejap atau mendadak. Singkat kata untung ada semana santa dan Paskah di Larantuka sehingga selain sebagai upaya menata kembali iman umatnya, juga semana santa dan Paskah di Larantuka juga merupakan upaya menata kembali asesoris kekotaan di ibukota Kabupaten Flotim itu menjadi Kota kecil di kaki Gunung Mandiri yang indah dan sedap dipandang mata bagi ribuan atau belasan ribu umat pesiarah yang berkunjung ke Kota Larantuka mengikuti prosesi Jumat Agung yang hanya satu didunia ini yakni di Kota Larantuka. Pasar Inpres Larantuka yang sebelumnya semrawut pengaturannya, kini menjelang semana santa terutama prosesi Jumat Agung dan Paskah mendadak ditata hingga tampak bagus dan berkualitas. Tidak hanya itu, disisi keamanan pun tidak ketinggalan. Polres Flotim tampak sangat aktif melakukan operasi pada siang maupun malam hari. Kondisi ini menunjukkan sebuah kemajuan di bidang keamanan dan ketertiban karena jarang ditemukan kasus yang dipicu minuman keras (miras) menjelang semana santa. Juga di sepanjang jalan di Larantuka sejak Rabu abu hingga kini tidak jarang ditemukan para anak muda berkumpul/bergerombol menenggak miras di tepi jalan lalu botolnya dipecahkan di badan jalan hingga ban/roda kendaraan bermotor yang lewat menjadi gembos. Lebih istimewa lagi mejelang semana santa dan berperannya pihak Polres Flotim, puluhan ibu rumah tangga yang biasa memajang jerigen plastik 12 liter berisi sopi/moke/miras untuk dijual bebas seharga Rp 6.000 - Rp 7.000/botol lenyap seketika di Pasar Inpres Larantuka sejak empat pekan terakhir sampai saat ini. Menjadi ironis, biasanya penataan dan pembersihan Kota Larantuka hanya karena banyak tamu datang mengikuti prosesi Jumat Agung di Larantuka. Tetapi setelah tamu pulang, kebersihan kota, pengamanan kota pun ikut pergi sehingga Kota Larantuka kembali lagi ke sedia kala yakni kotor dan semrawut.
Buktinya, setiap tahun warga menyambut Semana Santa dan Paskah, mulai dari Kelurahan Waibalun, Pelabuhan Waibalun sebagai pintu barat masuk Kota Larantuka berikut Kelurahan Lewerang, Pantai Besar, Larantuka, Balela, Pohon Siri, Lohayong, Lokea, Postoh, Amagrapati, Ekasapta, Pukentobi Wangi Bao, Sarotari hingga Kelurahan Weri di pintu masuk timur Kota Larantuka tampak bersih. Bangunan-bangunan rumah penduduk, gedung kantor pemerintah dan swasta tampak dicat ulang. Demikian pula badan jalan umum yang hampir selama tujuh bulah lebih lubang tergenang air hujan ditambal sulam dengan aspal sehingga kini menjadi rata dan mulus dilewati kendaraan bermotor.
Rumput dan sampah yang biasanya dibiarkan kotor dan berserakan di halaman kantor dan jalan umum sejak usai HUT RI atau tanggal 17 Agustus sampai dengan awal Maret tahun berikutnya dikuras habis dan bersih total. Kondisi ini membuat Kota Larantuka yang semula kotor dan tak beraturan sejak September - Maret bersih dan indah sekejap atau mendadak. Singkat kata untung ada semana santa dan Paskah di Larantuka sehingga selain sebagai upaya menata kembali iman umatnya, juga semana santa dan Paskah di Larantuka juga merupakan upaya menata kembali asesoris kekotaan di ibukota Kabupaten Flotim itu menjadi Kota kecil di kaki Gunung Mandiri yang indah dan sedap dipandang mata bagi ribuan atau belasan ribu umat pesiarah yang berkunjung ke Kota Larantuka mengikuti prosesi Jumat Agung yang hanya satu didunia ini yakni di Kota Larantuka. Pasar Inpres Larantuka yang sebelumnya semrawut pengaturannya, kini menjelang semana santa terutama prosesi Jumat Agung dan Paskah mendadak ditata hingga tampak bagus dan berkualitas. Tidak hanya itu, disisi keamanan pun tidak ketinggalan. Polres Flotim tampak sangat aktif melakukan operasi pada siang maupun malam hari. Kondisi ini menunjukkan sebuah kemajuan di bidang keamanan dan ketertiban karena jarang ditemukan kasus yang dipicu minuman keras (miras) menjelang semana santa. Juga di sepanjang jalan di Larantuka sejak Rabu abu hingga kini tidak jarang ditemukan para anak muda berkumpul/bergerombol menenggak miras di tepi jalan lalu botolnya dipecahkan di badan jalan hingga ban/roda kendaraan bermotor yang lewat menjadi gembos. Lebih istimewa lagi mejelang semana santa dan berperannya pihak Polres Flotim, puluhan ibu rumah tangga yang biasa memajang jerigen plastik 12 liter berisi sopi/moke/miras untuk dijual bebas seharga Rp 6.000 - Rp 7.000/botol lenyap seketika di Pasar Inpres Larantuka sejak empat pekan terakhir sampai saat ini. Menjadi ironis, biasanya penataan dan pembersihan Kota Larantuka hanya karena banyak tamu datang mengikuti prosesi Jumat Agung di Larantuka. Tetapi setelah tamu pulang, kebersihan kota, pengamanan kota pun ikut pergi sehingga Kota Larantuka kembali lagi ke sedia kala yakni kotor dan semrawut.
Terlepas dari penataan aksesori Kota Larantuka sebagai pusat Keuskupan Larantuka, antara para pemimpin gereja, umat dan pemerintah Kabupaten Flotim terus saling mendukung menata dan membangun aksesoris religius khusus di sepanjang lingkaran rute devosi/prosesi Jumat Agung. Misalnya, kini telah ada Taman Kota yang ditanami aneka pohon bunga yang indah sepanjang rute prosesi. Taman Kota penuh bunga sepanjang 2 km lebih itu terletak memanjang dari pantai Kelurahan Larantuka - Pohon Siri sampai Kelurahan Lohayong. Keindahan Taman Kota penuh bunga itu ikut memperindah dan menyemarakkan jalannya prosesi Jumat Agung yang digelar pada malam hari dan diikuti puluhan ribu umat peziarah setiap tahun.
Pembaharuan fisik lainnya yang kini terlihat menonjol adalah renovasi pintu dan halaman Kapela Tuan Ana dan Kapela Tuan Ma sehingga tampak semakin indah dipandang mata. Juga di depan Kapela Tuan Ana, kini telah dibangun dan ditata Taman Doa, Mater Doloroza. (bersambung)(Martin Lau)
Pembaharuan fisik lainnya yang kini terlihat menonjol adalah renovasi pintu dan halaman Kapela Tuan Ana dan Kapela Tuan Ma sehingga tampak semakin indah dipandang mata. Juga di depan Kapela Tuan Ana, kini telah dibangun dan ditata Taman Doa, Mater Doloroza. (bersambung)(Martin Lau)
Sumber: Pos Kupang, 18 Maret 2008
Ket foto: Sejumlah biarawati di atas perahu saat melintas di perairan tepi pantai dalam rangkaian Prosesi Jumat Agung di Larantuka, Flores Timur.
Gambar diambil 1 April 2010. Dok. Ansel Deri
Ket foto: Sejumlah biarawati di atas perahu saat melintas di perairan tepi pantai dalam rangkaian Prosesi Jumat Agung di Larantuka, Flores Timur.
Gambar diambil 1 April 2010. Dok. Ansel Deri
0 komentar:
Silahkan berkomentar
Tuliskan apa pendapatmu...!