KEHADIRAN belasan ribu manusia yang 95 persen menggunakan kendaraan umum dan khusus/pribadi ke Larantuka setiap tahun biasanya terjadi pada tiga hari puncak Semana Santa, yakni hari Rabu Trewa, Kamis Putih dan terbanyak pada Jumat Agung pagi hingga sore hari. Pada tiga hari tersebut, umat berbondong-bondong datang untuk mengikuti jalan salib umum terakhir yang dipusatkan di Gereja Katedral Reinha Rosari Larantuka, dilanjutkan dengan devosi/prosesi yang dikenal dengan nama prosesi laut yakni pengantaran Patung Tuan Meninu menggunakan perahu dayung tradisional dari Kapela Tuan Meninu di Pantai Rewido, Kelurahan Sarotari, menuju Pantai Kuce di Kelurahan Pohon Siri, ujung Taman Kota Larantuka. Ritus/prosesi laut dengan jarak mencapai 5 km itu biasanya diikuti ribuan umat peziarah yang menumpang ratusan jenis kapal laut/kapal motor layar dan perahu dayung. Sedangkan di darat, ada umat peziarah yang menggunakan kendaraan bermotor, ada pula yang berjalan kaki sepanjang pantai mengikuti perahu dayung tradisional yang tertatih-tatih didayung melawan arus laut menuju Pantai Kuce.
Seperti disaksikan Pos Kupang selama tiga tahun terakhir (Jumat Agung 2005, 2006 dan 2007, Red), ribuan umat Katolik peziarah yang mengikuti prosesi laut itu selalu diguyur hujan lokal hingga umat terlihat basah kuyup mengikuti prosesi itu. Yang menarik, ketika prosesi dimulai, biasanya pada pukul 10.00 pagi, cuaca sangat cerah dan umat tersengat terik mentari. Tetapi di tengah kecerahan itu tiba-tiba turun hujan lokal yang sangat lebat. Meski demikian, ribuan umat peziarah yang mengikuti prosesi itu tetap kusuk mengikutinya sambil berdoa mengantar patung Tuan Meninu. Selanjutnya pada sore hari pukul 15.00 Wita, umat peziarah mengikuti upacara wafat Tuhan Yesus (cium salib) di Gereja Katedral Reinha Rosari Larantuka. Dan pada pukul 20.00 Wita (Jumat malam, Red) dilanjutkan dengan prosesi Jumat Agung.
Dalam prosesi ini belasan ribu umat dilepas secara teratur dengan memegang lilin bernyala, berjalan kaki sambil berdoa dan menyanyikan kidung-kidung rohani mengelilingi rute prosesi Jumat Agung dan mengunjungi delapan armida. Prosesi itu biasanya tuntas pada pukul 02.00 atau 03.00 Wita/dini hari (memasuki hari Sabtu pagi, Red).
Membanjirnya ribuan peziarah dari luar Kabupaten Flotim membuat Kota Larantuka menjadi lautan manusia. Sejumlah hotel/penginapan yang layak di kota kecil ini diisi penuh dengan tamu-tamu. Bahkan perumahan penduduk menjadi home stay dalam sepekan.
Di bidang ekonomi juga terjadi perubahan. Harga barang kebutuhan pokok mengalami kenaikan seketika dalam pekan terakhir menyambut puncak Semana Santa di Larantuka. Bahkan di sudut-sudut jalam umum di kota itu berdiri kios-kios dadakan yang menjual makanan ringan, minuman dan kostum bertuliskan Semana Santa dan aksesoris rohani lainnya yang bisa dijadikan cendera mata buat para pendatang di Kota Reinha itu.Yang menjadi hal krusial dan menyita perhatian Polres Flotim adalah soal keamanan lalu lintas di jalan umum. Betapa tidak, membanjirnya umat peziarah ke Kota Larantuka mengakibatkan seluruh ruas jalan umum di kota itu padat seketika dan ramai dengan arus kendaraan bermotor yang hilir mudik.
Membanjirnya ribuan peziarah dari luar Kabupaten Flotim membuat Kota Larantuka menjadi lautan manusia. Sejumlah hotel/penginapan yang layak di kota kecil ini diisi penuh dengan tamu-tamu. Bahkan perumahan penduduk menjadi home stay dalam sepekan.
Di bidang ekonomi juga terjadi perubahan. Harga barang kebutuhan pokok mengalami kenaikan seketika dalam pekan terakhir menyambut puncak Semana Santa di Larantuka. Bahkan di sudut-sudut jalam umum di kota itu berdiri kios-kios dadakan yang menjual makanan ringan, minuman dan kostum bertuliskan Semana Santa dan aksesoris rohani lainnya yang bisa dijadikan cendera mata buat para pendatang di Kota Reinha itu.Yang menjadi hal krusial dan menyita perhatian Polres Flotim adalah soal keamanan lalu lintas di jalan umum. Betapa tidak, membanjirnya umat peziarah ke Kota Larantuka mengakibatkan seluruh ruas jalan umum di kota itu padat seketika dan ramai dengan arus kendaraan bermotor yang hilir mudik.
Kondisi ini membuat petugas lalu lintas kelimpungan mengatur arus lalu lintas di jalan umum, apalagi jalan di kota itu relatif sempit dengan lebar 2 - 4 meter saja. Menghadapi situasi seperti itu, masyarakat Kota Larantuka dan para peziarah dari luar Flotim selalu mengeluhkan kemacetan lalu lintas akibat sempitnya jalan alternatif yakni Jalan III di kaki Ile Mandiri itu. Karena pada hari Jumat pagi setiap tahun, jalan umum masuk Kota Larantuka yang dijadikan rute tetap prosesi Jumat Agung ditutup total. Dengan demikian arus lalu lintas keluar-masuk Kota Larantuka harus menggunakan Jalan III sebagai jalan alternatif mulai dari samping SDK 4 Larantuka lurus menuju Kelurahan Postoh. Keluhan ini tampaknya belum juga mendapat perhatian dari Pemkab Flotim. Buktinya, ruas jalan alternatif itu tetap sempit seperti puluhan tahun silam. Padahal umat atau peziarah berharap Kota Larantuka yang unik dengan prosesi Jumat Agung itu menjadi perhatian khusus dari Pemkab Flotim dan Pemprop NTT. Misalnya, kondisi fisik Jalan III yang menurut rencana ditembuskan ke Kelurahan Waibalun harus menjadi prioritas dalam pembangunan Kota Larantuka sebagai kota religius. Seandainya Jalan III itu diperluas, dilebarkan dan aspalnya hotmix, niscaya menjadi kebanggaan kota yang setiap tahun dikunjungi umat/tamu/pembesar dari ibukota negara ini, bahkan dari luar negeri. Singkat cerita, Kota Larantuka dan segala aksesorisnya harus menjadi perhatian Pemkab Flotim dan Pemprop NTT untuk terus ditata dan dirias menjadi kota religius yang memesona.
Selain Jalan III, pemerintah juga diharapkan bekerja sama dengan gereja dan umat meningkatkan kualitas jalan/rute prosesi Jumat Agung ini. Paling tidak rute jalan prosesi berbentuk huruf U atau lingkaran memanjang itu dilebarkan lagi dan dibuatkan aspal hotmix. Di sepanjang kiri-kanan rute/jalan prosesi itu bila perlu ditata menyerupai taman kecil agar bisa dibedakan dari ruas jalan umum lainnya di Kota Larantuka. Mungkinkah semua ini dikerjakan Pemkab Flotim? Jawabannya kembali kepada Pemkab Flotim. Masyarakat Flotim tentu mendukung pembangunan Flotim mulai dari desa-desa. Tetapi apalah artinya kalau desa-desa maju lalu Kota Larantuka sebagai ibukota Kabupaten Flotim buruk, kotor dan semrawut. Apalagi setiap tahun yang datang ke Flotim pasti pertama kali menginjakkan kaki di Kota Larantuka sebelum ke desa. Karena itu, setuju atau tidak, Kota Larantuka perlu mendapatkan perhatian dalam alokasi dana APBD Flotim. Meski sedikit nilainya, namun pasti Kota Larantuka harus dipoles Pemkab Flotim, pihak Keuskupan Larantuka bersama segenap umatnya. Semoga. (habis). (Martin Lau)
Sumber: Pos Kupang, 19 Maret 2008
Ket foto: Puluhan ribu peziarah tumpah ruah di laut mengikuti Proses Jumat Agung di Larantuka, Flores Timur, Nusa Tenggara Timur.
Foto diambil pada 1 April 2010. Dok. Ansel Deri
Ket foto: Puluhan ribu peziarah tumpah ruah di laut mengikuti Proses Jumat Agung di Larantuka, Flores Timur, Nusa Tenggara Timur.
Foto diambil pada 1 April 2010. Dok. Ansel Deri
0 komentar:
Silahkan berkomentar
Tuliskan apa pendapatmu...!