Headlines News :
Home » » Orang Flores Jadi Penasihat Paus

Orang Flores Jadi Penasihat Paus

Written By ansel-boto.blogspot.com on Thursday, March 13, 2008 | 10:32 AM

Orang Indonesia jadi pejabat teras di Vatikan? Jadi penasihat Paus Benediktus XVI? Wow, ini luar biasa! Saya lebih terkejut lagi setelah tahu bahwa pastor muda itu berasal dari Flores Timur, kabupaten saya, di pelosok Nusa Tenggara Timur.

Pater Markus Solo Kewuta, SVD (lahir di Lewouran, Flores Timur, 4 Agustus 1968) sejak Juli 2007 resmi menjabat anggota Dewan Kepausan untuk Dialog Antaragama. Bahasa kerennya: Pontifical Council for Interreligious Dialogue. Pater Markus menangani desk dialog Kristen-Islam di Asia, Amerika Latin, dan Afrika Sub-Sahara.

“Puji Tuhan, kita harus bersyukur karena ada orang Flores Timur mendapat jabatan bergengsi di Vatikan. Ia orang Indonesia pertama yang tembus birokrasi Vatikan,” ujar Eduardus, teman asal Flores Barat, yang tinggal di Surabaya.

Belum lama ini kami cangkrukan, minum kopi, sambil ngobrol ngalor-ngidul. Ya, politik, hierarki, Flores, pilkada, lumpur lapindo.... Eh, tiba-tiba ada teman Flores yang kasih lihat majalah HIDUP edisi 20 Januari 2008, yang memuat kabar gembira itu.

“Ini jelas sejarah baru. Bayangkan, orang kampung terpencil bisa menjadi orang penting di Gereja Katolik. Bukan sekadar di Indonesia, tapi dunia,” komentar Freddy, bekas aktivis mahasiswa, juga anak Flores.

Lulus Seminari San Dominggo, Hokeng, Flores Timur, Markus Solo Kewuta sejak dulu dikenal cerdas. Otak encer, kata orang Flores. Dan, biasanya, calon pastor yang sangat cerdas dikondisikan untuk “makan sekolah” di luar negeri. Tak tanggung-tanggung, Markus Solo melanjutkan studi ke Slazburg, Austria, tempat lahir maestro Wolfgang Amades Mozart.

Sangat pas karena sejak di Hokeng Markus Solo Kewuta sangat doyan musik, bikin lagu, menjadi dirigen paduan suara, bahkan sempat rekaman lagu-lagu daerah. “Musik itu hobi yang menyenangkan,” tutur putra Nikolaus Kewuta, petani miskin di kampung itu. Mamanya, Getrurdis, ibu rumah tangga biasa.

Nah, beda dengan kebanyakan pastor di Flores Timur yang ditahbiskan di kampung halaman, dengan pesta meriah minimal tiga hari tiga malam, Markus Solo Kewuta SVD ditahbiskan di Austria. Saya tidak tahu apakah di kampungnya Mozart ini masih banyak orang yang “pigi gereja” dan mengapresiasi seorang gembala jemaat, pastor. Tapi bisa saya jamin tahbisan Pater Markus Solo Kewuta akan lebih ramai kalau dilakukan di kampung.

Sempat bekerja di paroki di Salzburg selama dua tahun, Markus Solo Kewuta melanjutkan ke Universitas Innsbruck, Austria. Dia fokus di islamologi, sebuah studi yang telah dirintisnya sejak di Seminari Tinggi Ledalero (1988). Tahun 2002 Markus lulus dengan predikat luar biasa: summa cum laude.

Sejak itu Markus mendalami bahasa Arab, bahasa yang sangat penting dalam studi islamologi, di Kairo, Mesir. Selain bahasa Arab, saat ini Pater Markus Solo Kewuta fasih berbahasa Jerman, Italia, dan Inggris. Belum beberapa bahasa daerah di Flores Timur, plus bahasa Nagi alias bahasa Melayu-Larantuka. Tapi, yang jelas, Pater Markus belum bisa bahasa Jawa dan Madura macam saya. Hehehe....

Nah, di Mesir ia beroleh gelar licensiat. Markus Solo kemudian balik ke Austria, bukan Flores atau tempat lain di Indonesia. Pada tahun 2006-2007 Markus Solo Kewuta diangkat menjadi rektor Institut Afro-Asia di Wina.

Singkat cerita, awal 2007 Pater Markus Solo Kewuta SVD dipanggil oleh Takhta Suci untuk wawancara khusus. Sukses! Ia dianggap pantas masuk Dewan Kepausan untuk Dialog Antaragama. “Rasanya seperti mimpi. Saya tidak pernah membayangkan bisa bergabung dalam tim penasihat Bapa Suci,” ujarnya.

Bagaimana Markus Solo Kewuta tertarik mengkaji agama Islam secara mendalam? Ini juga mengherankan karena penduduk Flores Timur itu hampir semuanya Katolik. Pengetahuan orang Flores tentang Islam rata-rata sangat rendah. Tata cara salat, ambil air wudhu, hitungan rakaat, syariat puasa, zakat, infaq, sodaqah, halal, haram, makruh, lailatulqadar, mahram... dan sebagainya boleh dikata orang Flores itu tak paham lah. Gak ngerti blasss! Saya sendiri baru paham setelah hijrah ke Tanah Jawa.

Pater Markus Solo pun pada awalnya kesulitan. “Saya belajar dari buku-buku karena memang orang Islam di Flores tidak banyak,” paparnya. Maklum, sejak sekolah dasar pria berbadan kekar ini suka membaca. Dari bacaan-bacaan itulah, dia mengenal agama Islam serta kenyataan bahwa kaum muslim mayoritas mutlak di Indonesia.

Sang ayah, Bapa Nikolaus Kewuta, mula-mula takut anaknya, calon pastor, belajar agama Islam. Buat apa? Mengapa pilihan studimu aneh-aneh? Bapa Kewuta juga khawatir dengan keselamatan pribadi anaknya. Namun, Markus Solo jalan terus karena islamologi sangat menarik, menantang, dan langka.

Pada akhirnya, sikap Markus Solo Kewuta yang istikamah (konsisten, serius, fokus) sejak 1980-an kini sudah berbuah. Ia tercatat sebagai orang Indonesia pertama di jajaran Dewan Kepausan di Vatikan sana. Sebuah prestasi dan kebanggan bagi orang Flores (NTT), tapi juga umat Katolik di Indonesia.

“Kalau dulu orang-orang Eropa itu datang ke Flores untuk mengatolikkan kita, sekarang gantian lah. Kita orang yang jadi misonaris di Eropa supaya dorang pigi gereja lagi,” begitu komentar enteng-entengan kita punya teman dari kampung.
Sumber: hurek.blogspot.com, 1 Maret 2008
SEBARKAN ARTIKEL INI :

0 komentar:

Silahkan berkomentar

Tuliskan apa pendapatmu...!

 
Didukung : Creating Website | MFILES
Copyright © 2015. Ansel Deri - All Rights Reserved
Thanks to KORAN MIGRAN
Proudly powered by Blogger