SAYA mendapat kabar dari Sr Amaria Labaona, SSpS (dua kari kanan gambar ini-pen) yang saat ini menjadi misionaris di Jepang.
Sr Amaria dan rekan-rekannya awal April lalu berkesempatan mendaki Gunung Fujiyama dan menikmati puncak gunung tertinggi di Jepang itu.
“Aduh! Sungguh indah pemandangan Gunung Fujiyama. Saya sungguh menikmati betapa Ia mencintai dan menyertai hidup saya sebagai seorang anak dari kampung terpencil, Atawai (Atawuwur), di pedalaman Pulau Lembata,” kata Sr Amaria, SSpS.
Sr Amaria dan rekan-rekannya awal April lalu berkesempatan mendaki Gunung Fujiyama dan menikmati puncak gunung tertinggi di Jepang itu.
“Aduh! Sungguh indah pemandangan Gunung Fujiyama. Saya sungguh menikmati betapa Ia mencintai dan menyertai hidup saya sebagai seorang anak dari kampung terpencil, Atawai (Atawuwur), di pedalaman Pulau Lembata,” kata Sr Amaria, SSpS.
Saya dan Sr Amaria pernah satu kelas saat masih sekolah di SMP Lamaholot Boto dan Sekolah Pendidikan Guru Kemasyarakatan (SPGK) Lewoleba, Lembata. Sebelum menuju Puncak Fujiyama, ia mengabarkan, saat itu cuaca Nagoya, Jepang sangat cerah.
Semua penghuni negeri para pengeran itu bergembira menikmati keindahan-Nya. Begitu pula saat berada di Puncak Fujiyama, ia terus memanjatkan doa mengagumi keagungan Tuhan. Bahkan rasanya ia berada di Puncak Gunung Labalekan, gunung yang juga menjadi salah satu obyek pendakian bagi siswa sekolah dasar dan menengah di selatan Lembata.
“Saat berada di Puncak Fujiyama salju begitu lebat dan dingin sekali. Tapi syukur saya sudah terbiasa dengan empat musim di sini sehingga walau dingin dan panas, itu sudah menjadi bagian dari hidup dan perutusanku di negeri Sakura ini,” cerita biarawati yang tengah merampungkan Program Magister (S-2) Teologi, ini.
Meski mencoba menyesuaikan diri dengan cuaca Jepang, toh, bukan berarti ia terbebas dari sergapan penyakit. Suster Amaria sempat menderita pilek akibat salju dan kepungan dingin Fujiyama.
Namun, selama berada di Puncak Fujiyama, ia terus merenungi perjalanan hidupnya hingga Tuhan berkeputusan menunjuk dirinya menjadi pelayan Tuhan. Ia begitu mengagumi rencana Tuhan atas dirinya.
Ia tak pernah membayangkan kalau Tuhan memanggil dirinya di kampung Atawai atau Atawuwur, nun di pedalaman Pulau Lembata untuk menjadi pelayan Tuhan. Apalagi, harus terbang ke Negeri Sakura demi sebuah janji pada-Nya mewartakan kasih dan cinta bagi sesama.
“Selama seharian di Puncak Fujiyama, air mata sedih, bahagia, syukur, berat, pasrah mengalir tak bisa saya bendung. Saya tak habis bersyukur. Tidak ada kata yang bisa saya ungkapkan. Sungguh. Tuhan punya rencana Ilahi,” kata salah satu putri guru Fransiskus Bako Labaona ini.
Ansel Deri
Ket foto: Sr Amaria, SSpS (kedua dari kanan) bersama rekan-rekannya sebelum mendaki puncak Gunung Fujiyama, Jepang. Biarawai asal Desa Atawai, Kecamatan Nagawutun, Lembata, NTT, mengungkapkan kekagumannya kepada saya terkait panorama alam gunung tertinggi di Negeri Matahari Terbit. Foto: dok. Sr Amaria, SSpS.
salam kenal Bung Ansel
ReplyDeleteSalam kenal juga, bung Zainal Abidin
Delete