Headlines News :
Home » » Sepenggal Kisah Pelancong Luar NTT tentang Lembata

Sepenggal Kisah Pelancong Luar NTT tentang Lembata

Written By ansel-boto.blogspot.com on Tuesday, November 25, 2008 | 1:37 PM

Pengantar–Seorang pengunjung dari luar NTT, menceritakan sekilas perjalanannya saat berada di Lembata. Saat berjalan dari Lewoleba menuju Wulandoni, ia menyaksikan kondisi jalan yang memprihatinkan.

Ruas jalan mirip medan off road sehingga membuat oto (sebutan khas untuk angkutan penumpang) harus ngos-ngosan menerobos tanjakan, turunan, dan belokan yang tajam jalanan dengan aspal yang hanya tambal sulam.

Tapi, si pengunjung ini menuturkan: selama dalam perjalanan penumpang terhibur dengan suguhan musik sang sopir dengan lagu-lagu daerah bahkan yang lagi ngetren di Indonesia. Berikut kisahnya.

PUAS berputar-putar di Lewoleba, ibukota Kabupaten Lembata, saya pun melanjutkan perjalanan ke Wulandoni. Salah satu keunikan Wulandoni adalah pantainya yang indah. Dan tentu saja Lamalera, desa tempat tinggal para pemburu ikan paus.

Tidak ada jarak yang terlalu jauh di Lembata, sayang jalanan yang sangat rusak membuat perjalanan memakan waktu lama. Wulandoni dan Nubatukan kira hanya berjarak 8 km. Tetapi karena dibatasi gunung, orang pun harus berjalan memutar sejauh hampir 30 km.

Di Jawa, jarak sejauh itu bisa dilalui dalam waktu 30 menit. Tetapi dengan medan off road Lembata, jarak sejauh itu bisa memakan waktu hingga 3 jam. Itu pun masih waktu tempuh paling cepat. Jika ada longsor atau hujan deras, jarak sejauh itu bisa memakan waktu seharian.

Perjalanan saya kali ini menggunakan truk yang dimodifikasi menjadi mobil penumpang. Bak truk yang biasanya digunakan untuk mengangkut barang dipoles dengan tambahan atap. Sekilas mobil ini mirip mobil patroli Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP). Hanya saja kursi penumpangnya menghadap ke depan.

Orang lokal menyebut kendaraan ini oto. Mirip di Kupang, oto sederhana ini juga dilengkapi sound system berkekuatan besar. Lagu yang disetel pun mulai lagu daerah hingga lagu-lagu terkini. Lumayan bisa menghibur penumpang selama perjalanan.

Jalur yang dilalui oto untuk menuju Wulandoni tergolong sangat berat. Sebagian besar jalanan belum diaspal. Jika hujan datang, oto pun berkubang lumpur. Belum lagi tanjakan, turunan, dan belokan tajam yang bisa membuat penumpang yang baru pertama kali melewati jalur ini pusing tujuh keliling.

Bosan duduk di dalam, akhirnya saya mengikuti beberapa kru oto yang duduk di atap mobil. Selama sisa 2 jam perjalanan, saya dengan beberapa teman tim SPKP Lembata mencoba duduk di atas atap.

Goyangan di sini memang lebih parah. Tapi pemandangan dan sensasi perjalanan lebih terasa. Bagaimana tidak, sedikit mobil bergoyang, penumpang di atap mobil setengah mati menahan tubuh agar tidak terjatuh.

Cukup lama menikmati pemandangan hutan yang masih lebat, akhirnya oto memasuki daerah Wulandoni. Dari kejauhan terlihat pemandangan lautan luas yang indah. Beberapa teman tak lupa mengabadikan pemandangan tersebut meski setengah mati menahan goyangan oto.

Akhirnya setelah menuruni lereng gunung (Labalekan) yang agak curam, saya pun sampai di Wulandoni. Belum sempat menginjakkan kaki di tanah Wulandoni saya pun mulai berencana untuk berburu tulang ikan paus dan ekor pari. Namun sebelum itu terlaksana, saya harus turun dulu dari atap oto.
Sumber: www.blog-indonesia.com
Ket Foto: Suasana pasar tradisional dengan cara barter
di Pasar Wulandoni, Kecamatan Wulandoni,
Lembata, NTT. Foto: mdandriana.multiply.com
SEBARKAN ARTIKEL INI :

0 komentar:

Silahkan berkomentar

Tuliskan apa pendapatmu...!

 
Didukung : Creating Website | MFILES
Copyright © 2015. Ansel Deri - All Rights Reserved
Thanks to KORAN MIGRAN
Proudly powered by Blogger