Headlines News :
Home » » Pastor Nicholas Strawn, SVD: Tetap di Indonesia

Pastor Nicholas Strawn, SVD: Tetap di Indonesia

Written By ansel-boto.blogspot.com on Friday, December 19, 2008 | 6:10 PM


Awalnya ia susah masuk Indonesia. Tetapi setelah 40 tahun berkarya, misionaris asal Amerika Serikat (AS) ini ingin terus berada di antara umatnya.

Bila ada imam yang berusaha mendekatkan diri ke umat dalam pelayanan, salah satunya adalah Pastor Nicholas Strawn SVD (70). Pastor paroki santo Joseph Boto, Keuskupan Larantuka, Nusa Tenggara Timur (NTT) ini berperinsip bahwa karya pastoral akan berhasil bila mendapat dukungan dari umat. (catatan: kini beliau melayani Misa dan Sakramen bagi orang sakit di RS Bukit Lewoleba, Lembata, NTT-pen)

Sebagai pastor, ia dengan berusaha menjadi pelayan umat. Selain melayani ekaristi kudus, ia juga memberi pelayanan dalam bidang lain. Misalnya, memberi obat-obatan kepada umatnya yang sedang sakit. Jika ada yang mau menerima permandian, Pastor Niko turun sendiri melakukan pembinaan kepada orang tua dan wali permadian. Demikian pula kepada para calon penerima komuni pertama.

Tentu saja umat merasa senang bisa dekat dengan imamnya. Seperti disampaikan Aloysius Tana Botoor, warga stasi Santu Petrus Puor, Paroki Boto. “Kedekatanya tidak hanya nampak dalam karya pelayanan patoral, tetapi juga dalam melakukan tugas-tugas sosial lainnya,” ujarnya. Umat lainya, Gabriel Buka Mudaj dari Stasi Boto juga senang melihat pastornya mau duduk bersama umat. Misalnya dalam acara minum tuak yang menujukkan tali pengikat persahabatan.

Keluarga Taat

Pastor Niko Strawn dilahirkan di Oelwein, negara bagian Ohio, Amerika Serikat, pada 24 September 1934. Ia adalah putra keenam dari pasangan Loren David Strawn dan Loretta Marry Bauer yang telah almarhum. Benih panggilan menjadi imam tumbuh pada waktu ia berusia 12 tahun. Waktu itu ia masih duduk di bangku Sekolah Dasar Katolik di tempat kelahirannya. Ia dibesarkan dalam keluarga yang taat beragama. Ia masih ingat, semasa kecil ibunya membuat altar kecil di rumahnya yang diberi patung Bunda Maria. Di sekitar altar diletakkan bunga-bunga segar.

Ia berkisah, setiap selesai makan malam, ibunya mengumpulkan anak-anaknya untuk berdoa. Dalam doa itu ibunya selalu memohon agar salah satu putranya terpanggil menjadi imam. “Kalau Tuhan berkenan, utuslah seorang putraku bekerja di kebun anggur-Mu,” ungkapnya menirukan doa ibunya.

Keluarganya memang memberi pengaruh besar pada panggilan imamatnya. Panggilannya juga di kuatka oleh Pastor William Bauer SVD, pamannya yang ia sangat kagumi. Pamannya ini sering berkunjung ke rumahnya. Niko yang waktu itu masih kecil sangat mengagumi sosok imam yang berbudi luhur, bijaksana, dan penampilan menarik ini. Lama kelamaan ia memutuskan untuk menjadi seorang imam.

Pada 1948, dalam usia 14 tahun ia masuk seminari, sampai akhirnya ditahbiskan sebagai imam SVD pada 2 Februari 1962 ia ingin menjadi misionaris yang berkarya di Indonesia. Tetapi kemauannya untuk masuk ke Indonesia tidaklah mudah. Situasi politik Indonesia pada 1960–an tidak kondusif karena konfrontasi dengan Malaysia. Tetapi setelah berusaha keras akhirnya Pastor Niko berhasil mendapatkan visa Indonesia. Ia tiba di Jakarta pada 26 November 1963. Oleh karena kondisi Ibu Kota Negara kurang kondusif, ia pergi ke Ende, Flores yang merupakan pusat Provinsial SVD. Uskup Larantuka Mgr Anton Thijssen menugaskannya di Paroki Lerek, Pulau Lembata. Di paroki ini ia mengabdi selama 24 tahun.

Pastor Niko mengawali tugasnya di Lerek dengan berat. Selain berkarya sendirian, ia sulit berkomunikasi dengan umatnya dalam bahasa Indonesia karena umatnya berbahasa daerah. Tetapi ia belajar secara otodidak.

“Meskipun berat, tapi saya mengalami kebaikan hati dari umat Lerek. Merka sangat terbuka dengan saya dalam pelayanan,” tuturnya. Setelah merayakan pesta perak imamatny di paroki ini pada 2 Februari 1987, ia dipindahkan ke Paroki Santu Joseph Boto, Lembata.
Prinsip mol

Setelah selama 40 tahun bertugas di Lerek dan Boto, Pastor Niko menyadari bahwa ia tidak sendirian tetapi selalu bersama orang lain. Ia merasa dirinya diselamatkan oleh umatnya dan konfrater yang bertugas di Lembata. “Setelah saya merefleksikan perjalanan imamat, ternyata ada teman-teman sesama imam yang justru memperkuat kesatuan dan sikap persaudaraan antara kami,” katanya penuh syukur.

Dalam melayani umatnya, Pastor Niko mempunyai perinsip mengajak umat untuk selalu memperhatikan orang lain, yang dalam bahasa setempat di sebut mol.dalam bahasa Lamaholot, mol berarti duluan. Dalam kehidupan antarumat, sebaiknya saling memperhatikan dan mendahulukan pelayanan satu dengan yang lain. Maka mol dalam konteks ini berarti juga mestinya umat bisa mengembangkan diri, saling menolong, memupuk toleransi, dan mengutamakan kepentingan bersama.

“Tanpa nilai-nilai itu masyarakat yang sejuk sulit tercipta,” pesannya. Ia menyitir surat Paulus kepada umat di Korinthus, ‘Aku menanam, Apolos menyiram, tetapi Tuhan memberi pertumbuhan’. Pastor Niko mengungkapkan, perikop ini terjadi di Lerek. Setelah ia menyiram selama 24 tahun, ternyata Tuhan memberi pertumbuhan. Kini jumlah imam yang berasal dua paroki ini sekitar 50 orang. Seorang di antara mereka adalah Uskup Jayapura, Mgr Dr Leo Laba Ladjar OFM. Selain itu juga para suster yang jumlahnya jauh lebih banyak.

Cita-cita lainnya yang sedang diperjuangkannya adalah memantapkan kelompok umat basis (KUB) yang kuat dan kokoh. Ia berharap melalui KUB ini umat merasakan dan menikmati kemandirian dalam beriman kepada Yesus sebagai pusat kehidupan cinta yang abadi. Ia tak henti-hentinya mengajak umat mengikuti jalan kasih Yesus. “Umat saya ajak untuk mengikuti yesus dengan tangan dan hati terbuka,” ungkapnya.


Selama 40 tahun berkarya di Indonesia pastor yang murah senyum ini merasa dipenuhi rahmat melimpah. Ia tidak merasa kecewa datang ke Indonesia karena umat dan masyarakat di tempatnya berkarya sangat mengasihinya. Setiap kali ia pergi ke Amerika kakaknya selalu bertanya. ‘Kapan adik pulang ke Amerika?’ Ia selalu menjawab, “Saya akan tetap tinggal di Indonesia selama masih mampu dan umat membutuhkan tenaga saya.” (Konrad R Mangu/Ernie Botoor)
Ket Foto: Pastor Nicholas Strawn SVD (1) dan sejumlah umat stasi Boto, Paroki St Joseph Boto, Keuskupan Larantuka, Nusa Tenggara Timur (2).
Sumber: HIDUP, 10/10 2004
Foto: dok. Ansel Deri
SEBARKAN ARTIKEL INI :

0 komentar:

Silahkan berkomentar

Tuliskan apa pendapatmu...!

 
Didukung : Creating Website | MFILES
Copyright © 2015. Ansel Deri - All Rights Reserved
Thanks to KORAN MIGRAN
Proudly powered by Blogger