Headlines News :
Home » , » Marlis Mudaj: Mahasiswa Udik Jadi Asisten Dosen di Kota Batik Pekalongan

Marlis Mudaj: Mahasiswa Udik Jadi Asisten Dosen di Kota Batik Pekalongan

Written By ansel-boto.blogspot.com on Wednesday, January 14, 2009 | 9:59 AM

Seorang anak Lembata, Maria Sesilia Mawar Mudaj, menunjukkan prestasi akademik membanggakan di Sekolah Tinggi Manajemen Informatika Komputer (STMIK) Widaya Pratama, Pekalongan, Jawa Tengah. Marlis, sapaan akrabnya, menjadi asisten dosen mata kuliah: Design Grafis dan Perancangan Basis Data.

Marlis anak pasangan Frans Lua Mudaj dan Kristina Kilok. Kini, guru Frans mengajar di sekolah dasar Katolik (SDK) Atawai, Kecamatan Nagawutun, Lembata, Nusa Tenggara Timur. Jabatannya kepala sekolah. Sekolah ini di bawah asuhan Yayasan Persekolahan Umat Katolik Flores Timur (Yapersuktim), yayasan milik Keuskupan Larantuka.

Awalnya, Marlis berniat kuliah di kota gudeg Yogyakarta atau Metropolitan Jakarta. Ia memang naksir beberapa perguruan tinggi terkemuka seperti Universitas Gajah Mada (UGM), Unika Atmajaya Yogyakarta, Universitas Indonesia (UI), Trisakti, atau Unika Atmajaya Jakarta.

Apalagi, ia menyadari diri punya prestasi akademik bagus setelah lulus dari Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) I Nagawutun tahun 2006. Ia pingin kuliah keperawatan agar kelak bisa membantu orang di kampungnya. Namun, keinginannya itu terganjal masalah biaya. Ayahnya, yang hanya guru sekolah dasar tentu tak mampu membiayainya hingga sarjana.

“Saya akhirnya memutuskan kuliah di Pekalongan. Pilihan ini beralasan karena kebetulan adik ayah bertugas di sana. Ia seorang biarawati. Selain menunaikan tugas-tugas kerohanian, beliau juga mengajar di sebuah sekolah Katolik,” kata Marlis kepada Flores Pos, melalui surat elektronik (e-mail), Kamis (18/12) lalu.

Adik ayahnya, Suster Maria Thresiani, SND, kini menjadi Kepala SD Pius Pekalongan. Sekalipun jabatannya kepala sekolah, toh, biarawati yang juga lama menjadi guru di Pulau Lembata, itu masih mengemban tugas tambahan sebagai wali kelas IV.

“Saya selalu mendorong dia agar tetap belajar rajin. Membaca harus dijalani sebagai kebutuhan dan hobby agar banyak informasi bisa didapat. Kalau sudah memutuskan jauh dari orangtua maka konsekuensinya harus rajin belajar karena merekalah yang mendukung dalam urusan biaya. Sebagai anak, merekapun harus belajar tanggung jawab pada orangtua yang telah membiayai kuliah,” kata Sr Thresiani menasehati ponakannya itu.

Asisten Dosen

Menurut Marlis, sejak semester tiga, ia menunjukkan prestasi akademik di antara rekan-rekan mahasiswa di jurusannya. Nilai indeks prestasi kumulatif (IPK)-nya: 3,70. Prestasi itu membuat dosen bangga. Rasa syukur juga datang dari Sr Thresiani, SND.

“Sejak Agustus 2007 hingga Agustus 2008, saya jadi asisten dosen mata kuliah Design Grafis dan Perancangan Basis Data. Kepercayaan ini tak saya terima begitu saja. Itu juga beban karena saya harus siap mentransfer ilmu kepada teman-teman mahasiswa lainnya,” jelas anak kampung lulusan SMP Lamaholot Boto, Lembata, tahun 2003, ini.

Marlis mengaku bangga. Sekalipun dari daerah, ia bisa berprestasi di bangku kuliah. Buktinya, sejak November 2008 ia menerima tawaran lagi dari Pak Rifqi, Ketua Laboratorium Komputer STMIK Widaya Pratama sebagai asisten dosen. Padahal, ia harus punya waktu untuk belajar.

Sejak mendaftar Marlis disarankan langsung Rektor STMIK untuk masuk jurusan Sistem Informasi. Ia menolak karena tak begitu tertarik. Soalnya, anak kampung ini mengaku nggak bisa menganalisa. Ia malah lebih tertarik dengan teknologi informatika.

Dua jurusan ini, kata Marlis, memiliki sedikit perbedaan pendalaman. Kalau Sistem Informatika menjurus ke sistem hardware alias perangkat keras (komputer). Sedangkan Teknologi Informatika menjurus ke hardware-nya.

“Ada yang sudah menawarkan saya bekerja di perusahaan setelah lulus nanti. Tapi, masih saya pertimbangkan karena harus berkonsentrasi kuliah dan tugas tambahan sebagai asisten dosen,” lanjut Marlis, yang mengaku tinggal 3 semester lagi meraih gelar sarjana.

Ada yang lucu jika menengok masa lalu. Saat masih di kampung halamannya, Lembata. Sekolahnya, SMP Lamaholot Boto, saat itu jauh dari sentuhan teknologi informasi apalagi koran dan majalah sekalipun bekas. Tapi, minat baca orang kampung sangat tinggi. Begitu pula saat sekolah di SMAN I Nagawutun, yang katanya, berada di hutan bahan bacaan sangat langka.

“Sekali-kali kami baca Dian, Kunang-Kunang. Juga Mingguan HIDUP yang terbit di Jakarta. Itu pun sudah out of date alias edisi-edisi lama. Sedangkan Dian dan Kunang-Kunang diterbitkan Konggregasi SVD yang berpusat di Ende, Pulau Flores. Saat itu, kami anak-anak sekolah sedikit terbantu dengan sumber informasi dari media itu,” cerita Marlis.

Ia mengharapkan agar Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) melalui Komisi Pendidikan mengirim koran atau majalah bekas melalui kesukupan bagi sekolah-sekolah yang berada di pedalaman Lembata.

“Kalau saat ini orang kota sudah sangat akrab dengan internet, di pedalaman Lembata anak-anak sekolah baru mulai akrab dengan koran dan majalah bekas. Kalau saja KWI mengirim koran atau majalah bekas, minat membaca akan semakin tinggi. Kalau nggak salah banyak wartawan dan penulis besar nasional lahir dari Lembata. Mungkin mereka pernah mengalami kondisi tak menguntungkan itu,” lanjut Marlis.

Tapi, kondisi yang pernah ia alami saat itu bukan berarti mematahkan semangat belajarnya. Bagi Marlis, prestasi adalah segalanya. Prestasi hanya diraih melalui belajar tekun dan diskusi di antara rekan-rekan siswa lain di sekolahnya.

“Saya pernah mewakili SMAN I Nagawutun ikut cerdas cermat tingkat SLTA di Kota Kupang untuk mata pelajaran Fisika. Sedangkan Biologi diwakili siswa dari SMAN Nubatukan 2 Lewoleba,” kenang Marlis.

Ia mengisahkan, kegiatan cerdas cermat tingkat SLTA itu diselenggarakan Universitas Katolik Widya Mandira dan Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang, NTT. Prestasi itulah yang mendongkrak semangatnya hingga mulai menunjukkan prestasi akademiknya di kota Batik Pekalongan, Jawa Tengah. Proficiat!
Ket foto: Marlis Mudaj, anak Lembata yang perlahan-lahan meraih prestasi akademik di STMIK Widaya Pratama, Pekalongan, Jawa Tengah.
Sumber: Flores Pos 12/1 2009
Teks & foto: Ansel Deri
SEBARKAN ARTIKEL INI :

1 comment:

  1. hei bro bole qt kenalan?,karena gue juga akan lembata lho..

    ReplyDelete

 
Didukung : Creating Website | MFILES
Copyright © 2015. Ansel Deri - All Rights Reserved
Thanks to KORAN MIGRAN
Proudly powered by Blogger