Headlines News :
Home » » Raden Adjeng Suminar: Sosok yang Peduli Pendidikan dan Orang Kecil

Raden Adjeng Suminar: Sosok yang Peduli Pendidikan dan Orang Kecil

Written By ansel-boto.blogspot.com on Tuesday, July 07, 2009 | 10:54 AM

Ia berhasil mempertahankan disertasi doktor bidang manajemen di Universitas Negeri Jakarta (UNJ) pada Rabu, 27 Juli 2006 dengan predikat sangat memuaskan. Dua minggu sebelumnya, suami tercinta H. Suharno juga meraih gelar pada bidang yang sama di kampus itu. “Dengan bekal ilmu saya bisa memberikan yang terbaik bagi bangsa dan negara,” ujar Dr. Hj. Raden Adjeng Ratna Suminar, SH, MM, di rumahnya, Kayu Putih, Jakarta Timur.

RATUSAN tamu dan undangan memenuhi salah satu ruangan di Universitas Negeri Jakarta di kawasan Rawamangun, Jakarta Timur, Rabu, 26 Juli 2006 pagi. Hari itu, menjadi hari yang membahagiakan. Bu Adjeng, sapaan akrabnya. Saat itu, staf pengajar Universitas Dharma Persada Jakarta, berhasil meraih gelar doktor.

Bu Adjeng mempertahankan disertasinya berjudul Hubungan Antara Pengetahuan Pengawasan, Motivasi Bersaing dan Wawasan Manajerial Dengan Keefektifan Sekolah Dasar di Kabupaten Bandung dalam ujian terbuka.

Dalam disertasinya, Adjeng yang kini dipercaya sebagai Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Demokrat Jawa Barat mencoba menyoroti soal masih kurang efektifnya sekolah dasar di Jawa Barat.

Hal itu sebabkan karena belum optimalnya pengetahuan pengawasan dan motivasi bersaing dari setiap kepala sekolah. “Setiap kepala sekolah dasar perlu dirangsang agar memiliki pengetahuan pengawasan yang lebih optimal dan memiliki motivasi untuk bersaing dengan sekolah lain. Kalau setiap kepala sekolah sudah punya jiwa bersaing dalam pendidikan, berarti sudah ada kemajuan di sekolah yang dipimpinnya,” ujar Bu Adjeng.

Kebahagiaan wanita pengusaha dan aktivis sosial kelahiran Bandung, 2 November 1961, juga dirasakan sang suami, Dr. Ir. H. Suharno, MM dan dua putri tercinta: Hj Annisa Permata Sari dan Hj Almira Nindya Artha.

Sedang putra sulungnya, H. Isa Agung Wicaksono, tak sempat hadir karena berada di negeri Matahari Terbit, Jepang. Ia tengah merampungkan kulih di National Defense Academy (NDA) Yososuka, Tokyo.

Para undangan kebanyakan para dosen, pengusaha, para aktivis sosial kemasyarakatan, dan mahasiswa larut dalam kebahagiaan atas prestasi akademik yang diraih Bu Adjeng. Juga beberapa anggota DPRD Jawa Barat, pengurus Partai Demokrat dan ibu-ibu dari Bandung, Jawa Barat.

Namun, yang lebih menambah kegembiraannya yakni kehadiran Ny Mastuti Rahayu, adik Ibu Negara Hj. Ani Bambang Yudhoyono. Bu Tuti, Ny Mastuti Rahayu, adalah Ketua Dewan Pembina Perempuan Demokrat Republik Indonesia (PDRI), organisasi sayap Partai Demokrat.

“Pertama, saya mengucapkan Syukur Alhamdullilah kepada Allah subhanawataala karena atas Ridho-Nya sehingga semua (kuliah) berjalan lancar dan sukses. Saya juga berterima kasih kepada suami dan anak-anak tercinta atas doa, cinta, dan perhatian mereka sehingga saya berhasil menyelesikan tugas mulia ini. Kehadiran Ibu Tuti dan teman-teman menambah kebahagiaan saya dan keluarga. Juga para pembimbing saya yang setia membimbing saya hingga meraih gelar doktor,” ujar Bu Adjeng usai sidang terbuka.

Utamakan Pendidikan

Menurut Bu Adjeng, pendidikan merupakan bekal bagi masa depan. Hidup dari keluarga mantan wedana yang sedikit berkecukupan tetap memacu dirinya untuk mengenyam pendidikan demi meraih cita-cita akan sebuah masa depan yang lebih baik.

Baginya, pendidikan merupakan modal utama dalam hidup. Atas bimbingan kedua orangtua tercinta, Bu Adjeng berhasil tamat di SDN Nagrak tahun 1974. Setelah itu, ia masuk SMP Muhammadiyah Majalaya, Bandung dan selesai pada tahun 1977.

Kemudian, Bu Adjeng melanjutkan studinya di SMA Negeri Baleendah, Bandung. Sekolah ini terletak di tengah persawahan dan menjadi pilihan kebanyakan anak-anak kampung yang kurang mampu melanjutkan sekolahnya. Selain itu, jarak yang dekat menjadi pertimbangan lainnya. Bu Adjeng memilih SMAN Baleendah agar tetap menyatu dengan orang-orang kampung.

Padahal, jika mau memilih maka sekolah-sekolah favorit dan bergengsi di jantung kota Bandunglah yang dituju. “Bagi orang kaya, kebanyakan nggak mau sekolah di situ karena tempatnya di tengah-tengah pesawahan. Orang kaya biasanya memilih sekolah ke Bandung. Nah, Adjeng malah senang bersekolah di situ,” kata Iyah Pardiyah, sahabat karib Bu Adjeng.

Pengagum Muder Teresa, biarawati Katolik dari Kalkuta, India, ini menyadari ungkapan pendidikan seumur hidup, life long education. Semangat belajarnya tak pernah padam. Selepas SMAN Baleendah tahun 1980 ia masuk Universitas Islam Nusantara (Uninus) Bandung dan berhasil meraih gelar Sarjana Muda. Kemudian, ia berhasil meraih gelar S-1 pada universitas yang sama tahun 1994.

Gelar Magister Manajemen diraihnya dari Sekolah Tinggi Manajemen Jakarta. Kemudian pada Juli tahun lalu berhasil meraih gelar doktor. Kebahagiaan dan rasa bangga menjadi komplit. Pasalnya, wanita pengusaha ini menyandingkan gelar doktor bidang manajemen yang lebih dahulu diraih suami tercinta, H. Suharno di universitas yang sama.

Kerja keras, tekun, dan pantang menyerah selalu ada dalam kamus hidupnya (Baca: Sisi Lain Ibu Wong Cilik). Mungkin itu yang bisa disimpulkan dari sosok ibu satu putra dan dua putri ini. Betapa tidak. Wanita ini tergolong pekerja keras. Selain mengurus keluarganya, ia juga masih mencurahkan waktu, pikiran, dan tenaganya mengelola Yayasan Islam Adjeng Suharno miliknya.

Salah satu bidang pengabdian yayasan yang berdiri pada 22 Juli 1994 ini adalah membantu kaum dhuafa dan yatim piatu, terutama dalam urusan pendidikan. Sedangkan dalam partai politik (parpol), ia adalah ketua partai yang didirikan Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Presiden yang juga Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat.
Dukungan keluarga

Sukses meraih gelar akademik tertinggi tak lepas dari dukungan suami. Juga ketiga buah hatinya: Isa, Annisa, dan Almira. Dalam keluarga pasutri doktor ini, semangat dan disiplin sepertinya sudah menjadi bahasa wajib. Termasuk soal urusan pendidikan. Putra dan putrinya pun tergolong pintar. Tak ayal, mereka selalu mengincar sekolah favorit dan unggulan.

Tapi, saat ketiganya mengidolakan SMAN 8 Tebet, Jakarta Selatan, Bu Adjeng menyarankan mereka masuk SMA Taruna Nusantara Magelang, Jawa Tengah. Saran sang bunda itu diterima.

Mengapa? “Di SMA Taruna Nusantara, siswanya diajarkan mandiri karena mereka tinggal di asrama. Di sana mereka bisa belajar mengatur diri sendiri. Misalnya, cuci baju sendiri. Semua itu akhirnya membuahkan hasil menggembirakan. Anak-anak saya memahami arti disiplin,” ujar Bu Adjeng bangga. Kini ketiga anaknya tengah kuliah guna menata masa depannya.

Nasehat Orangtua

Bu Adjeng lahir dari pasangan H. Raden Ganda Syaputra Adiwijaya dan Hj. Raden Djuleha. H. Raden Ganda Syaputra adalah tokoh masyarakat Bandung yang sederhana dan berjiwa sosial.

Ia juga pernah menjabat Wedana Pandeglang, Banten. Hidup mereka terbilang berkecukupan dan suka membantu masyarakat yang kurang mampu. Satu hal yang diwariskan pada anak-anak mereka, termasuk Bu Adjeng, yakni selalu melihat orang kecil yang tak mampu di sekelilingnya.

Nasehat kedua orangtuanya membekas dalam hati Bu Adjeng serta saudara dan saudarinya. Tak ayal, ia selalu merasa prihatin dan membantu orang-orang kecil yang kurang mampu.

Hingga kini, misalnya, ia selalu membagikan nasi bungkus kepada anak jalanan di suatu tempat. di sudut Kota Metropolitan, Jakarta Kegiatan ini dilakukan Yayasan Islam Adjeng Suharno secara rutin. Sekadar tahu. Yayasan ini merupakan yayasan sosial yang dikelola Bu Adjeng dan keluarganya.

Pengalaman masa kecil pernah ia rasakan. Pada sebuah pagi yang sejuk di Kampung Nagrak, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Saat itu, Adjeng kecil berjalan kaki menyusuri lorong kecil menuju SDN Nagrak yang jaraknya mencapai 5 kilo meter. Di sekolah itu
Adjeng menimbah ilmu demi masa depan.

“Saat lewat di atas jembatan saya bertemu seorang kakek bersama cucunya. Mereka membawa sayur dan buah-buahan ke pasar. Entah kenapa, bawaan anak kecil itu jatuh dan tercebur ke sungai. Si anak ini menangis karena dimarahi kakeknya. Saat itu saya merasa prihatin,” ujar Bu Adjeng mengenang masa kecilnya di tatar Sunda.

Pada waktu yang lain, saat dengan teman-temannya berjalan kaki ke sekolah ia melihat banyak anak sekolah tanpa alas kaki. Padahal, jaraknya terlalu jauh bagi anak seusianya. Jika panas atau hujan, pilihannya adalah berteduh di bawah emperan tajur, semacam Musholla.

Namun suatu ketika ia merasa cemas saat berteduh di bawah tajur karena takut dimarahi penjaganya. Ternyata, si pemilik tajur menyuruh Adjeng dan teman-temannya masuk ke dalam agar tidak basah karena hujan.

“Dalam hati saya berdoa kepada Allah bahwa kalau suatu saat punya cukup uang maka saya akan membangun Masjid,” katanya dalam hati. Alhasil, doanya terjawab. Dalam sebuah kesempatan kunjungan ke almamaternya, SDN Nagrak Bandung, ia mendapat informasi bahwa masih ada beberapa siswa yang sudah 15 tahun belum mengambil ijazanya karena tak punya uang.
Bu Adjeng akhirnya mengatasi masalah yang dihadapi anak-anak itu. Mereka bisa menerima ijazah yang menjadi haknya. Ia juga pernah menyaksikan seorang anak kecil dipukuli hanya karena mencuri singkong. Bu Adjeng tak tega menyaksikan anak itu sehingga korban dibawa ke Jakarta dan disekolahkan hingga sarjana.

”Bayangkan dengan orang kaya yang sekali makan di hotel berbintang 5 dan menghabiskan Rp. 6 juta hanya untuk tiga orang. Tidakkah terpikirkan orang-orang yang untuk bisa makan tiga kali sehari saja tidak bisa rutin,” kata Bu Adjeng retoris.

Nah, komitmen dan kepedulian yang tinggi itulah maka warga Cililin, Bandung Ny. Siti menjuluki Bu Adjeng sebagai ibu wong cilik. Julukan itu bukan tanpa alasan. Maklum. Bu Adjeng dan keluarganya selalu membantu orang-orang kecil kurang mampu. Apalagi, mereka tengah dalam kesusahan.

Sedang, sebagian waktunya digunakan membantu wong cilik. Namanya pun akrab di kalangan masyarakat miskin. “Saya dan warga miskin lainnya pernah dibantu Bu Adjeng saat tertimpa musibah bencana alam beberapa waktu lalu,” kata Siti, yang pernah merasakan sentuhan kasih Bu Adjeng.

Riwayat Singkat

Nama lengkap : Dr. Hj. Raden Adjeng Ratna Suminar, SH, MM
Tempat/lahir: Bandung, 2 November 1961
Agama: Islam
Nama suami: Dr Ir Suharno, MM

Nama anak:
-H. Isa Agung Wicaksono
-Hj. Annisa Permata Sari
-Hj. Almira Nindya Artha.

Pendidikan
-Sekolah Dasar Negeri (SDN) Nagrak, Bandung tahun 1974.
- SMP Muhammadiyah Majalaya, Bandung tahun 1977.
- SMAN Baleendah, Bandung tahun 1980.
- Sarjana Muda Universitas Islam Nusantara tahun 1986.
- S-1 Fakultas Hukum Universitas Islam Nusantara Bandung, tahun 1989.
- S-2 Sekolah Tinggi Manajemen Labora Jakarta tahun 1995.
- S-3 Universitas Negeri Jakarta (UNJ) tahun 2006.

Aktivitas :
-Dosen Universitas Dharma Persada Jakarta.
-Ketua Yayasan Islam Adjeng Suharno.
-Ketua DPD Partai Demokrat Jawa Barat.


Sisi Lain Ibu Wong Cilik

SUATU pagi pada Jumat, 31 Maret 2006, nama Hj. Dr Raden Adjeng Ratna Suminar, SH, MM masuk dalam daftar yang diundang Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ke kediamannya, Puri Cikeas, Gunung Putri, Bogor, Jawa Barat. Undangan SBY, sapaan akrab Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, dalam kapasitas sebagai Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat.

Pada saat itu, Bu Adjeng dan sejumlah petinggi partai itu akan diberikan arahan dalam rangka kunjungan sejumlah pengurus partai itu ke Kualalumpur, Malaysia selama tiga hari, 1 hingga 3 April.

Tak mau menyia-nyiakan kesempatan selama kunjungannya di negeri Para Dato itu, Adjeng teringat Siti Kodijah. Saat itu, TKW asal Pulau Madura tersebut ramai diberitakan media massa nasional sudah 6 bulan tak sadarkan diri alias koma di Rumah Sakit (RS) Universitas Kebangsaan Malaysia. Nah, di sela-sela kunjungan itu, Bu Adjeng menyempatkan diri mengunjungi pahlawan devisa itu di rumah sakit tersebut

”Saya akhirnya berhasil memulangkan Siti (Siti Kodijah) ke kampung halamannya di Madura. Setiba di Bandara Internasional Juanda Surabaya, saya langsung antar dia ke kampung. Setiba di sana keluarganya menangis histeris karena anggota keluarganya bisa kembali ke kampung halaman. Buat saya ini kerja kemanusiaan. Saya tidak tega dengan orang itu karena dalam keadaan koma sendirian tanpa didamping keluarga,” ujar Bu Adjeng.

Tak hanya itu. Bersama Ny Mastuti Rahayu, mereka pernah memberikan bantuan kepada keluarga M. Nur Fauzan. Nur adalah bocah yang lahir tanpa batok kepala di RS Budi Kemuliaan (BK) Batam, Provinsi Kepulauan Riau.

Bahkan Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) Sufomeni, Kelurahan Naioni, Kecamatan Alak, Kota Kupang pun pernah dikunjunginya bersama Ny Mastuti dan ibu-ibu PDRI di sela-sela kunjungan di Kupang. Di posyandu itu, sebanyak 63 anak penderita gizi buruh mereka bantu.

Di bidang pendidikan? Sudah banyak ia lakukan. Pada 26 September tahun lalu Ketua Umum DPP Partai Demokrat H. Hadi Utomo menyerahkan 25 paket beasiswa dari Yayasan Islam Adjeng Suharno untuk mahasiswa Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung. Paket itu diterima pangsung Pembantu Rektor (Purek) III Unpad Syarif A Barmawi. Kemudian, 25 paket lainnya ia serahkan dalam kapasitas sebagai ketua partai.

Siapa sangka di luar itu ia seorang penulis. Sejumlah artikelnya menyebar di sejumlah media massa. Ia juga aktif melakukan penelitian. Misalnya, Permasalahan Merk, Fungsi Undang-Undang Merk Perniagaan Dalam Perdagangan Di Indonesia, Aktualisasi Pasal 33 UUD Dalam Pengentasan Kemiskinan, Pengenalan Pelatihan ISO 9000 Tahun 1997, dan lain-lain.

Beberapa buku karyanya antara lain, Cara Bijak Menghadapi Realitas Remaja Muslim, Tiada Sukses Tanpa Dosa, Surat Yasin dan Bimbingan Tahlil, Yang Terpendam di Balik Ritual Haji, Kepada-Nya Kupasrahkan, Bunga-Bunga Hikmah dari Bandung Selatan, dan lain-lain. (Ansel Deri)
Ket foto: Dr Hj. Raden Adjeng Ratna Suminar, SH, MM saat ujian doktoral (gbr 1), bersama keluarga (gbr 2) dan dalam sebuah acara kunjungan kerja sebagai anggota DPR RI di Tawau, Malaysia Timur. Foto: dok. Ansel Deri
SEBARKAN ARTIKEL INI :

0 komentar:

Silahkan berkomentar

Tuliskan apa pendapatmu...!

 
Didukung : Creating Website | MFILES
Copyright © 2015. Ansel Deri - All Rights Reserved
Thanks to KORAN MIGRAN
Proudly powered by Blogger