Headlines News :
Home » » Menjaga Budaya Masyarakat Marapu

Menjaga Budaya Masyarakat Marapu

Written By ansel-boto.blogspot.com on Monday, January 11, 2010 | 1:44 PM

Ratusan orang berbondong- bondong pergi ke Kampung Tarung, Kecamatan Loli, Waikabubak, Kabupaten Sumba Barat, pada hari Minggu, 15 November 2009. Semua orang yang datang memakai kain tenun ikat khas Sumba. Laki-laki mengikatkan kain di pinggangnya sekaligus menggantungkan parang di pinggang sisi kanan. Si perempuan menggunakan kain ikat sebagai sarung.

Orang tua, muda, anak kecil, semuanya ikut berkumpul di Kampung Tarung untuk memeriahkan puncak peringatan Wula Podu (bulan suci) yang dilakukan masyarakat Marapu. Upacara Wula Podu diselenggarakan di tiga kampung utama, yakni di Wee Bangga (sekitar 15 kilometer dari Waikabubak), Kampung Bodo Maroto (sekitar 3 km dari Waikabubak), dan Kampung Tarung. Nah, di Kampung Tarung inilah puncak semua upacara Wula Podu sehingga semua orang ingin bergembira bersama.

Biasanya, masyarakat Marapu di wilayah Kota Waikabubak melakukan upacara Wula Podu antara bulan Oktober dan November. Penentuan bulan suci ini bergantung pada penghitungan dari tetua adat. Selama bulan itu, masyarakat Marapu tidak diperbolehkan menyelenggarakan pesta dan membangun rumah. Masyarakat Marapu juga tidak boleh memukul gong.

Untuk itulah, ketika acara puncak penutupan Wula Podu, suara gong mulai dibunyikan. Masyarakat Marapu yang datang dari beberapa rumah induk di Kampung Tarung mulai menari. Laki-laki dan perempuan menari di tempat yang sama. Seorang laki-laki meneriakkan kata pule dan dibalas para penari lainnya dengan teriakan yang sama. Mereka menari gembira. Para perempuan yang mengenakan kapota (topi) di kepala mengentakkan kaki sebagai tanda kegembiraan. Penari laki-laki mengacungkan parang dengan tangan kanan dan kaki dientakkan ke tanah. Semua orang tertawa senang.

Gerakan tarian yang diayun masyarakat Marapu selama beberapa hari ini menjadi tontonan masyarakat Sumba. Ketika hari semakin sore, hujan yang turun dari langit tidak dihiraukan mereka. Malahan, masyarakat Marapu semakin bergembira. Apalagi, hujan itu menyisakan tanah hitam basah yang kemudian dioleskan kepada sesama penari.
Teks: Susie Berindra. Foto: Totok Wijayanto
Sumber: Kompas, 10 Januari 2010
SEBARKAN ARTIKEL INI :

1 comment:

  1. Wouw makasih ya bos tulisannya...
    karena sudah muat tentang daerah saya...
    kalo bleh saling link ke blog saya juga ya.. kalo sempat...
    ato cari juga di blog: keywods; maru kanisa atau waikabubak
    http://waikabubak-maru.blogspot.com

    ReplyDelete

 
Didukung : Creating Website | MFILES
Copyright © 2015. Ansel Deri - All Rights Reserved
Thanks to KORAN MIGRAN
Proudly powered by Blogger