Kepolisian Resor (Polres) Lembata dan Kejaksaan Negeri (Kejari) Lewoleba telah berkoordinasi penyelidikan dugaan penyimpangan dan korupsi pembangunan jobber (fasilitas penimbunan bahan bakar minyak).
Kepala Polres Lembata, AKBP Marthin Johannis, S.H, dikonfirmasi melalui Kasat Reskrim, AKP Samuel Sumihar Simbolon, S.H, Selasa (5/1/2010), menyatakan, koordinasi ini untuk memastikan apakah kasus dugaan korupsi dan penyimpangan kewenangan itu ditangani penyidik tindak pidana korupsi (tipikor) Polres Lembata atau Kejari Lewoleba.
"Kejari Lewoleba pernah menerima laporan kasus ini. Polisi juga menerima pengaduan yang sama dari masyarakat sehingga polisi dan kejaksaan perlu koordinasi, apakah kasus jobber ini ditangani kepolisian atau kejaksaan. Ataukah dibentuk tim penyidikan bersama," kata Samuel.
Samuel menyakinkan bahwa dugaan penyimpangan pembangunan jobber menguras APBD Lembata sebesar Rp 18,7 miliar berikut dana perjalanan dinas DPRD dan eksekutif sebesar Rp 8 miliar menjadi jadi prioritas penyelidikan.
Semua hal yang terkait dengan penyimpangan jobber, tegas Samuel, akan diusut tuntas sehingga memberikan kepastian informasi kepada masyarakat.
Ditemui terpisah, Selasa (5/1/2010), Direktur Florata Coruption Watch, Piter Bala Wukak, S.H, menegaskan, kehadiran proyek jobber bukan untuk kepentingan rakyat, melainkan kesempatan kepada elit meraih rezeki.
Kalau tujuan untuk rakyat, demikian Piter, maka rakyat sudah seharusnya menikmati harga minyak subsidi. Namun, kenyataan sampai sekarang belum dinikmati.
Piter mengatakan, berkembang informasi bahwa pemerintah mengajukan tambahan anggaran uji coba mengambil minyak dari Surabaya, Jawa Timur.
Namun, banyaknya persyaratan yang belum dipenuhi pemerintah daerah dalam pengoperasian jobber, maka niat melakukan uji coba kandas. DPRD tidak menyetujui alokasi anggaran.
"Lebih prioritas saat sekarang proyek itu harus dinikmati masyarakat. Tetapi setahun lebih belum dimanfaatkan. Masalahnya ada di mana? Apa yang mereka kerjakan selama ini. Jaksa dan polisi harus segera mengusut kasus ini, baik penyimpangan proyek dan perjalanan dinas Rp 8 miliar. Jumlah ini separuh dari anggaran jobber," kata Piter.
Apabila benar, demikian Piter, anggaran perjalanan dinas Rp 8 miliar, maka seluruh anggaran sampai pembangunan jobber mencapai Rp 26 miliar lebih.
Piter mengajak semua elemen masyarakat dan aparat penegak hukum bersama-sama membangun gerakan menentukan sikap menghentikan semua program yang tidak bersentuhan dengan kebutuhan masyarakat.
Selama ini, kata Piter, program miliaran rupiah hasilnya manipulasi. Kesempatan bagi-bagi jatah proyek dan keuntungan tambahan perjalanan dinas untuk urusan sana-sini.
Kecenderungan dari tahun ke tahun di Lembata, ungkpa Piter, semua aktivitas bersentuhan dengan rakyat diproyekan agar semua orang bisa nimbrung dan mendapatkan keuntungan.
Bupati Lembata, tandas Piter, lebih suka buat proyek miliaran rupiah, tapi dampaknya jarang dirasakan rakyat. (ius)
Sumber: Pos Kupang, 6 Januari 2010.
Ket foto: Salah satu SPBU di Jalan Parangtritis KM.15,2, Patalan Jetis, Bantul, Yogyakarta yang dibangun awal 2005 dan beroperasi April tahun yang sama. Di Lembata, NTT, pembangunan fasilitas penimbunan bahan bakar minyak (jobber) terindikasi korupsi. Kasus itu tengah ditangani pihak penyidik Polres Lembata. Ilustrasi foto: www.irpramana.com
0 komentar:
Silahkan berkomentar
Tuliskan apa pendapatmu...!