Headlines News :
Home » » Sidang Pembunuhan Yohakim Langoday: Empat Saksi Diperiksa Marathon

Sidang Pembunuhan Yohakim Langoday: Empat Saksi Diperiksa Marathon

Written By ansel-boto.blogspot.com on Friday, January 22, 2010 | 3:29 PM

Empat orang saksi kasus pembunuhan Yohakim Laka Loi Langodai, diperiksa secara marathon dalam sidang di PN Lewoleba, Kamis (21/1/2010), mulai pukul 10.00 Wita- pukul 19.40 Wita malam. Para saksi membeberkan berbagai kesaksiannya terkait pembunuhan tersebut.

Korban Yohakim yang adalah Kepala Bidang Pengawasan Laut dan Pantai Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Lembata itu, ditemukan sudah meninggal dunia pada hari Rabu 20 Mei 2009, di hutan bakau, sebelah timur landasan pacu Bandara Wunopito, Lewoleba.

Sidang kemarin menghadirkan tiga orang terdakwa pembunuh, yaitu Lambertus Bedi Langodai (adik kandung korban), Mathias Bala Langobelen dan Muhamad Pitang.

Sidang dipimpin Ketua Majelis Hakim, JPLTobing, S.H,M.Hum, hakim anggota Gustaf Bless Kupa, S,H, Wempy W.L.Duka, S.H, dan panitera Yoseph Lakapu, S.H. Tim JPU terdiri dari Didik Setyawan, S.H,M.H, Jeremias Pena, S.H, Herdian Rahardi, S.H, dan Janu Arsianto, S.H. Sedangkan terdakwa didampingi penasehat hukumnya, Alex Frans, S.H, dan Luis Balun, S.H.

Ratusan pengunjung memadati ruang sidang dan pelataran kantor PN Lewoleba. Beberapa kali, hakim menegur pengunjung yang membuat gaduh.

Empat saksi yang dihadirkan dalam sidang kemarin adalah Simon Gregorius Langodai, Antonius Buga (sepupu korban dan terdakwa Bedi), Yoseph Dahulo, dan Edy Kase. Sedangkan saksi Maria Inviolata, gagal hadir karena mengikuti ujian masuk pasca-sarjana di Kupang.

Saksi Simon menerangkan, begitu mendengar korban ditemukan tewas di hutan bakau dia langsung menuju ke lokasi tersebut. Ia mengikuti seluruh prosesnya mulai penemuan mayat, visum, otopsi sampai perubahan kelakuan terdakwa Bedi pada saat dan setelah kematian korban Yohakim.

Simon mengungkapkan bahwa keponakan korban, Clara Pertama Langodai alias Yoan menyampaikan kepadanya bahwa terdakwa Pitang pernah datang ke rumah korban menanyakan korban, saat korban masih berada di Manado.

"Sampaikan kepada kamu punya bapak besar, saya cari dia," kata Simon menirukan keterangan Yoan.

Namun keterangan Simon dibantah Pitang. Terdakwa berprofesi sebagai kontraktor instalatir ini menyatakan, tak pernah datang mencari korban di rumahnya. "Saya keberatan dengan keterangan itu. Saya tidak pernah cari korban ke rumahnya," bantah Pitang.

Simon membeberkan perubahan perilaku terdakwa Bedi setelah korban yang adalah adik kandungnya itu ditemukan tewas. Bedi tidak memperlihatkan sikap emosional spontan seperti yang sering ditampilkannya jika ada sanak familinya tersangkut masalah dengan orang lain. Bedi terlihat biasa-biasa saja menyikapi kematian adiknya. Bedi bahkan sering menghabiskan waktu dengan main kartu atau biliar.

Ketika jenazah korban ditemukan, Bedi menangis tanpa ada air mata. "Dia sedih atau tidak, saya tidak tahu," beber saksi Simon dalam sidang tersebut.

Demikian ketika semua anggota keluarga partisipasi mengumpulkan biaya selama kedukaan. "Kami yang lain spontan memberi, tetapi Bedi menulis angka Rp 500 ribu, tapi dia hanya beri Rp 250 ribu. Dia bilang kartu ATM-nya dimakan tikus," papar Simon.

Kelakuan Bedi lainnya ketika keluarga berupaya membantu penyidik Polda NTT mengungkap kematian Yohakim. Yoan mengeluhkan sikap Bedi yang selalu mengikutinya. Ia sering memberi tanda tutup mulut (jari telunjuk ditempelkan ke bibir), bila Yoan ditanya oleh polisi mengenai kematian Yohakim. Karena itu, ia bersama bapak kecilnya Markus Kraeng membawa Yoan ke Hotel Lewoleba supaya dimintai keterangan oleh penyidik Direskrim Polda NTT.

Menurut Simon, korban tak punya masalah dengan Bedi. Komunikasi antara mereka dan semua sanak famili berlangsung akrab. Bahkan ketika Bedi mengeluhkan tukang yang bekerja di proyeknya mogok kerja karena belum dibayar, korban meminjamkan sebatang gading miliknya kepada Bedi untuk digadaikan agar bisa membayar tukang. "Ini bukti bahwa hubungan mereka baik," kata Simon.

Sidang lanjutan mendengar keterangan saksi akan dilanjutkan, Kamis (28/1/2010). Sementara kabar beredar di Lewoleba menyebutkan, sidang kasus serupa dengan terdakwa Theresia Abon Manuk alias Erni Manuk dan mitranya Bambang Trihantara digelar hari ini, Jumat (22/1/2010) dengan agenda pembacaan dakwaan. (ius)

Saksi Angkat Bicara

Simon Gregorius Langodai (Kontraktor): Larang Ikut Tender

KORBAN tidak punya masalah dalam keluarga. Mereka akur-akur saja. Sebelum berangkat ke Manado mengikuti konferensi laut internasional, korban sempat cerita proyek di DKP. Saya katakan, 'kakak saya mau ikut tender'. Tapi dia larang kami jangan ikut tender proyek pengadaan kapal dan rumput laut di kantornya, karena dia ada di sana. Korban juga sudah larang Bedi jangan ikut tender. Korban bilang, kalau kamu gagal, nanti dia yang jadi beban. Kalau menang, juga akan jadi bahan omongan orang. Saya akhirnya tidak ikut. (ius)

Edy Kase (Tukang Bangunan): Lihat Oto Merah

SEKITAR pukul 13.00 Wita hari Selasa 19 Mei 2009, saya lihat ada oto (mobil) merah parkir sekitar satu jam di sekitar bandara (Wunopito). Jaraknya sekitar 50 meter dari tempat saya pasang batu pada bangunan. Saya tidak lihat ada orang di dalam oto. Sekitar satu jam kemudian, saya lihat oto merah tidak ada lagi. Pada pukul lima (17.00 Wita), saya pulang kerja di bandara bersama teman saya, namanya Spek dan Usman, saya lihat lagi mobil vitara merah di sana. Saya tidak tahu siapa-siapa yang ada di dalam oto merah itu. (ius)

Antonius Buga (PNS): Dikerubuti Semut

MENDENGAR korban meninggal, saya ke rumahnya dengan sepeda motor. sampai di rumah, keluarga bilang di hutan bakau. Saya langsung ke sana, dan di sana sudah banyak orang, saya hanya saksikan sekitar dua menit. Korban tidur terlentang, kepala ke arah selatan dan kaki ke arah utara. Wajah korban sudah dikerubuti semut. Ada tim medis yang datang dan mereka visum, setelah itu jenazah dibawa ke rumah. Hari Jumat dilakukan otoposi di RSUD Lewoleba. Jenazah dikuburkan hari Jumat malam. (ius)

Yoseph Dahulo (Wiraswasta): Erni di Kos Bambang

SEKITAR bulan Mei tahun 2009, saya lupa tanggal dan hari. Saya kirim SMS ke Bambang, tanya honor saya membantu kerja di proyek jobber. Isinya begini pak, 'apakah duitnya udah ada?' Bambang bilang belum ada. Dia bilang dia sakit. Saya penasaran dan tidak yakin, akhirnya saya dari Waipukang ke rumah kos Bambang di Lamahora. Kami duduk di teras, Pak Bambang keluar dari kamar. Di situ ada juga ada Erni Manuk. Tak lama datang Muhamad Pitang. Penjual es lewat, mereka beli es dan saya juga makan. Ibu Erni minta bantuan saya bersama Pitang dengan sepeda motor menyerahkan uang kepada Charles. (ius)

Sumber: Pos Kupang, 22 Januari 2010
Ket foto: Erni Manuk dan Bambang Trihantara, dua otak pelaku pembunuhan atas Yohakim Laka Loi Langoday di dekat Bandara Wunopito, Lewoleba, Lembata.
SEBARKAN ARTIKEL INI :

0 komentar:

Silahkan berkomentar

Tuliskan apa pendapatmu...!

 
Didukung : Creating Website | MFILES
Copyright © 2015. Ansel Deri - All Rights Reserved
Thanks to KORAN MIGRAN
Proudly powered by Blogger