MENDEKATI tahun baru Imlek 2561, kesibukan pabrik lilin dan hio Sumber Karya Hidup milik Can Yau Seng di Teluk Naga, Kampung Melayu, Tangerang, Banten, sudah mulai terlihat. Empat belas pekerja pabrik, Sabtu (23/1), sudah bekerja sejak pukul 06.00. Tanpa aba-aba, mereka langsung membagi-bagi tugas yang sudah mereka tekuni setiap harinya sejak delapan tahun lalu.
Tidak kurang dari 5 kuintal lilin dan 3 kuintal hio diolah setiap harinya untuk menyambut Imlek. Pontianak, Bangka Belitung, dan Jabodetabek adalah pasar tetap Koh Aseng, begitu panggilan akrab Can Yau Seng setiap tahunnya.
Meskipun dilengkapi dengan mesin cetak, usaha pembuatan lilin dan hio Koh Aseng tidak sepenuhnya modern. Tenaga manusia masih sangat dominan. Sebuah mesin cetak hio bahkan masih diputar dengan tenaga manusia.
Koh Aseng memproduksi beragam ukuran lilin. Terkecil berukuran setengah kati hingga lilin raksasa 1.000 kati berdiameter 50 sentimeter dengan tinggi 200 sentimeter.
Lilin raksasa inilah yang umumnya dipesan kelenteng untuk perayaan Imlek. Lilin raksasa yang harganya mencapai sembilan juta ini mampu menyala hingga lima bulan lamanya.
Koh Aseng memberikan sentuhan akhir pada setiap lilin Imlek yang seluruhnya berwarna merah tersebut. Agar terlihat lebih cantik, ia melapis lilin dengan plastik mika yang telah disablon dengan warna senada lengkap dengan gambar naga.
Demikian pula dengan hio belimbing dan hio obat nyamuk buatannya seluruhnya diberi warna merah menyala dan tentunya terakhir dikemas dengan plastik agar lebih rapi dan menarik.
Lilin dan hio Koh Aseng sudah banyak menghiasi tempat ibadah di banyak tempat. Sebut salah satunya Vihara Petak Sembilan di Tangerang, Banten, yang hampir tiap tahun memesan lilin dan hio Koh Aseng.
Tidak kurang dari 5 kuintal lilin dan 3 kuintal hio diolah setiap harinya untuk menyambut Imlek. Pontianak, Bangka Belitung, dan Jabodetabek adalah pasar tetap Koh Aseng, begitu panggilan akrab Can Yau Seng setiap tahunnya.
Meskipun dilengkapi dengan mesin cetak, usaha pembuatan lilin dan hio Koh Aseng tidak sepenuhnya modern. Tenaga manusia masih sangat dominan. Sebuah mesin cetak hio bahkan masih diputar dengan tenaga manusia.
Koh Aseng memproduksi beragam ukuran lilin. Terkecil berukuran setengah kati hingga lilin raksasa 1.000 kati berdiameter 50 sentimeter dengan tinggi 200 sentimeter.
Lilin raksasa inilah yang umumnya dipesan kelenteng untuk perayaan Imlek. Lilin raksasa yang harganya mencapai sembilan juta ini mampu menyala hingga lima bulan lamanya.
Koh Aseng memberikan sentuhan akhir pada setiap lilin Imlek yang seluruhnya berwarna merah tersebut. Agar terlihat lebih cantik, ia melapis lilin dengan plastik mika yang telah disablon dengan warna senada lengkap dengan gambar naga.
Demikian pula dengan hio belimbing dan hio obat nyamuk buatannya seluruhnya diberi warna merah menyala dan tentunya terakhir dikemas dengan plastik agar lebih rapi dan menarik.
Lilin dan hio Koh Aseng sudah banyak menghiasi tempat ibadah di banyak tempat. Sebut salah satunya Vihara Petak Sembilan di Tangerang, Banten, yang hampir tiap tahun memesan lilin dan hio Koh Aseng.
Teks dan foto-foto: Lucky Pransiska
Sumber: KOMPAS, 7 Februari 2010
Sumber: KOMPAS, 7 Februari 2010
0 komentar:
Silahkan berkomentar
Tuliskan apa pendapatmu...!