Headlines News :
Home » » Kuntoro Mangkusubroto:Kalau Salah, Bisa Jadi Badut

Kuntoro Mangkusubroto:Kalau Salah, Bisa Jadi Badut

Written By ansel-boto.blogspot.com on Monday, March 08, 2010 | 11:50 AM

Seisi Rumah Tahanan Wanita Pondok Bambu tergeragap ketika Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum mendadak berkunjung pada Minggu malam, 10 Januari lalu. Dengan rupa-rupa cara, petugas rumah tahanan berusaha menghalangi tim yang berniat melongok seluruh penjuru penjara di Jakarta Timur itu.

Berkat kunjungan tanpa undangan itu, borok di tahanan Pondok Bambu terungkap. Artalyta Suryani, terpidana kasus penyuapan jaksa Urip Tri Gunawan, ternyata mendapat perlakuan istimewa dibanding tahanan lainnya. Dia mendapat ruangan luas lengkap dengan televisi dan kulkas serta tempat bermain anak.

Namun, menurut Kuntoro Mangkusubroto, Ketua Satuan Tugas, tidak mudah mengulang kejutan seperti itu. Satuan Tugas tidak punya perangkat memadai untuk menjaring informasi. "Kami hanya berenam. Menyadap tidak bisa, intelijen juga tidak punya," katanya. Walhasil, mereka lebih banyak menunggu laporan masyarakat.

Sebagai Kepala Unit Kerja Presiden untuk Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan, Satuan Tugas hanya satu di antara segunung tanggung jawabnya. Setelah 129 rencana aksi di program seratus hari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tuntas, sekarang Kuntoro mesti memelototi 155 rencana aksi 2010. Setiap hari dia hinggap dari rapat ke rapat.

Tapi dia mengelak dibilang sibuk. "Buktinya saya masih sempat diwawancarai," katanya, diiringi derai tawa. Selama hampir satu setengah jam, Selasa pekan lalu itu, dengan santai Kuntoro melayani berbagai pertanyaan Tempo.

Satgas membuka PO Box 9949, bagaimana hasilnya?
Ada 299 pengaduan dari masyarakat. Kami baca, kami verifikasi, kalau masuk kategori penting, dilanjutkan. Tapi informasinya juga harus lengkap. Jika informasinya kurang lengkap, kami kembalikan untuk memperoleh informasi lebih banyak lagi.

Kasus Aan Susandhi dapat informasi dari pemberitaan?
Tidak. Ada serombongan orang datang ke sini menyampaikan pengaduan. Kami melihat ada sesuatu yang patut ditindaklanjuti, maka kami serahkan kepada kepolisian. Satgas ini bekerja ada batasnya. Kami tidak punya kewenangan proyustisia.

Selain kasus Aan, apakah banyak yang mengadu langsung ke Satgas?
Kami menghindar. Sebab, lama-lama kami tahu itu pendekatan mereka, yakni untuk menekan.
Gebrakan Satgas baru ke lembaga pemasyarakatan. Masyarakat menunggu gebrakan di kepolisian dan kejaksaan....
Satgas ini isinya hanya enam orang. Tidak punya organisasi yang besar dan perangkat yang hebat. Dan memang maksud Satgas bukan untuk itu. Kami juga sangat bergantung pada masukan yang diterima. Kalau masukan yang diterima lengkap, malam ini juga kami kerjakan. Dan jarang yang seperti itu. Kasus Artalyta itu masukannya lengkap sekali. Lembaga pemasyarakatan itu rangkaian paling hilir, sedangkan di hulu, yakni penyidikan, kasusnya lebih rumit. Penjara kan lokasinya tak bisa ke mana-mana. Kalau yang di hulu, semua pelakunya bergerak.

Tapi, kalau tidak digebrak, tidak berjalan?
Menggebrak hanya efektif kalau informasinya akurat sehingga sasarannya tepat. Ada salah sedikit saja, Satgas akan gagal atau menjadi badut. Sekali menjadi badut, integritas Anda jatuh. Tapi gebrakan ini sulit direncanakan karena sifatnya menunggu. Satgas tidak bisa jalan sendiri. Kami tidak punya perangkatnya. Menyadap saja tidak bisa, intelijen juga tak punya. Kami mendorong perubahan dari dalam saja.

Satgas tidak bisa mengembangkan organisasi dan menambah wewenang?
Kami tidak mau mengembangkan organisasi dan menjadi pesaing kejaksaan atau kepolisian. Tugas kami memberikan semangat dan dorongan untuk pembenahan.

Setidaknya Satgas bisa melakukan pemetaan masalah?
Itu sudah kami kerjakan. Kami memetakan bukan hanya dari membaca koran atau mendengar masukan. Kami sudah memetakan beberapa titik lemah dalam mafia hukum. Kami juga sudah memetakan hakim mana yang perlu dicermati.

Hasilnya disampaikan ke mana?
Kami sampaikan ke Komisi Yudisial, Komisi Pemberantasan Korupsi, atau Mahkamah Agung.

Bagaimana mafia hukum yang terkait dengan pengacara?
Itu wilayah yang sampai sekarang belum tertata petanya. Walaupun kami sudah menemukan beberapa titik yang perlu "disentuh", perbaikan pengacara harus dari internal mereka. Upaya eksternal tidak akan efektif.

Bagaimana pemetaan masalah di kepolisian dan kejaksaan?
Konsep reformasi kepolisian sepertinya memberikan harapan perbaikan. Misalnya dalam konsep penataan struktur kepolisian. Cetak birunya sudah ada, meskipun belum diimplementasikan. Jadi tunggu saja. Kalau kejaksaan, masih ditunggu blueprint-nya.

Apa yang mungkin menghambat reformasi kepolisian?
Kepolisian itu lembaga yang sudah mapan dengan tata caranya. Perubahan di situ harus dilakukan oleh orang dalam. Tak ada kekuatan di luar yang bisa mengubah. Anda bisa memaksakan perubahan dari luar, tapi biasanya tak berumur panjang. Dan kekuatan reaksi dari dalam bisa-bisa malah membuat konsepsi Anda terpental dan tak bersisa. Orang dalam itu mesti punya konsepsi serta pada saat bersamaan punya power dan otoritas.

Selain gebrakan Satgas, masyarakat kurang tahu Unit Kerja Presiden ini, terutama soal evaluasi kinerja kementerian....
Iya, tertutup berita kasus Century. Mafia hukum kan isu yang seksi, tapi kalau kinerja pemerintah, tanggapan orang, "Apa sih itu?" Padahal yang dilakukan cukup inovatif dan revolusioner. Cara berkomunikasi kementerian dengan kami di sini menggunakan Internet. Dengan Internet, kerjanya menjadi jauh lebih cepat. Kebiasaan-kebiasaan di pemerintahan di mana yang ditanya hanya segini (dia merentangkan jarinya), lalu jawabannya segini (dia melebarkan jarinya), bisa dihilangkan. Kebiasaan itu kan pemborosan, karena menyangkut penggunaan kertas, jam kerja, energi, dan sebagainya.

Untuk memantau proyek juga lewat Internet?
Misalnya, proyek Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat itu ada di lebih dari 1.700 lokasi. Lewat GoogleMap, proyek-proyek itu bisa dimonitor.

Jadi, kalau ada penggelembungan, misal cuma ada 500 lokasi tapi mengaku 1.700, bisa segera diketahui?
Benar. Contohnya, proyek pembangunan tempat pelelangan ikan di Baron, Gunung Kidul, Yogyakarta, Departemen Kelautan dan Perikanan mengatakan sudah selesai, tapi kami datangi tidak ketemu. Ternyata proyeknya dipindahkan. Berdasarkan koordinat yang mereka berikan, kami bisa lihat.

Kenapa ada kementerian yang diberi rapor merah?
Salah satu rencana aksi Kementerian Pendidikan Nasional adalah meng-upgrade 30 ribu kepala sekolah dan penilik sekolah. Hingga hari terakhir, yang berhasil cuma 27.700-an. Walaupun sebenarnya, kurang satu pun tetap saja merah. Soal Food Estate di Merauke memang belum siap. Akhirnya ditunda saja.

Benarkah Anda selalu mendampingi Wakil Presiden ketika menemui menteri, kepala daerah, dan pemimpin badan usaha milik negara?
Tidak selalu. Dalam peraturan presiden memang saya bertanggung jawab kepada Presiden, tapi sehari-hari melapor kepada Wakil Presiden.

Selama puluhan tahun egosektoral dan sekarang ditambah egoregional menjadi penghalang kerja pemerintah. Apakah Unit Kerja bisa intervensi?
Kami tidak punya otoritas. Kami selalu menggunakan kewenangan yang ada di Presiden. Persoalan di republik ini adalah persoalan antarsektor. Persoalan sektor hampir enggak ada masalah, tapi begitu dua sektor bergabung membangun sesuatu, biasanya muncul persoalan. Misalnya, masalah penanganan sampah yang tidak kunjung beres. Apa yang salah di Bandung? Apa yang salah di Tangerang? Atau di pertambangan, dalam sepuluh tahun terakhir tidak ada kegiatan eksplorasi baru.

Apakah masalah itu selalu terkait dengan pendapatan daerah?
Tidak selalu seperti itu. Kadang masalahnya simpel sekali, misalnya kalau hendak membuka perkebunan sawit, siapa paling berwenang memberikan izin. Apakah gubernur? Atau bupati? Atau Menteri Pertanian? Ketika sektor-sektor itu tidak menemukan kecocokan, ya tidak jadi-jadi proyeknya. Sektor pertambangan dan migas juga menghadapi persoalan serupa.

Apa yang dilakukan untuk mengatasi persoalan ini?
Melakukan pemaksaan-pemaksaan, ha-ha-ha....

Termasuk soal jalan tol yang membelah pesantren di Cirebon?
Itu cerminan otoritas yang tidak efektif. Kepemimpinan bupati tidak berani berhadapan dengan pesantren. Padahal, menurut undang-undang, dia punya otoritas dan bisa mengambil keputusan. Kasus seperti ini masalahnya bukan di peraturan, tapi soal kemauan dan keberanian. Kasus serupa terjadi juga di daerah lain.

Bagaimana Presiden menindaklanjuti laporan seratus hari?
Saya tidak memberikan penilaian, pertimbangan, atau rekomendasi. Saya hanya menyodorkan fakta dan data. Bagaimana Presiden mengambil langkah apa, itu urusan Presiden dengan para menteri. Disiplin seperti itu ditegakkan supaya tidak menimbulkan persoalan. Jadi kami tidak boleh menciptakan diri sebagai lembaga yang ditakuti, tapi institusi yang membantu. Perubahan itu tak bisa radikal, harus bit by bit. Kalau Anda mau perubahan cepat, pasti ada reaksi penolakan.

Sampai sekarang belum ada penolakan dari kementerian?
Saya tidak tahu. Mungkin di belakang layar ada, ha-ha-ha....

Di Unit Kerja ini Presiden memberikan keleluasaan?
Sampai sekarang tidak ada teguran ataupun sinyal yang membatasi kami.

Ada hotline dengan Presiden?
Ada tapi tidak pernah saya pakai. Ini kan bukan masa perang, ha-ha-ha....

Berapa kali ketemu Presiden dalam seminggu?
Yang pasti, seminggu sekali di sidang kabinet. Yang lain tak pasti. Kadang kalau beliau butuh, saya datang. Saya tak terlalu ingin menggerecoki beliau. Saya lebih banyak menggerecoki Pak Boediono karena jalurnya begitu.

Bagaimana dulu ceritanya Anda bisa jadi Kepala Unit Kerja? Kabarnya dulu ditawari posisi menteri?
Pada Juli lalu, saya diminta Presiden membantu beliau menyiapkan berbagai macam program untuk pemerintahan kedua. Menjelang pelantikan Presiden, beliau ingin saya menjabat menteri. Saya bertanya, lalu konsep yang kemarin itu siapa yang akan menjalankan? Beliau menjawab, ya Pak Kuntoro juga. Jadi merangkap. Saya bilang ini kerja full time, Pak. Dan mengerjakan ini penting sekali. Soal power, selama diberikan oleh Presiden, tak ada masalah. Akhirnya saya diberi tugas di Unit Kerja Presiden dengan posisi setara dengan menteri.

Soal koordinasi, apakah Unit Kerja tidak tumpang-tindih dengan Menteri Koordinator?
Tidak, karena kami fokus. Presiden dan Wakil Presiden dipilih karena menjanjikan sesuatu kepada rakyat. Janji itu ada di visi dan misi. Itulah yang kami jadikan pegangan. Semua atau sebagian besar janji itu harus terpenuhi lima tahun yang akan datang. Sebagai Unit Kerja Presiden, kami mengawal agar janji itu terpenuhi melalui 129 rencana aksi program seratus hari, melalui 155 rencana aksi di 2010, dan seterusnya. Jadi kami fokus, tidak terlibat urusan lain. Tapi pemerintahan bukan hanya program itu. Nah, yang lain itulah wewenang Menteri Koordinator.

Hasil Panitia Khusus Hak Angket Dewan Perwakilan Rakyat memojokkan Wakil Presiden Boediono dan Menteri Keuangan Sri Mulyani. Tapi Anda tetap berhubungan baik dengan mereka....
Itu wilayah politik, bukan proyustisia. Keduanya teman saya. Saya kenal Pak Boed, saya kenal Sri Mulyani. Saya percaya mereka tidak akan sampai hati mencederai kepercayaan yang diberikan negara kepada mereka.

Makanya Anda datang ke acara Friends of Sri Mulyani?
Ya, apa salahnya. Lain halnya kalau saya tidak percaya dia. Tak perlu ada Pansus DPR, saya tak akan datang. Tapi dia teman dan saya percaya integritasnya. Jadi kenapa harus pikir dua kali?

Kuntoro Mangkusubroto
Tempat dan Tanggal Lahir: Purwokerto, 14 Maret 1947
Pendidikan:
S-1 Teknik Industri, Institut Teknologi Bandung (1972)
S-2 Industrial & Civil Engineering, Stanford University, Amerika Serikat (1977)
S-3 Ilmu Keputusan, Institut Teknologi Bandung (1982)

Pekerjaan:

Direktur Utama PT Tambang Batubara Bukit Asam (1988)
Direktur Utama PT Timah (1989)
Menteri Pertambangan (1998)
Direktur Utama PT PLN (2000)
Kepala Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Nanggroe Aceh Darussalam dan Kepulauan Nias (2005)
Kepala Unit Kerja Presiden untuk Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (2009)
Sumber: Tempo, edisi 8-14 Maret 2010
Ket foto: Kuntoro Mangkusubroto (gbr 1) saat diterima Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada acara Pembubaran BRR Aceh-Nias di Istana Negara, Jumat, 17/4 2009 pagi (gbr 2). Foto: dok. www.primaironline.com & presidensby.info
SEBARKAN ARTIKEL INI :

0 komentar:

Silahkan berkomentar

Tuliskan apa pendapatmu...!

 
Didukung : Creating Website | MFILES
Copyright © 2015. Ansel Deri - All Rights Reserved
Thanks to KORAN MIGRAN
Proudly powered by Blogger