Berbagai bentuk pengusahaan mangan yang kini marak di Nusa Tenggara Timur, terutama di Pulau Timor, dinilai masuk kategori ilegal. Hal itu dinyatakan Bupati Kupang Ayub Titu Eki di Kupang, Rabu (25/8).
Regulasi terbaru tentang pertambangan mineral, termasuk mangan dan batu bara, adalah Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009, diikuti dua peraturan pemerintah (PP), yakni PP Nomor 22 dan PP Nomor 23 Tahun 2010, dari seharusnya empat PP.
Sejauh ini pemerintah provinsi dan sejumlah kabupaten/kota di NTT telah menerbitkan setidaknya 303 izin usaha pertambangan (IUP). Namun, Kabupaten Kupang hingga saat ini belum menerbitkan IUP.
”Di Kabupaten Kupang belum ada IUP aktif yang saya tanda tangani. Itu sesuai komitmen awal saya sebagai bupati untuk menghentikan sementara kegiatan penambangan di daerah ini selama regulasi belum mendukung,” kata Ayub Titu Eki.
Ia mengakui pernah menandatangani dua IUP, satu di antaranya atas nama PT AGB Mining. Namun, kedua IUP sudah dinyatakan tidak berlaku karena hingga batas waktu yang ditentukan, manajemen dua perusahaan itu tidak mampu memenuhi sejumlah persyaratan, di antaranya analisis mengenai dampak lingkungan (amdal).
Mengutip berbagai sumber, Titu Eki menuturkan, kandungan mangan di Timor masuk kategori terbaik di dunia. Dari rendemennya diketahui, kadar besinya di atas 60 persen, jauh di atas standar umum 44 persen untuk kategori istimewa.
Keunggulan lain, mangan di Timor ada di permukaan tanah. Hal itu berbeda dengan Manggarai, Pulau Flores, yang lapisan mangannya berada pada 15 meter dari permukaan tanah.
”Kita harus belajar dari cendana, madu, dan sapi, yang kini tinggal menjadi cerita kejayaan masa lalu. Mangan NTT, terutama Timor, menjadi incaran dunia. Jika penambangan tidak ditertibkan sejak dini, 5-10 tahun mendatang kandungan mangan Timor sudah terkuras habis dan meninggalkan lubang-lubang yang merusak lingkungan. Sementara masyarakat tetap miskin,” katanya.
Ayub Titu Eki menyatakan, eksploitasi mangan di Kabupaten Kupang hanya terbuka bagi investor yang siap membangun pabrik mangan di daerah ini. Dengan demikian, eksploitasi mangan dapat berlangsung lama, 30-50 tahun, dan akan memberikan nilai tambah optimal bagi masyarakat setempat.
Tak kenal moratorium
Kepala Dinas Pertambangan NTT Bria Yohanes di Kupang, Rabu siang, mengakui, UU Pertambangan Mineral dan |Batu Bara terbaru belum dilengkapi regulasi teknis, seperti PP secara penuh, juga peraturan menteri dan peraturan daerah. Namun, regulasi yang masih sebatas UU ditambah sebagian PP itu bukan alasan untuk menghentikan sementara (moratorium) penambangan.
”Perintah UU jelas, yaitu agar dilakukan penyesuaian, bukan menghentikan kegiatan penambangan. Mari kita tetap jalan sambil menata hingga kandungan mangan dan pertambangan lain bisa dimanfaatkan seoptimal mungkin untuk kesejahteraan masyarakat ,” katanya.
Sebelumnya, pertambangan di Indonesia diatur melalui UU No 11/1967 didukung PP No 32/1968, yang kemudian diganti dengan PP No 75/2001. PP terakhir ini tetap menjadi rujukan mekanisme dan prosedur pengusahaan pertambangan umum, selama UU baru belum dilengkapi regulasi teknis.
Sumber: Kompas, 26 Agustus 2010
Ket foto: Bupati Kupang Ayub Titu Eki
Ket foto: Bupati Kupang Ayub Titu Eki
0 komentar:
Silahkan berkomentar
Tuliskan apa pendapatmu...!