KANTOR itu menyempil di lantai dasar Gedung Raudha, bangunan tua bercat kusam di Jalan Terusan Kuningan, Jakarta Selatan. Pintunya dari kayu, kecil, dan tak mencolok. Tak ada papan nama atau keterangan apa pun sebagai identitas perusahaan yang berkantor di sana. Wajarlah jika tak banyak yang tahu kalau Aulia Pohan, besan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, hari-hari ini berkantor di sana.
Sejak dinyatakan bebas bersyarat dua pekan lalu, mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia itu kembali pada rutinitasnya sebelum dibui. Kantor kecil di Kuningan itu adalah milik PT Bitung Sarana Mulia, perusahaan keluarga pembuat kapal nelayan. "Setiap pekan, memang selalu sempat ke sana," kata Nico Sompotan, kawan dekat Aulia Pohan, ketika dihubungi Tempo pekan lalu.
Dua pekan terakhir, nama Aulia kembali jadi pembicaraan. Rumahnya di kawasan Kebayoran Baru sempat diserbu jurnalis pada hari-hari pertama setelah kebebasannya, 18 Agustus lalu. Publik curiga, pemberian remisi atau pengurangan hukuman untuk Aulia dilakukan karena statusnya sebagai kerabat RI-1. Komisi Pemberantasan Korupsi pun mengaku kaget. "Kok, semudah itu mendapat remisi?" kata Haryono Umar, Wakil Ketua KPK.
Meski Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Patrialis Akbar dan sejumlah politikus Fraksi Partai Demokrat di Dewan Perwakilan Rakyat buru-buru menjelaskan ihwal remisi Aulia, persepsi khalayak sudah kadung miring. "Seharusnya tidak ada remisi untuk koruptor," kata Haryono menyesalkan.
Aulia Pohan tampaknya tak terlalu ambil pusing. Dihubungi pekan lalu, dia mengaku tengah bersiap berkeliling ke rumah sejumlah kerabat di luar kota. "Saya sekarang harus ke Karawang, lama tidak bertemu keluarga di sana," kata Aulia. Buat dia, yang lebih penting adalah meluruskan pandangan anak dan cucunya kelak tentang kasus korupsi Bank Indonesia yang menyeretnya ke penjara Salemba. "Saya sudah menulis buku, supaya mereka tahu ceritanya seperti apa."
Selama satu setengah tahun di penjara, menulis buku adalah kesibukan utama Aulia. Total ada tiga buku yang ditulisnya di rumah tahanan Brimob di Kelapa Dua, Depok, sebelum dipindahkan ke Lembaga Pemasyarakatan Salemba, Jakarta Pusat. Dua buku membahas kebijakan moneter dan pengalamannya mengelola bank sentral. Satu buku lagi dengan judul Kata Orang, Saya Ini Korban Politik, menceritakan kronologi kasus yang menyeretnya ke balik terali besi.
Nico Sompotan memastikan tidak ada pihak yang disudutkan dalam buku itu. "Dia tidak sakit hati," katanya. Lalu apa isinya? "Pengalaman dia saja, termasuk mengingatkan bahwa ada juga pelaku yang tidak masuk penjara," katanya tertawa. Ketika ditanya soal ini, Aulia hanya berujar pendek, "Itu kan sudah jadi rahasia umum, semua orang sudah tahu."
Aulia pertama kali diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi pada Februari 2008. Ketika itu dia menjadi saksi untuk kasus suap Bank Indonesia ke anggota Dewan Perwakilan Rakyat sebesar Rp 100 miliar pada 2003. Suap itu diberikan sebagai pelicin agar pembahasan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan Bank Indonesia berjalan lancar.
Dalam pemeriksaan terungkap bahwa keputusan memakai dana Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia untuk menyuap anggota legislatif adalah keputusan kolegial Dewan Gubernur Bank Indonesia. Karena itulah, pada November 2008, Komisi menahan Aulia dan tiga koleganya sesama deputi gubernur: Aslim Tadjudin, Bun Bunan Hutapea, dan Maman Soemantri.
O.C. Kaligis, pengacara Aulia, mencatat sejumlah kejanggalan dalam penanganan kasus ini. "Dalam berkas, ada tanda tangan Anwar Nasution, Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia saat itu. Namun dia malah tak pernah tersangkut," katanya. Di persidangan, Kaligis menghadirkan sejumlah saksi ahli yang menegaskan bahwa dana Yayasan Perbankan Indonesia bukan uang negara. "Tapi itu juga diabaikan," katanya.
Di pengadilan tingkat pertama, Aulia divonis empat setengah tahun penjara. Namun hukumannya terus berkurang dalam proses banding hingga kasasi. Terakhir, dia hanya divonis tiga tahun penjara oleh Mahkamah Agung. Berbulan-bulan dia menghuni tahanan khusus di Markas Komando Brigade Mobil Kepolisian, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat. Ia baru dipindahkan ke Rumah Tahanan Salemba pada April lalu.
"Aulia sempat sakit pada pekan pertama di dalam penjara," kata Nico Sompotan. Penyakit Aulia, menurut kawan dekatnya ini, lebih disebabkan oleh stres dan ketakmampuan menerima fakta bahwa dia kini penghuni bui. Ketika itu, dokter khusus kepresidenan dari Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Subroto sempat dikirim untuk memeriksa kondisinya yang memburuk.
Setelah terapi, Aulia berangsur bisa menerima kenyataan. "Dia mulai rajin lari pagi di lapangan Brimob setiap hari," kata Nico. Setelah itu, jadwalnya di penjara mulai teratur. Setelah olahraga dan menerima tamu, mertua Agus Harimurti Yudhoyono ini pun mulai menulis. Awalnya hanya berupa coretan-coretan di kertas. Lama-lama semakin banyak dan menumpuk. "Dia tidak bisa menulis di komputer jinjing, jadi naskah awalnya berupa tulisan tangan," kata Nico. Kumpulan tulisan itulah yang kini diterbitkan.
Aulia sendiri tak mau berkomentar tentang pengurangan hukumannya. Namun, lewat O.C. Kaligis, dia menegaskan bahwa remisi adalah haknya sebagai narapidana setelah menjalani sepertiga masa hukumannya. "Sebenarnya orang yang mempersoalkan remisi Aulia ingin membidik Presiden," kata Kaligis sinis. Dia menantang pihak yang protes untuk mengubah peraturan tentang remisi narapidana. "Aturannya memang begitu. Kalau tidak suka, ya, ubah saja undang-undangnya."
Kaligis juga membantah Aulia sudah berada di luar penjara jauh sebelum masa pembebasan bersyarat, dua pekan lalu. "Kalau izin ke dokter, itu biasa," kata Kaligis. Menurut Nico, Aulia memang sempat menjalani operasi gigi di dokter langganannya di Pondok Indah. "Tapi itu pun dilakukan pada Juli 2010, setelah masa asimilasi," katanya.
Pada masa asimilasi yang ditetapkan satu bulan sebelum pembebasan, Aulia bebas keluar penjara pada siang hari. "Dia mulai masuk kerja, tapi malamnya, kembali tidur di Salemba," kata Nico. Besar kemungkinan, pada masa-masa itulah, ada orang yang memergoki Aulia dan menudingnya mendapat perlakuan khusus. "Padahal, tak sekali pun Aulia pernah membicarakan kasusnya dengan Presiden," kata Nico.
Sejak bebas, selain berkeliling menjenguk keluarganya, Aulia sibuk mengelola Bitung Sarana Mulia. Perusahaan itu punya sebuah bengkel pembuat kapal di Manado, Sulawesi Utara. Selain melayani pesanan perorangan, mereka sesekali mengikuti tender pengadaan kapal di Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Selain di sana, Aulia tercatat sebagai Komisaris Utama Petra Energy International, perusahaan jasa di bidang pengeboran minyak dan gas bumi. Posisinya yang lain, sebagai komisaris sebuah bank menengah, tapi ia dicopot ketika ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi, dua tahun silam. Selain itu, dia mengelola sebuah pesantren di Jawa Timur.
Di tengah sorotan media yang begitu gencar, Sabtu dua pekan lalu Aulia hadir dalam pesta perayaan ulang tahun kedua cucunya, Almira Tunggadewi. Nyonya Ani Yudhoyono hadir, tapi suaminya tidak. Seorang kerabatnya menyatakan Presiden sebenarnya hendak hadir tapi dibatalkan begitu mengetahui pers ada di sekitar lokasi, Jalan Ampera, Jakarta Selatan. Acara ini tampaknya memang dirahasiakan dari kuli tinta. Wartawan Tempo mengetahui acara itu setelah mendapat kabar dari seorang warga Ampera yang terganggu oleh hilir-mudik kendaraan Pasukan Pengamanan Presiden. Berkemeja batik ungu, seragam dengan istri dan anaknya, Aulia tiba dan meninggalkan acara, diam-diam.
Sampai badai kontroversi seputar kebebasannya mereda, Aulia tampaknya lebih suka menjauh dari keramaian. Bahkan di kantornya sendiri, di Gedung Raudha, kehadirannya tak terlampau mencolok. "Nanti saja kita bertemu, kalau semua ini sudah selesai," katanya lewat telepon. (Wahyu Dhyatmika)
Sumber: Tempo edisi 30 Agustus 2010
Ket foto: Mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia Aulia Pohan.
Dok. foto: repro VIVANews.com
Ket foto: Mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia Aulia Pohan.
Dok. foto: repro VIVANews.com
0 komentar:
Silahkan berkomentar
Tuliskan apa pendapatmu...!