Anggaran yang minim dengan personel yang gemuk merupakan masalah yang harus dihadapi Laksamana Agus Suhartono, yang baru saja ditunjuk menjadi Panglima Tentara Nasional Indonesia menggantikan Jenderal Djoko Santoso. Tak aneh bila Agus ingin memodernisasi jumlah personel dan alat utama sistem persenjataan.
"Kami sedang melakukan rightsizing, berapa banyak orang yang diperlukan organisasi ini," katanya kepada Istiqomatul Hayati, Yophiandi, Sudrajat, Dodi Hidayat, dan Akbar Tri Kurniawan dari Tempo. Sebagai negara kepulauan, Indonesia memerlukan kekuatan besar di laut dengan dukungan udara untuk menangkal serangan lawan. "Musuh dari luar pasti masuk dari laut, jadi diantisipasi oleh angkatan laut dan udara dulu," ujarnya.
Kemampuan TNI kembali melebur ke masyarakat sebagai kekuatan pendeteksi gangguan keamanan juga sedang diuji. Agus menunjuk operasi intelijen wilayah yang membantu polisi di Sumatera Utara untuk menangkap perampok Bank CIMB Niaga sebagai contoh yang baik. Namun jalan panglima yang ramah dan senang guyon ini untuk meningkatkan profesionalisme dan kemampuan tempur TNI jelas masih panjang.
Kamis pekan lalu, Agus dengan tangkas menjawab pertanyaan Tempo di rumah dinas Kepala Staf Angkatan Laut di Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, yang masih ditempatinya. Sesekali Agus menyelipkan humor dan canda saat menjawab pertanyaan.
Bagaimana kelanjutan program reformasi TNI di bawah kepemimpinan Anda?
Reformasi TNI sudah berjalan baik, tapi memang belum cepat. Percepatan perlu dilakukan di bisnis TNI, juga peradilan militer. TNI pada dasarnya menghormati hukum. Kami juga perlu reformasi kultural. Konteksnya mengubah perilaku anggota TNI agar sesuai dengan tuntutan masyarakat. Kami sadari tak semudah membalik telapak tangan karena perubahan budaya itu perlu waktu.
Apa hambatan untuk mewujudkan profesionalisme TNI?
Profesionalisme ini terkait dengan alat utama sistem persenjataan (alutsista). Alutsista bagus mendukung latihan untuk meningkatkan profesionalisme. Yang kita hadapi anggaran. Alutsista kondisinya seperti sekarang, tapi solusi kami dengan simulator, sehingga kemampuan profesi tetap bisa ditingkatkan. Dengan simulator, menembakkan habis peluru berapa pun tak ada masalah. Saat ini ada di semua angkatan, meski memang belum semua merata. Tapi pada pasukan yang penting-penting kita dahulukan.
Komando teritorial dianggap tak cocok dengan reformasi TNI....
Komando kewilayahan masih perlu untuk deteksi dini. Sekarang kami menyiapkan ruang, alat, dan persiapan melalui pemberdayaan wilayah pertahanan. Bagaimana bertempur kalau daerahnya tak siap? Mungkin yang perlu ditinjau sekarang, berapa besar kewilayahan yang kita perlukan. Sekarang kami melakukan rightsizing, menentukan berapa tepatnya suatu organisasi berjalan. Kami hitung, untuk wilayah sebesar ini cukup berapa orang. Program ini juga bermanfaat untuk perbaikan struktur anggaran. Anggaran di TNI sebagian besar selama ini untuk belanja pegawai. Untuk alutsistanya tak memadai. Kalau sudah diketahui berapa orang yang tepat, belanja pegawainya bisa ditentukan. Kami mengiringi dengan program zero growth, sehingga kalau ada kenaikan anggaran bisa digunakan untuk alutsista.
Bagaimana strategi pertahanan di perbatasan?
Pembangunan kekuatan pertahanan kita pada kekuatan pokok minimal. Artinya, kekuatan yang cukup untuk melaksanakan tugas pokok TNI. Wilayah yang luas, kalau dijaga dengan kekuatan pokok minimal, pasti harus menentukan prioritas. Pada tahap ini, kita perlu menjaga yang penting-penting dulu.
Seperti apa pelaksanaannya di lapangan?
Yang terpenting adalah kehadiran militer kita di daerah perbatasan dan pulau-pulau terluar. Kehadiran penting karena menunjukkan eksistensi kita. Kehadiran ini juga bisa menimbulkan aspek deterrence (penangkal) negara lain atau pelanggar hukum. Prioritasnya di perbatasan laut di Selat Malaka, Selat Singapura, Laut Natuna, Kalimantan Timur, juga Filipina. Perbatasan darat di Kalimantan Barat, Papua Nugini, dan Timor Leste. Kekuatan udara mem-back up laut dan darat.
Dulu ada cetak biru tentang daerah perbatasan yang digagas Laksamana Bernard Sondakh. Bagaimana evaluasinya?
Cetak biru pembangunan kekuatan meliputi kekuatan di daerah perbatasan. Cetak biru itu sudah sesuai dengan pembangunan kekuatan menuju kekuatan pokok minimal. Pembangunan kekuatan pokok minimal merupakan salah satu tahap untuk membangun kekuatan postur TNI yang ideal. Sekarang minimal dulu, lalu esensial, baru ideal. Tidak mungkin kita membangun kekuatan ideal dengan kondisi sekarang. Kalau kekuatan minimal dinilai tak bisa meng-cover semua daerah perbatasan, saya bisa membenarkan. Jadi ada prioritas. Perbatasan di sebelah barat Sumatera relatif tak ada masalah, sekali-sekali aja patroli, tak terus-menerus dijaga.
Kapal nelayan Indonesia ditabrak kapal patroli Malaysia belum lama ini. Apa tanggapan Anda?
Pada dasarnya, setiap negara menyarankan nelayannya menangkap ikan di wilayah negara masing-masing. Manakala nelayan kita menangkap ikan di negara mereka, itu akan menjadi permasalahan. Begitu juga jika nelayan mereka menangkap ikan di wilayah Indonesia, akan kita tangkap. Kasus yang kemarin itu memang nelayan kita yang beroperasi di wilayah Malaysia. Saya harapkan nelayan kita hati-hati, jangan sampai masuk ke wilayah mereka. Saya sangat sadar bahwa laut itu tidak ada pagarnya, sehingga bisa saja, saat memancing, nelayan hanyut ke perbatasan mereka tanpa sadar.
Bagaimana rencana kerja sama dengan polisi untuk memberantas terorisme?
Ada dua hal yang berkaitan dengan terorisme, karena TNI juga punya tugas menanggulangi masalah terorisme. Tapi TNI juga bisa membantu Polri mengatasi terorisme dan kerusuhan. Tugas TNI adalah menyiapkan pasukan sesuai dengan kepentingan.
Kerja sama ini sudah berjalan?
Sudah, seperti di Medan untuk mengatasi perampokan CIMB Niaga. Satuan intel wilayah dilibatkan karena polisi meminta bantuan. Untuk mengatasi kerusuhan massa, kalau polisi minta di-back up, ya, kami back up.
Gemaskah Anda melihat cara polisi mengatasi terorisme?
Enggak begitu. Kan, ada tingkatannya. Kalau eskalasinya masih dalam kewenangan polisi, kami bantu. Tapi, kalau terorisme mengganggu kedaulatan negara, sesuai dengan tugas TNI, kami menanggulangi terorisme. Tentu kami lakukan itu dengan keputusan politik, presiden meminta persetujuan DPR.
Tahap terorisme sekarang sudah mengancam kedaulatan?
Saya kira ini masih pada level bisa diatasi polisi.
Kenapa TNI tiba-tiba ingin dilibatkan dalam pemberantasan terorisme?
Yang minta kan masyarakat. Kami juga punya pasukan yang memiliki kemampuan itu. Kalau mau digunakan, silakan. Kalau terorisme mengganggu kedaulatan, kami akan mengambil inisiatif, apakah akan meminta persetujuan DPR untuk keputusan politiknya. Misalkan saja obyek vital nasional diganggu teroris, itu tugas TNI.
Bagaimana dengan orang militan dari Filipina yang masuk ke Indonesia lalu menyebar? Pola ini sering berulang. Ini menjadi perhatian TNI?
Iya. Kan, motifnya macam-macam. Yang diwaspadai tentu penyelundupan senjata, dari Filipina masuk ke pulau-pulau di sebelah Sulawesi Utara. Modusnya pun macam-macam. Saat diperiksa, senjatanya ditenggelamkan ke dalam laut, jadi tidak ditemukan apa pun. Ini sering terjadi. Kalau ketemu, langsung ditangkap. Kalau yang berulang, saya belum paham betul. Modusnya menyeberang ke sini, ke situ, itu yang kita potong. Kalau ada yang lolos, barangkali perlu ada yang ditingkatkan. Modus yang mereka gunakan, jika hari ini tertangkap, besok sudah berubah.
Bagaimana meningkatkan kerja sama polisi dan TNI, sementara selama ini di antara anggota kerap terjadi konflik?
Menurut saya, sudah baik, tidak seperti dulu sewaktu pemisahan awal. Sekarang cukup kondusif. Pada tingkatan pemimpin bagus, tapi di bawah kadang-kadang ada sedikit masalah. Sesama wartawan pernah berantem, kan? Ya, sama seperti itu.
Anggaran alutsista diperbesar Presiden. Apa prioritas penggunaannya?
Dalam pembangunan kekuatan pokok minimal, kita membuat perencanaan kebutuhan. Butuh kapal sekian dan sebagainya. Perencanaan itu kita buat per lima tahun. Kalau tadinya direncanakan 15 tahun, ada tambahan anggaran, bisa diperpendek 10 atau 5 tahun. Jadi daftar belanja sudah ada, tinggal prioritas yang kita dahulukan. Ini mudah.
Apa prioritas untuk laut?
TNI sudah membuat perencanaan trimatra terpadu, sesuai dengan strategi pertahanan kita, dihadapkan pada kondisi geografis sekarang. Laut, udara, darat, semua prioritas, tapi dalam penyusunan kekuatan pokok minimal, kondisi itu diperhitungkan. Strategi pertahanan kita, sedapat mungkin pencegahan di Zona Ekonomi Eksklusif. Kalau tak mampu antara teritorial dan ZEE, tak mampu lagi di perairan dalam. Percuma lautnya kuat jika tak dilindungi udara. Musuh di luar kan masuk dari laut, jadi diantisipasi oleh angkatan laut dan udara dulu.
Ada prioritas rencana menghidupkan industri pertahanan dalam negeri?
Tadi pagi kami membuat kebijakan. Pertama, alutsista yang mampu diproduksi dalam negeri harus dibeli di dalam negeri. Kalau belum mampu, transfer teknologi. Seperti pembangunan korvet nasional itu di PT PAL Surabaya, meski joint production dengan Belanda. Harapannya, transfer teknologi berjalan, nanti kita bisa membangun itu, manajemennya juga bisa dilakukan.
Juga kapal selam?
Semua pasti bisa. Yang perlu diperhatikan bagian-bagian penting dalam pembuatan kapal. Kapal selam itu yang penting badan depannya memerlukan teknologi tinggi dan perlu investasi yang besar. Untuk pembangunan di Indonesia, dilakukan dengan joint production. Sebagian dibangun di luar, tapi nanti dirakit di Indonesia.
Sudah mendapat pasokan baja yang pas?
Untuk membuat kapal, kita butuh grade A. Krakatau Steel tidak memproduksi itu karena pasar tidak butuh itu. Kalau kita perlu, dia bisa buat. Dalam pembuatan kapal itu, seperti kapal cepat berpeluru kendali di Batam, bajanya kita pesan ke Krakatau Steel.
Untuk kapal selam, joint production-nya dengan negara mana?
Sekarang masih proses tender. Ada beberapa negara yang melakukan penawaran. Kita tunggu saja.
Bagaimana memotong "Kasan" atau percaloan, seperti yang pernah disebutkan Dewan Perwakilan Rakyat, dalam pengadaan alutsista?
Semua ada aturannya. Markas Besar TNI membuat operasional, diberikan kepada angkatan yang membuat spesifikasi teknisnya. Kemudian di tingkat trimatra dipadukan. Jangan sampai pembelian peralatan angkatan laut tidak terintegrasi dengan angkatan udara. Kalau disetujui, dibuka tender, diseleksi, diusulkan ke Mabes TNI. Dinilai kembali. Kalau oke dan wajar, diserahkan ke Kementerian Pertahanan. Di sana dicek lagi, sesuai dengan prosedurnya seperti apa, pendanaan juga. Jadi, selama dilakukan sesuai dengan peraturan, tak ada masalah. Bahwa yang menang nanti adalah Kasmin, Kasijo, tidak ada masalah, asalkan prosesnya dilakukan dengan benar.
Sering kali yang menang memiliki kedekatan dengan orang dalam TNI....
Kedekatan boleh-boleh saja, asal prosesnya benar. Tender bebas, siapa saja boleh ikut, dan harganya betul. Masak si A kebetulan dekat dengan saya, ikut tender, dan menang, lalu tidak boleh?
Negara tetangga sering unjuk kekuatan militer. Bagaimana kita menanggapinya?
Memang, dalam membangun kekuatan, kita selalu melihat perkembangan militer negara lain. Semua negara membangun kekuatan militer untuk aspek deterrence, melindungi kekayaan negara dan menjaga kedaulatan. Pembangunan kekuatan dipengaruhi kepentingan nasional dan seberapa besar negara itu mau menyediakan anggaran untuk melindungi kekayaan dan kedaulatan.
Laksamana TNI Agus Suhartono
Blitar, Jawa Timur, 25 Agustus 1955
Karier:
Panglima TNI
Kepala Staf TNI Angkatan Laut
Inspektur Jenderal Departemen Pertahanan
Panglima Komando Armada RI Kawasan Barat
Pendidikan:
Akademi Angkatan Laut, 1978
Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat, 1992
Sarjana ekonomi
Sumber: Tempo edisi 33/39 tanggal 11 Oktober 2010
0 komentar:
Silahkan berkomentar
Tuliskan apa pendapatmu...!