Headlines News :
Home » » Tanah Warisan Akhiri Hidup Ahad

Tanah Warisan Akhiri Hidup Ahad

Written By ansel-boto.blogspot.com on Tuesday, October 19, 2010 | 5:45 PM

Tragis benar nasib Ahmad Ledo alias Ahad (38). Dia baru menerima putusan menang perkara tanah dari Mahkamah Agung (MA), Ahmad Ledo (38), Sabtu (16/10/2010). Hari Minggu (17/10/2010) malam, pria itu tewas dibunuh Goris Labi Witin (48( di depan rumahnya di Lewoleba.

Beberapa saat setelah kejadian, Goris menyerahkan diri kepada polisi dengan membawa parang yang masih berlumuran darah. Belakangan diketahui bahwa korban dan Goris Witin berebut tanah warisan.

Tanah warisan yang diperebutkan itu milik Maria Peni dan Leo Ledo, keduanya sudah meninggal dunia. Korban yang adalah anak angkat menerima wasiat untuk mewarisi tanah dan rumah yang kini ditempatinya serta dua petak sawah.

Meski bukan dari garis keturunan Ledo, Ahad yang sudah mengabdikan diri kepada Peni dan Ledo selama puluhan tahun, sudah menggunakan nama Ledo sejak jadi anak angkat pasangan Peni-Ledo.

Setelah suami isteri yang tidak dikaruniai anak itu meninggal dunia (2001 dan 2002), tanah dan rumah yang diwariskan kepada Ahad digugat Goris Labi Witin, pihak yang mengaku sebagai yang paling berhak mewarisi tanah, rumah dan petak sawah peninggalan keluarga Ledo.

Perkara berlanjut sampai MA dan hari Sabtu, pekan lalu, korban Ahad menerima salinan putusan MA yang memutuskan pihaknya yang menang perkara.

Informasi yang dihimpun menyebutkan, pada Minggu (17/10/2010) malam sempat terjadi pertengkaran mulut antara korban Ahad dan Goris Witin. Korban Ahad sempat mengatakan dia sudah menang perkara di MA dan Goris harus membayar ganti rugi uang satu miliar rupiah.

"Saya sudah menang dan kau (Goris Witin, Red) harus bayar denda kepada saya," tutur sumber menirunkan ucapan korban Ahad. Diduga Goris marah dan kembali ke rumahnya mengambil parang dan menebas leher korban Ahad.

Korban yang tidak memegang apa-apa langsung tewas meregang nyawa di lokasi kejadian, yakni di depan rumahnya di Kelurahan Lewoleba Utara. Korban meninggal dunia akibat luka bacok di leher dan kepala.

Tetangga korban, Andreas Bala, yang ditemui di rumah korban, mengatakan, tanah yang disengketakan antara korban dan pelaku adalah tanah milik Peni-Ledo yang kemudian diwariskan kepada korban. Tanah yang disengketakan itu adalah dua petak sawah dengan luas sekitar 50 x 50 meter2 dan 50 x 75m2. Ditambah tanah dan rumah yang saat ini ditempati korban dan istrinya.

"Tanah itu ada dua dan satunya selama ini masih dikelola oleh Goris. Dan karena sekarang Ahad sudah menang, jadi Goris harus bayar denda kepada Ahad," urai Bala.

Informasi lainnya menyebutkan bahwa sebelum peristiwa naas ini, korban yang adalah PNS di Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Lembata itu, pada sore hari, sempat membawa surat putusan MA untuk menemui pengacaranya, Stanis Kapo, SH.

Setelah itu korban kembali ke rumahnya dan masih sempat minum kopi. Setelah itu pada malam hari dia keluar rumah dan ditemukan telah menjadi mayat di depan rumahnya sendiri. Korban meninggalkan seorang istri yang kini sedang hamil muda.

Sementara itu, usai menghabisi korban, Goris menyerahkan diri kepada salah seorang anggota Polres Lembata, yang tinggal tidak jauh dari lokasi kejadian.

"Dia (Goris) serahkan diri ke saya masih bawa parang yang penuh darah. Semula saya tidak percaya, namun setelah mendengar suara tangisan, saya langsung bawa dia ke Polres karena takut adanya serangan balik," jelas anggota Polres yang tidak ingin namanya dikorankan.

Kapolres Lembata, AKBP Marthin Johannes, S.H ikut turun meninjau langsung lokasi kejadian bersama Kasat Intelkam, AKP Aduard Leneng dan sejumlah anggotanya.

Polisi sempat memasang police line, namun setelah pengambilan data awal oleh polisi, kemudian dibuka, lokasi pembunuhan berada di jalan raya Lewoleba-Wulandoni.

Kapolres Johannes mengatakan, motif pembunuhan tersebut karena masalah tanah. Dia berharap ada saksi-saksi yang dapat melihat langsung peristiwa ini agar polisi tidak terlalu sulit mengungkap kasus ini.

Goris Labi Witin yang ditemui di ruang tahanan Polres Lembata, Senin (18/10/2010) siang, mengaku tidak menyesal telah membunuh korban. Dia hanya menyesal karena semua upaya yang dilakukannya untuk mengambil kembali tanah yang kini ditempati Ahad bersama istrinya tidak berhasil.

"Saya tidak menyesal bunuh dia. Saya hanya menyesal karena tanah milik orangtua yang saya perjuangkan tidak dapat saya peroleh kembali, karena pengadilan memberikan putusan yang memenangkannya," jelas Witin.

Sedangkan mengenai motif pembunuhan ini sendiri, Witin mengaku dia melakukannya karena menyesal dengan hasil putusan MA yang diterima korban, sementara dirinya selaku penggugat dalam perkara ini, sampai dengan kejadian ini belum mendapatkan petikan putusan tersebut.

"Saya emosi karena saya selaku penggugat sampai dengan saat ini belum mendapatkan surat putusan tersebut. Sementara dia mendapatkannya, kemudian menyebarkan informasi ini kepada semua tetangga yang ada di Waikomo bahwa dia sudah menang dan saya harus membayar denda kepadanya sebesar enam ratus juta rupiah," lanjut Witin.
Sumber: Pos Kupang, 19 Oktober 2010
Ket foto ilustrasi: korban pembunuhan

SEBARKAN ARTIKEL INI :

0 komentar:

Silahkan berkomentar

Tuliskan apa pendapatmu...!

 
Didukung : Creating Website | MFILES
Copyright © 2015. Ansel Deri - All Rights Reserved
Thanks to KORAN MIGRAN
Proudly powered by Blogger