Upaya penyidik Kepolisian Resor (Polres) Lembata untuk menuntaskan kasus korupsi di Kabupaten Lembata ternyata tidak dapat dilaksanakan hingga tuntas. Hal ini dihambat oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Nusa Tenggara Timur.
Hal ini dikatakan Kapolres Lembata, AKBP Marthin J.H. Johannis, S.H, saat ditemui di ruang kerjanya, Selasa (28/9/2010). Johannis menjelaskan, beberapa kasus yang sedang ditangani tim penyidik Polres Lembata hingga saat ini belum dapat diajukan ke tahap penyidikan karena belum mendapatkan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dari BPKP Perwakilan NTT.
"Sudah sejak empat bulan lalu tim BPKP datang dan melakukan audit untuk proyek DAS Waikomo, pipanisasi di Lamalera, dan pipanisasi di Lebe. Namun setiap kali diminta hasilnya, mereka katakan masih harus menunggu dari Jakarta. Bahkan dua bulan lalu, saya pernah bertemu dengan kepala bagian penanganan masalah investigasi. Dia katakan, secepatnya dikirim, tetapi tidak tahu sampai dengan saat ini kami juga belum mendapatkan BAP tersebut," jelasnya.
Ia menguraikan, kasus pipanisasi di Desa Lamalera hingga saat ini belum dapat ditetapkan tersangkanya walau penyidik sudah mengantongi nama-nama calon tersangkanya. Namun karena BAP hasil pemeriksaan dari BPKP Perwakilan NTT belum diterima penyidik sehingga penyidik masih terus menunggu hasil audit BPKP.
Hal ini bukan tidak beralasan. Berdasarkan kenyataan yang terjadi selama ini di Lembata dan di daerah lain, banyak tersangka koruptor yang divonis bebas oleh majelis hakim karena tidak memiliki data rincian kerugian negara yang jelas, yang dikeluarkan lembaga audit negara seperti BPK maupun BPKP.
Padahal, menurut Johannis, pemeriksaan dan pemberian hasil pemeriksaan tidak membutuhkan waktu terlalu lama. Karena sesungguhnya berdasarkan pengamatan orang awam saja sudah dapat diketahui di mana letak kesalahan dan pihak mana yang menandatangani surat pencairan uang sehingga dananya bisa cair 100 persen, padahal pengerjaan fisiknya tidak sampai 50 persen.
Dengan demikian tidak sulit untuk menentukan siapa tersangkanya. Tetapi untuk menetapkan seseorang dalam sebuah kasus, harus terpenuhi semua unsur yang disangkakan terhadap orang tersebut. Hingga saat ini pihak kepolisian masih sebatas pemeriksaan saksi-saksi.
Walaupun pada tahapan petikan lapangan yang dilakukan tim penyidik Polres Lembata, sudah dapat dilihat siapa tersangkanya. Namun untuk menetapkan para tersangka, pihaknya tetap menunggu hasil audit agar tidak mengalami kendala dalam proses hukum selanjutnya.
Terkait kasus bronjong Waikomo, Johannis mengatakan, data-datanya sudah cukup dan sudah dilakukan kajian oleh tim ahli dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang, yang turun bersama tim BPKP NTT.
Namun kasus ini belum dapat dilanjutkan prosesnya karena masih menunggu hasil audit dari BPKP.
"BPKP sudah kami surati untuk bisa datang dan melakukan audit terkait beberapa kasus korupsi yang ada. Namun hingga kini belum ada tindak lanjutnya sehingga saya sudah memerintahkan untuk sekali lagi membuat surat ke BPKP. Kalau saja kita diizinkan untuk meminta auditor swasta lainnya yang diakui pemerintah tentunya sudah kita lakukan. Namun karena harus memakai jasa auditor pemerintah, birokrasinya harus seperti itu," jelasnya.
Sumber: Pos Kupang, 1 Oktober 2010
Ket foto: Kapolres Lembata Marthin J.H. Johannis
Ket foto: Kapolres Lembata Marthin J.H. Johannis
0 komentar:
Silahkan berkomentar
Tuliskan apa pendapatmu...!