Headlines News :
Home » » Yunus Husein: Kalau Menemukan Pencucian Uang, Harus Segera Menyidik

Yunus Husein: Kalau Menemukan Pencucian Uang, Harus Segera Menyidik

Written By ansel-boto.blogspot.com on Monday, October 18, 2010 | 6:07 PM

Melalui perjalanan panjang, Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat akhirnya mengesahkan Undang-Undang Pencucian Uang, dua pekan lalu. Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Yunus Husein kini bisa bernapas lega. "Jangan sampai ada yang hilang seperti ayat tembakau," kata Yunus kepada asistennya yang meneliti ulang rancangan itu, Selasa pekan lalu.

Perubahan pada Undang-Undang Pencucian Uang ini cukup positif. Wewenang penyidikan kini diberikan pula kepada lembaga selain polisi. Sesuai dengan undang-undang ini, kejaksaan, Komisi Pemberantasan Korupsi, Badan Narkotika Nasional, Direktorat Jenderal Pajak, serta Direktorat Jenderal Bea dan Cukai bisa menyidik pencucian uang ketika sedang mendalami kasusnya.

Sayangnya, kewenangan PPATK sendiri tak berubah. Usaha membuat lembaga ini lebih bertaji sudah bergaung sejak tiga tahun lalu. Tapi semua upaya itu rontok. Kewenangan penyelidikan yang dimiliki pun kini menjadi pemeriksaan yang tak memiliki sifat memaksa.

Semula ada usul agar PPATK memiliki wewenang penyidikan. Namun, dalam pembahasan di DPR, usul itu dicoret setelah melalui debat panjang. Beberapa usul yang juga rontok adalah pengawasan transaksi keuangan pengacara, notaris, dan akuntan publik.

Selasa pekan lalu, Yunus Husein menerima Yandi M. Rofiyandi, Ninin Damayanti, Budi Riza, serta fotografer Jacky Rachmansyah dari Tempo di kantornya. Dia bicara panjang-lebar tentang pentingnya persoalan pencucian uang. Dua kali wawancara terpotong saat masuk waktu salat zuhur dan asar. "Di sini harus selalu salat berjemaah," katanya.

Dengan perubahan Undang-Undang Pencucian Uang, apakah kita sudah memenuhi standar internasional?
Memang ada standar yang belum dipenuhi sehingga harus diperbaiki. Di dalam negeri, misalnya kriminalisasi, undang-undangnya belum sempurna. Dulu hanya aktif mencuci dan pasif menerima. Sekarang ditambahkan satu lagi, yakni orang yang mengetahui, menyembunyikan, dan menyamarkan bisa ditindak pidana juga.

Pengawasan terhadap bidang nonfinansial juga dimasukkan, ya....
Pengawasan terhadap bidang nonfinansial, seperti toko emas, berlian, dan agen mobil, berhasil masuk undang-undang. Tapi kurang berhasil untuk pengacara, akuntan publik, dan notaris seperti di Australia dan Malaysia. Poin ini ditentang semua fraksi. Tak ada yang membela. Akhirnya berubah menjadi laporan kepada pengawas masing-masing, misalnya akuntan lapor ke keuangan. Ini yang belum memenuhi standar internasional.

Mengapa Undang-Undang Pencucian Uang yang baru disahkan belum juga memberikan kewenangan penyidikan kepada PPATK?
Sejak awal kami memang tak ada niat meminta kewenangan penyidikan. Tak semua negara di dunia menggunakan model ini. PPATK di dunia ada yang di bawah kepolisian dan kejaksaan dengan kewenangan penyidikan, seperti Denmark. Ada juga yang di bawah kepolisian tapi tak memiliki penyidik, seperti di Singapura. Model lain, di bawah bank sentral dan tak punya penyidik, seperti Malaysia. Indonesia termasuk tipe administratif, seperti di Australia dan Amerika Serikat. PPATK di bawah pemerintah dan tak punya kewenangan penyidikan.

Bukankah adanya wewenang PPATK untuk menyidik sudah cukup mendesak?
Kita ibaratkan seperti di lapangan sepak bola. Ada penyerang, pengumpan, dan sebagainya. Kita ini seperti gelandang yang mengasih umpan. Tinggal penyerangnya yang mesti bagus. Kalau kemarin kan penyidiknya hanya satu. Jadi penyerangnya satu. Sekarang sudah ada enam, sehingga kalau di sini macet, bisa penyidik lain. Kalau menjadi penyerang juga, nanti bisa berebut bola lagi.

Ada yang menganggap pengesahan Undang-Undang Pencucian Uang hanya artifisial....
Tidak. Ada banyak kemajuan dalam undang-undang ini. Belum tentu yang memiliki kewenangan penyidikan lebih bagus menyelesaikan kasus. Selain itu, kita belum memiliki perangkat. Undang-undang sekarang juga memperlihatkan adanya kemajuan.

Mengapa wewenang penyelidikan PPATK malah berubah menjadi hanya pemeriksaan?
Kewenangan penyelidikan itu diganti pemeriksaan meskipun esensinya sama. Memang dalam pemeriksaan itu tak ada pemaksaan. Tapi kita bisa turun tanpa perlu maksa-maksa. Kita juga bisa meminta penyadapan dan pemblokiran. Lalu penundaan transaksi lima hari. Kita akan membuat direktorat pemeriksaan.

Mengapa PPATK hanya minta kewenangan menunda transaksi, bukan memblokir?
Sebenarnya ada untungnya juga. Kalau kita blokir, akan menghadapi risiko digugat pemilik rekening. Rekomendasi bisa mengikat polisi sehingga tak bisa dibuka semaunya. Mengapa kita perlu kewenangan menunda atau suspend? Kasus pencucian uang di Indonesia ribuan. Korban melapor, tapi bank tak bisa memblokir karena tak mempunyai kewenangan. Bank hanya gigit jari menyaksikan. Berapa lama polisi bisa menyelesaikan kasus ini? Saya bilang, kalau tak mau, silakan saja. Setelah menggunakan teknik seperti orang mutung, ternyata pasal ini diterima.

Kewenangan suspend selama lima hari berarti lebih dari Bank Indonesia....
Sekarang kita lebih powerful daripada BI yang hanya bisa menunda transaksi sehari. Kita bisa lima hari sampai total 20 hari. Negara lain, seperti Malaysia, tak punya itu.

Apa positifnya kewenangan penyidikan yang sekarang tak hanya di kepolisian?
Di sini kemajuan paling signifikan dengan dibolehkannya enam institusi menyidik pencucian uang. Dalam undang-undang disebutkan semua bisa menyidik atas inisiatif sendiri, termasuk KPK. Walaupun kasus itu bukan dari kami, ketika menyidik korupsi ada pencucian uang, bisa langsung disidik. PPATK juga bisa memberikan laporan pemeriksaan ke polisi dengan tembusan ke penyidik lain.

KPK di negara lain bisa menyidik pencucian uang?
Di Malaysia, Singapura, Korea, Hong Kong, dan Pakistan, KPK boleh menyidik pencucian. Di Indonesia saja yang tak boleh. Di sinilah perjuangannya, karena banyak yang menolak dan mau mendrop pasal itu. Ada orang DPR yang mengaku didekati supaya menghilangkan pasal KPK saja.

Bukankah rancangan awal hanya membolehkan empat lembaga yang menerima laporan pemeriksaan?
Dalam pembahasan disebutkan enam boleh menyidik, tapi empat menerima laporan. Ada yang meminta semuanya lewat polisi. Kalau hanya di polisi, berapa lama dan siapa yang menjamin dokumen itu bisa diteruskan. Lalu diusulkan adanya tembusan ke instansi lain dan disetujui. Menurut kawan penyidik, tembusan penting supaya ditindaklanjuti. Informasi itu bukan alat bukti, melainkan ditindaklanjuti sebagai indikasi awal.

Sebaliknya, ada potensi penyalahgunaan kewenangan yang kini menyebar ke enam lembaga....
Kita adakan joint training biar ada persepsi bersama. Penyimpangan bisa saja terjadi sehingga perlu kontrol lebih kuat. Bisa juga dengan cara menaikkan gaji penyidik yang masih kecil. Tapi penyidik pajak yang gajinya besar ternyata juga tak menjadi jaminan. Untuk itulah perlu kontrol. Kepuasan manusia itu tak ada batasnya.

Apa sikap anggota Panitia Khusus DPR mengenai penyidikan oleh institusi selain kepolisian?
Sebenarnya yang jelas menentang itu adalah Golkar, PDIP, PPP, dan Hanura. Gerindra dan PKB malah mendukung. Demokrat terpecah. Saya percaya pada kuasa Allah. Enam itu bisa diterima di luar dugaan. Banyak yang menentang, meskipun argumentasinya tak kuat. Anda bisa lihat di luar tak ada yang sebanyak itu penyidiknya. Saya sudah riset negara yang pakai multi-investigator, seperti Malaysia, Thailand, Filipina, Korea, Amerika, dan Hong Kong.

Apakah kelihatan gejala anggota Dewan masuk angin?
Mungkin saja. Kadang-kadang lucu. Ada yang berargumentasi membodohi diri sendiri. Misalnya berargumentasi dengan mengacu pada KUHAP. Padahal di situ istilah handphone saja tak ada. Pemblokiran tak ada. Banyak sekali yang belum diatur.

Apakah terjadi juga lobi di luar sidang?
Ada beberapa yang minta ketemu, tapi saya tak mau. Pertama, saya diisukan ingin menjadi superpower, superbody, kemudian digoyang-goyang. Setelah itu, minta ketemu. Jadi memang dihantam dulu, baru ada orang yang minta ketemu. Satu menggebrak dan galak, satu lagi mendekat dan mendamaikan. Modus umum.

Bukankah polisi juga menentang lembaga lain punya wewenang melakukan penyidikan dalam kasus pencucian uang?
Dalam rapat dengar pendapat, polisi menentang, terutama soal kewenangan penyidikan. Mungkin alasannya khawatir diambil alih. Padahal sebenarnya tidak karena mereka masih bisa menyidik. Yang paling terasa bergerilya itu polisi. Bukan memberi uang, tapi selalu berbeda pendapat. Sudah begitu, anggota DPR juga selalu memberi angin. Mungkin mereka semula tak ada niat ngomong, tapi jadi terpancing. Saya juga dapat cerita banyak polisi ketakutan gara-gara kasus rekening gendut. DPR juga mungkin takut.

Bukankah usul memasukkan penyidik lain memang karena melihat kinerja polisi yang tak memuaskan dalam kasus pencucian uang?
Logikanya begini, kalau orang menyidik tindak pidana, misalnya korupsi, cukai, dan kepabeanan, lalu ada pencucian uang, seharusnya bisa langsung menyidik. Masak dikasih ke polisi? Kan aneh. Jadi sesuai dengan prinsip pengadilan murah, cepat, dan sederhana. Jadi KPK bisa menyidik pencucian uang tanpa harus melemparnya. Oper-oper perkara itu omong kosong. Itu obyekan. Jadi logika pertamanya adalah kalau ada orang yang menemukan pencucian uang, dia harus segera menyidik.

Jadi bukan karena kinerja polisi yang kurang memuaskan?
Kalau soal kinerja, kita sebenarnya sudah melaporkan 1.200 transaksi mencurigakan, tapi statistik menyeluruh dari polisi tak ada. Anggapan tentang kinerja dan kekhawatiran rekening gendut memang mempengaruhi suasana pembahasan.

Benarkah cukup berat upaya meloloskan kewenangan penyidik lain?
Perjuangannya cukup berat. Sebagian teman di BI menganggap saya ini nekat sampai marah-marahin DPR. Setelah disetujui, saya dianggap menggiring opini di media oleh anggota Dewan. Saya memang harus membuka semua karena dikeroyok. Dunia internasional sudah menagih supaya undang-undang selesai tahun ini. Kalau enggak selesai, susah. Maka saya pernah bilang orang itu dipegang omongannya seperti kuda dipegang talinya.

Ada kekhawatiran rahasia bank bisa terganggu karena undang-undang ini, sehingga ada anggapan perubahan undang-undang ini ditunggangi kepentingan asing?
Dalam pemberantasan pencucian uang itu tak ada yang namanya kerahasiaan bank. Ada kepentingan umum yang lebih besar, yakni penegakan hukum. Kerahasiaan kan individu. Jadi logika yang tak kompatibel dengan negara lain. Sudah ada kesepakatan internasional bahwa kalau ada negara yang tak sesuai dengan standar, akan dilakukan pemeriksaan lanjut.

Ada beberapa pasal yang tidak gol, misalnya pemeriksaan rekening pengacara. Bagaimana posisi kita di mata internasional atas kegagalan itu?
Kita punya hak untuk mengakses informasi ke sana. Mungkin bisa bermasalah di The Financial Action Task Force. Tapi daripada tidak. Soalnya berat, semua menolak. Bagaimana bisa bertahan. Kalau bertahan terus padahal sudah molor, akan didrop lagi. Kalau rancangan tak selesai tahun ini, akan kembali dari nol.

Apa yang membuat sanksi pidana minimum sekarang hilang sama sekali?
Memang menarik. Ini satu-satunya undang-undang yang tak pakai sanksi minimum khusus. Dulu denda minimum Rp 100 juta dan penjara lima tahun. Sekarang nol, hanya maksimum denda dan hukuman penjara. Anggota Dewan kompak menghilangkan itu. Memang dulu ada keyakinan, kalau tak ada minimum, bisa dimain-mainkan sehingga pelaku bebas. Tapi, seperti buah simalakama, jadi enggak adil. Kalau ada sanksi minimum, orang dengan kesalahan sedikit bisa dihukum lima tahun.

Apakah Anda sering menerima ancaman selama di PPATK?
Ancaman ada, tapi Allah masih menolong. Saya pernah tidur di kantor karena ada ancaman fisik dan sebagainya.

Yunus Husein
Tempat dan Tanggal Lahir: Mataram, Lombok, 29 Desember 1956

Pendidikan:
Sarjana hukum Universitas Indonesia, 1981
Master of Laws (LLM) International Legal Studies Washington College of Law, The American University, Washington, DC, USA, 1986
Doktor ilmu hukum dari Universitas Indonesia, 2003

Karier:
Anggota staf pemeriksa keuangan BI, 1982-1985
Kepala seksi diperbantukan pada Duta Besar RI untuk Putaran Uruguay di Jenewa, 1991-1992
Ketua Tim/Kepala Bagian Hukum Masalah Perbankan, 1999
Deputi Direktur Direktorat Hukum BI, 2001-2002
Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, 2002-sekarang.
Sumber: Tempo edisi 34/39, 18 Oktober 2010

SEBARKAN ARTIKEL INI :

0 komentar:

Silahkan berkomentar

Tuliskan apa pendapatmu...!

 
Didukung : Creating Website | MFILES
Copyright © 2015. Ansel Deri - All Rights Reserved
Thanks to KORAN MIGRAN
Proudly powered by Blogger