Headlines News :
Home » , » Politik

Politik

Written By ansel-boto.blogspot.com on Thursday, April 26, 2012 | 6:59 AM

Oleh
Putu Wijaya
Sastrawan

DALAM Kamus Besar Bahasa Indonesia, politik disebutkan sebagai: (pengetahuan) mengenai ketatanegaraan atau kenegaraan; segala urusan dan tindakan (kebijakan, siasat, dan sebagainya) mengenai pemerintahan negara atau terhadap negara lain.

Di dalam praktik: politik berkembang dan melenceng. “Politik" bisa menjadi segala cara, akal, kiat, bahkan tak jarang akal bulus, dan tipu daya. Upaya untuk mengecoh, berkelit, bersembunyi, memukul dan sebagainya, dalam rangka melumpuhkan lawan. Semuanya guna mencapai kemenangan yang berarti: kedudukan dengan segala fasilitasnya.

Tak heran kalau ada istilah “politik kotor". Institusi yang awalnya sangat mulia itu, terpeleset. Kini dengan mengatasnamakan negara, bangsa dan rakyat, “politik" menjadi kendaraan umum yang trayeknya “semau gue". Banyak kali terpakai secara tidak etis, untuk kenikmatan, kenyamanan satu pribadi atau kelompok tertentu. Kepentingan negara telah dimanipulasi. Rakyat ditipu, hanya dimanfaatkan untuk menang. Dan kekuasaan yang dijadikan target utama, bukan lagi merupakan tanggung jawab yang memikul cita-cita luhur negara, tetapi hanya alat untuk memperoleh pekerjaan yang lebih basah.

Seorang anak muda yang terjun ke politik, kini semakin sulit untuk dipercaya, apa benar ia sudah terpanggil oleh rasa kebangsaan. Pengakuan bahwa ia sudah terinspirasi oleh keadaan negara yang rawan, lalu berniat memberikan pengorbanan untuk masa depan yang lebih baik, harus dicurigai. Sampai ia memberikan bukti konkret. Banyak di antara kandidat-kandidat itu, memosisikan politik sebagai usaha dagang.

Di masa lalu, para orang tua yang ingin anaknya kaya, akan mendorong mereka kuliah menjadi dokter (Dr), insinyur (Ir) atau ahli hukum (Mr.). Belakangan ini ada pergeseran besar. Dokter, insinyur dan mister (sarjana hukum) tidak menjamin apa-apa lagi. Lebih menarik menjadi penyanyi, bintang sinetron, pemain bola, pembawa acara, pelukis, tukang sulap, paranormal atau pelawak. Itulah idola-idola baru yang “jreng".

Banyak contoh dokter, insinyur dan sarjana hukum yang hidupnya kere. Atau terpental jadi wartawan, sopir taksi, fotografer dan sebagainya. Sebaliknya deretan idola baru itu, mencatat miliarder-miliarder muda yang mencengangkan karena instannya. Tapi semua itu pun sudah mulai kalah. Pendatang baru yang bernama “politik", sejak reformasi, diam-diam menjadi kuda putih. Melejit tinggi dan kini terbilang sebagai idola yang paling panas.

Minat terhadap politik, tidak lagi hanya di sekitar gedung DPR/MPR. Seluruh lapisan masyarakat sudah dijangkiti oleh demam politik, sebagaimana dunia showbiz yang kini diserbu selera penyanyi, film, sinetron Korea. Sopir taksi, tukang ojek, satpam, tukang parkir, dibelajarkan oleh media, terutama tayangan-tayangan televisi, yang luar biasa militannya untuk menyebar demam politik. Boleh dikatakan, 2 per 3 minat masyarakat sekarang terkait dengan isu-isu politik. Yang tidak ikut serta, dianggap kurang gaul.

Para intelektual dan selebriti, pun resah. Mereka lantas meninggalkan kandangnya, mulai ikut bertarung menjadi caleg. Dan kalau kita lihat komposisi wakil rakyat terpilih di DPR, kita tidak kaget lagi, karena banyak di antaranya yang sebelumnya tidak kita sangka punya minat politik. Bahkan dalam tayangan-tayangan televisi di masa pra-pemilihan, ketika kandidat-kandidat itu “dites" oleh pembawa acara, nampak “pah-poh". Selain tidak punya wawasan politik juga terasa tidak mengerti kenapa mereka jadi berpolitik meninggalkan profesinya.

Politik telah menjadi mata pencaharian. Para politisi di masa-masa perjuangan lalu, kalau kini masih hidup, akan kewalahan. Mereka boleh bangga memiliki kecerdasan, wawasan juga komitmen terhadap negara dan bangsa. Tetapi agaknya itu sekarang tidak penting lagi. Sekarang cukup dengan rupa yang menarik, popularitas serta uang banyak, jalan perjuangan akan mulus. Kita boleh tanya kepada para kandidat yang gagal serta tim sukses. Berapa biaya yang harus dikeluarkannya untuk berpolitik? Dalam kondisi “politik" seperti ini, sulit berharap akan lahir pemimpin sejati. 
Sumber: Jurnal Nasional, 25 Apr 2012

SEBARKAN ARTIKEL INI :

0 komentar:

Silahkan berkomentar

Tuliskan apa pendapatmu...!

 
Didukung : Creating Website | MFILES
Copyright © 2015. Ansel Deri - All Rights Reserved
Thanks to KORAN MIGRAN
Proudly powered by Blogger