KRISTOFORUS Boli Labaona (39 tahun). Satu lagi Nadiem Anwar
Makarim. Kemudian ketiga Joko Widodo alias Jokowi (Lihat gambar). Guru Boli
tinggal di Desa Atawai, Kecamatan Nagawutun, Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara
Timur. Atawai adalah desa di bawah pelukan hutan dan pernah disinggahi Johnny G
Plate, anggota DPR RI sekaligus Sekjen Partai NasDem dalam rangkaian reses guna
mengunjungi warga masyarakat di daerah pemilihan untuk menyerap aspirasi.
Johnny, saat ini didapuk Presiden Joko Widodo sebagai Menteri Komunikasi dan
Informatika Republik Indonesia. Nadiem Anwar Makarim tak lain Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Kabinet Indonesia Maju. Usianya lebih tua empat tahun
dari guru Boli. Nadiem baru saja diangkat jadi pembantu Jokowi -begitu sapaan
Presiden Joko Widodo- masuk Kabinet Indonesia Maju.
Jokowi adalah wong
ndeso, orang kampung dari Surakarta. Seperti guru Boli, guru hononer di SMP
Negeri 2 Nagawutun. Jokowi merintis usaha kecil sebagai tukang bekin kursi,
meja, dan mebeler di Surakarta. Ia dipercaya warga Surakarta menjadi Walikota
Surakarta. Nasib dan garis tangannya di tangan Tuhan. Jokowi dipercaya jadi
Gubernur DKI Jakarta. Langkahnya mulus menuju kursi Presiden berdampingan
dengan Jusuf Kalla. Ia kembali dipercaya menjadi Presiden bersama KH Ma'ruf
Amin pada periode kedua di negara kaya raya yang sudah merdeka 74 tahun.
Sedang guru Boli?
Boleh jadi ia guru paling apes di bawah kolong langit Indonesia. Setiap
berganti Presiden Republik Indonesia dan berganti pula Menteri Pendidikan
Nasional, guru Boli, barangkali tak pernah disentuh negara dalam urusan
penghargaan untuk tugasnya mengajar dan mendidik anak-anak muridnya di sekolah.
Sejak 2007, ia mengabdikan diri sebagai guru pada Sekolah Menengah Pertama
Negeri 02 Nagawutun, Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur. Provinsi ini
dipimpin Gubernur Viktor Bungtilu Laiskodat dan Wakil Gubernur Josef A Nae Soi.
Duo pemimpin yang pernah sama-sama mengabdi sebagai anggota DPR RI.
"Sejak tahun
2007, Pak Kristo menjadi rekan kerja kami di SMPN 2 Nagawutun. Setiap bulan ia
cuma mendapat insentif dari Komite Sekolah sebesar Rp. 100 ribu. Beberapa kali
beliau mencoba mengikuti tes menjadi pegawai negeri sipil, tapi dewi fortuna
belum memihak. Saat ini ia diberi insentif Rp. 500 ribu setiap bulan. Kami
berterima kasih kepada Komite Sekolah karena gaji guru Boli dinaikkan sejak ia
mengabdi 12 tahun lalu," ujar Konradus Soni, Kepala SMPN 2 Nagawutun,
sekolah pemerintah yang berlokasi di Desa Belabaja.
Jika berandai-andai,
gaji guru Boli sebulan sebesar Rp. 500,000. Sedang gaji Menteri Nadiem Makarim
sebesar Rp. 150 juta per bulan. Lalu Jokowi bergaji sebesar Rp. 500 juta per
bulan, maka tentu terasa sangat jauh perbedaan: seperti langit dan bumi. Ya,
itulah rejeki manusia. Hanya Tuhan yang tahu. Seberapa rejeki yang kita terima
dari Tuhan, tetap harus di syukuri sebagai umat beriman.
Tapi soal jabatan
dan masa kerja, guru Boli tidak bisa dianggap sepele. Di SMPN 2 Nagawutun, guru
Boli diberi jabatan mentereng. Selain mengajar mata pelajaran Ekonomi, guru
Boli dipercaya sebagai Kepala Urusan Sarana Prasaran, Pembina OSIS, Kaur
Kesiswaan, dan Wali Kelas 8. "Pak Kristo saya beri tugas tambahan ini.
Kami semua senang karena ia sangat bertanggungjawab dalam tugasnya. Kalau urusan
Pramuka dan Olahraga, sekolah kami sangat hidup dan anak-anak senang di bawah
bimbingan Pak Kristo," kata guru Soni lebih lanjut.
Saat ini lagi musim
penerimaan calon PNS di seluruh Indonesia. Guru Boli pasti mati langkah. Ia
tentu meratapi nasib isteri dan anaknya nun di kaki Labalekan, di kampung
halaman. Saya tak terlalu yakin kalau hari ini nama nasib guru Boli ada di
benak Menteri Nadiem Makarim dan Presiden Joko Widodo: dua orang penting di
republik ini. Tapi tentang nasib guru secara gelondongan tentu menjadi
kerinduan Nadiem dan Jokowi menaruh hati sekadar berempati.
Presiden Jokowi
memandang bahwa guru itu profesi yang sangat mulia. Jokowi bilang begitu saat
beliau menghadiri puncak peringatan Hari Guru Nasional tahun 2018 dan HUT Ke-73
Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), yang dipusatkan di Stadion Pakansari,
Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Sabtu, 1 Desember 2018. Kala itu Jokowi
menyampaikan, ia merasa bangga. Bisa ngumpul dan bersua dengan para pendidik
anak-anak bangsa. Ia bangga dapat merayakan HUT PGRI ke-73.
Apa kata Jokowi,
bekas Walikota Surakarta? "Saya bangga berdiri di sini menghormati profesi
yang sangat mulia, para pendidik anak-anak bangsa. Saya bangga berdiri di sini
merayakan ulang tahun organisasi besar guru PGRI." Tapi apakah apresiasi itu
juga masuk telinga guru Boli? Walahualam. Satu hal pasti: Nadiem dan Jokowi
pernah diajar dan didik para guru hingga menjadi orang hebat dan pastinya akan
menghargai dan memperhatikan guru. Semoga nasib dan kisah guru Boli saat ini
sampai di gendang telinganya dan merasuk sampai hati mereka.
Satu hal pasti,
guru Boli setia bertaruh waktu, tenaga, dan keluarga demi anak murid sebagai
guru honorer komite sekolah. Guru Boli, seperti kata Jokowi, setia bertaruh
nyawa meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia dari desa. Maksudnya,
agar kelak punya daya saing. Melalui guru sekelas guru Boli, anak-anak
menghadapi dan memanfaatkan peluang dalam dunia dan perkembangan teknologi yang
begitu cepat berubah saat ini.
Jokowi, Nadiem, dan
guru Boli tentu sama-sama memainkan peran strategis membangun SDM yang
kompetitif. Mengapa? Kata Jokowi, pembangunan SDM menjadi fokus utama
pemerintah. Karena itu peran guru akan menjadi krusial. Para guru, termasuk
guru Boli, sebagai ujung tombak pembangunan SDM juga harus meningkatkan
profesionalisme sekaligus menjadi agen transformasi penguatan SDM.
Lalu apa komitmen
Menteri Nadiem Makarim soal guru? Pada HUT PGRI ke-74 dan Hari Guru Nasional
2019, Nadiem mantan CEO Gojek, tak mau mengisi HUT PGRI dengan kata-kata
inspiratif dan retorika. Nadiem berbicara apa adanya: dengan hati yang tulus.
Kepada semua guru di Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Tentu juga kepada
seorang guru Boli, yang sejak 12 tahun lalu mengandalkan "periuk
nasi" keluarga dari kemurahan hati Komite Sekolah, di tempat ia mengabdi.
"Anda ditugasi
untuk membentuk masa depan bangsa, tetapi lebih sering diberi aturan
dibandingkan dengan pertolongan," ujar Nadiem. Nadiem menyebut, para guru
ingin membantu murid-murid yang mengalami ketertinggalan di kelas. Namun apa
daya, waktu sang guru habis terbuang mengerjakan tugas administratif tanpa
manfaat yang jelas.
Baik guru Boli,
Nadiem maupun Jokowi, tentu sepakat. Mereka ingin para guru mulai berinovasi
tanpa harus menunggu perintah. Ya, guru Boli dengan beberapa jabatan strategis
dengan gaji Komite Sekolah sebesar Rp. 500 ribu per bulan. Angka yang jauh dari
ideal. Berbeda dengan Nadiem dan Jokowi. “Isteri Pak Kristo merantau di luar
NTT untuk memperbaiki ekonomi dan nasib keluarga. Dua anak yang masih kecil
usia SD dan TK diasuh sendiri guru Kristo,” kata Konradus Soni.
Guru Boli
menyelesaikan studi pada jurusan Pendidikan Dunia Usaha Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Universitas Nusa Cendana Kupang. Guru kelahiran tahun 1980 ini
lahir dari pasangan suami isteri petani kecil: Petrus Bala Labaona & Lusia
Duan. Guru Boli menikah dengan gadis pilihannya, Maria. Mereka dikaruni dua
orang anak kecil. Si sulung sudah di kelas I SD dan si bungsu di TK. Guru Boli
tinggal di Desa Atawai. Setiap pagi, ia Boli pergi pulang Belabaja sejauh 3
kilo meter. Ia menunaikan tugasnya sebagai guru honorer. Di tengah kesibukan
menunaikan tugasnya sebagai pahlawan tanda tanda jasa, ia masih nyambi sebagai
petani.
“Wakil Gubernur NTT
Pak Josef Nae Soi pernah singgah di Belabaja saat kampanye Pilgub tahun lalu.
Nasib kami guru honorer Komite Sekolah sudah kami sampaikan. Kami berharap
nasib kami hononer bisa diperhatikan. Terlalu jauh kalau kami beritahu Menteri
Pendidikan Nasional atau Presiden Jokowi atas nasib naas kami sebagai honorer tanpa
intervensi negara,” kata guru Boli.
Jakarta, 11 Desember 2019
Ansel Deri
Catatan
untuk adik Boli, guru honorer Komite Sekolah SMPN 2 Nagawutun, Lembata, NTT
Ket
foto: copas google.co.id & dok Fb guru Boli
0 komentar:
Silahkan berkomentar
Tuliskan apa pendapatmu...!