Headlines News :
Home » » Resensi: Menguak Problem Masyarakat Papua

Resensi: Menguak Problem Masyarakat Papua

Written By ansel-boto.blogspot.com on Friday, September 28, 2012 | 11:06 AM


PAPUA tidak hanya identik dengan kekerasan berupa penembakan secara sporadis, tapi juga menyimpan sejumlah potret buram lain. Salah satunya, sejak Papua diintegrasikan, mereka merasa dipinggirkan.

Buku Pemusnahan Etnis Melanesia: Memecah Kebisuan Sejarah Kekerasan di Papua Barat (2012) yang ditulis Socratez Sofyan Yoman menelisik lebih detail potret kelam yang dialami penduduk asli Papua. Dia melihat kejahatan kemanusiaan didemonstrasikan atas nama keamanan dan kepentingan nasional dengan berbagai bentuk wajah.

Penduduk asli Papua tinggal 2,37 juta jiwa atau sekitar 15,2 persen dibanding pendatang 13,2 juta jiwa atau sekitar 84,80 persen.

Di tanah Papua terjadi proses pelemahan etnis secara sistematis karena kepentingan di Papua Barat terkait masalah politik, keamanan, dan ekonomi. Banyak UU tidak prorakyat setempat. "Ini semua bagian dari penghancuran masa depan, identitas, dan mengakhiri eksistensi orang asli Papua dari tanah dan negeri mereka" (hal 245).

Jauh sebelumnya, dalam Voice of America, 27 Januari 2006 dan The Indonesia Human Rights Campaign Bulletin No 182/April 2006, hal 3, Penasihat Khusus Sekjen PBB bidang Pencegahan Pemusnahan Penduduk Pribumi, Mr Juan Mendez, mengungkapkan keprihatinannya terhadap kondisi warga asli di wilayah Papua Barat.

Mendez merasa frustrasi karena Indonesia mencegah ahli-ahli atau peneliti dari pekerja hak-hak asasi manusia (HAM) untuk memonitor berbagai pelanggaran HAM di Papua Barat. Padahal, PBB berkeinginan menjembatani untuk mencari penyelesaian.

Benny Giay dalam pengantar buku ini menambahkan, dalam sejarah gereja, pemikiran-pemikiran kritis tokoh gereja atau agama kerap disikapi negatif pemerintah dan masyarakat. Tokoh atau petugas gereja yang kritis sering dicap sebagai pembawa bendera politik tertentu.

Sedangkan George Junus Aditjondro mengungkapkan buku ini kaya informasi pergumulan antara rakyat Papua Barat dan Pemerintah Indonesia sejak sebelum Pepera tahun 1969 hingga keluarnya UU Otsus tahun 2001. "Penderitaan rakyat Papua Barat merupakan tantangan kemanusiaan bagi bangsa, rakyat, pemerintah, dan gereja-gereja di Indonesia," kata George.

Buku ini tak hanya mengulas sejarah integrasi yang oleh orang Papua dianggap belum tuntas, tapi juga dinamika sosial politik mutakhir. Di sini juga diungkap berbagai kekerasan yang terus terjadi, kebuntuan politik Jakarta-Papua, keputusasaan, dan keprihatinan berbagai kalangan atas kondisi Papua.

Buku ini juga menelusuri "lorong-lorong gelap" kehidupan sosial politik di tengah upaya positif Pemerintah Indonesia mulai dari Repelita di masa Orde Baru, UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Papua, Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 tentang Pembentukan Majelis Rakyat Papua (MRP), Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia, termasuk Papua, dan Unit Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat. Karena itu, perlu segera direalisasikan dialog Jakarta-Papua dengan dimediasi pihak ketiga yang netral agar muncul secercah cahaya yang dapat menerangi "lorong-lorong gelap" tanah Papua. 
Diresensi Ansel Deri, alumnus Undana, Kupang

Judul              : Pemusnahan Etnis Melanesia
                           Memecah Kebisuan Sejarah Kekerasan di Papua Barat
Penulis           : Socratez Sofyan Yoman
Penerbit         : Cenderawasih Press Jayapura
Percetakan    : Galangpress Yogyakarta
Terbit             : September 2012
Tebal              : 310 halaman
ISBN               : 978-602-8174-85-5
Sumber: Koran Jakarta, 28 September 2012
SEBARKAN ARTIKEL INI :

0 komentar:

Silahkan berkomentar

Tuliskan apa pendapatmu...!

 
Didukung : Creating Website | MFILES
Copyright © 2015. Ansel Deri - All Rights Reserved
Thanks to KORAN MIGRAN
Proudly powered by Blogger