Alumni Universitas
Nusa Cendana Kupang;
Tenaga Ahli (A-278)
DPR RI Dapil Papua
KOMISI Pemilihan
Umum Daerah Papua memutuskan dan menetapkan pasangan Lukas Enembe, SIP,
MH-Klemen Tinal, SE, MM, pemenang pemilihan gubernur (pilgub). Keduanya akan
memimpin Papua periode 2013-2018. Mahkamah Konstitusi, pada Senin, 13 Maret
lalu juga menolak para pihak yang keberatan atas hasil Pleno KPUD Papua dan
mengukuhkan pasangan Enembe-Tinal menjadi pemenang.
Apresiasi dan rasa
hormat patut dialamatkan kepada pasangan Alex Hasegem-Marthen Kayoi, Habel
Melkias Suwae-Yop Kogoya serta MR Kambu-Blasius Pakage (jalur politik). Juga
dua pasangan jalur independen: Wellington Wenda-Weynand Watori dan Noakh
Nawipa-Yohanes Woop.
Bersama timnya,
mereka telah menyajikan sebuah fakta menarik. Bahwa pilkada mesti dilaksanakan
dalam suasana damai meski masih ada noktah hitam yang mewarnai hajatan politik
lima tahunan itu. Di sini, semua pasangan menjalankan politik paling ensensial.
Politik telah
dipahami bukan dalam artian sempit melainkan dalam artian luas. Ia (politik)
dipahami bukan pula pada wacana, verbal maupun kognitif. Namun lebih pada
kemungkinan yang diciptakan masing-masing pribadi dalam kebersamaan seraya
hidup dalam suatu lingkungan yang ramah terhadap sesama, di mana keadilan, bela
rasa penuh cinta, dan pemeliharaan hidup diutamakan (Bdk. Edy Kristiyanto: Sakramen Politik; Penerbit Lamalera
tahun 2008).
Karena itu, pilgub
sepintas menunjukkan kemajuan demokrasi dan kedewasaan berpolitik masyarakat di
seantero Tanah Papua memasuki hajatan politik lainnya terutama pemilihan
bupati-wakil bupati, walikota-wakil walikota maupun DPRP dan DPRD di masa akan
datang. Pilgub kali ini dapat dijadikan pilot project dan model laboratorium
rekrutmen pemimpin politik.
Kemenangan rakyat
Meski pemenangnya
sudah diketahui, sekali lagi, apresiasi dan rasa hormat pantas ditujukan juga
kepada kelima pasangan lain. Mereka adalah putra-putra terbaik Papua yang masih
bersedia meluangkan waktu, pikiran, dan tenaga untuk ikut berkompetisi menuju
Papua 1. Karena itu, kemenangan ini tak hanya milik pasangan Enembe-Tinal
tetapi kemenangan semua pasangan dan rakyat. Agenda pembangunan lima tahun ke
depan menjadi agenda bersama, tak hanya gubernur-wakil gubernur baru.
Baik gubernur-wakil
gubernur baru dan maupun lima pasangan sudah tahu kondisi Papua selama ini
dengan dinamika yang menyertainya. Pemerintah dan masyarakat Papua tahu Undang
Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua pun sudah
berjalan dua belas tahun. Jika dilihat, sudah banyak kemajuan. Namun, masih
banyak persoalan yang perlu ditangani gubernur-wakil gubernur baru menuju
masyarakat yang lebih aman, damai, adil, dan sejahtera lahir-batin.
Mengapa hal ini
penting? Di tengah upaya mengejar ketertinggalan Papua, kerap terjadi kekerasan
berupa penembakan orang tak dikenal hingga bentrok antarkelompok terutama
menyongsong dan saat berlangsung hajatan politik lokal, terutama pemilihan
gubernur dan bupati/walikota.
Selain
menyelesaikan berbagai agenda pembangunan mendesak, gubernur-wakil gubernur
juga perlu care atas sejumlah persoalan lain, terutama dialog yang berpijak
pada isu-isu krusial sebagaimana sering disuarakan sejumlah elemen masyarakat.
Isu-isu krusial dimaksud, dapat mengacu pada empat akar masalah utama.
Keempat masalah
dimaksud yaitu (i) sejarah dan status
politik Papua; (ii), rekonsiliasi dan
pengadilan HAM; (iii), kegagalan
pembangunan di Papua; dan (iv),
marjinalisasi dan diskriminasi (Bdk. Papua
Road Map: Negotiating the Past, Improving the Present and Securing the Future
terbitan LIPI, Yayasan TIFA, dan Yayasan Obor Indonesia tahun 2009).
Mengapa dialog,
karena pusaran konflik tidak putus-putus sejak 1962. Kemiskinan belum tuntas
terentas, indeks pembangunan manusia dua provinsi itu menjadi yang terburuk di
Indonesia. Padahal, sejak berlaku hingga 2011, misalnya, dana otsus Papua
sebesar Rp 32 triliun.
Agenda strategis
Siapapun warga
Indonesia yang bermukim di Papua maupun di luar Papua, tentu mahfum. Bahwa
Papua merupakan wilayah yang tak hanya bergelimang soal kemiskinan dan
ketertinggalan di hampir semua dimensi pembangunan. Namun, lebih dari itu
masalah konflik yang kerap kali memakan korban harta dan nyawa.
Sedang di lain
sisi, kemajuannya masih terasa seperti kerakap yang tumbuh di atas karang:
hidup enggan mati tak mau. Kondisi ini jauh sebelumnya sudah disadari pemerintah
pusat dan daerah. Upaya membangun Papua, misalnya, sudah sejalan dengan
komitmen Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Pada periode
pertama kepemimpinannya, Presiden Yudhoyono bertekad menyelesaikan masalah
Papua secara damai, adil, dan bermartabat tanpa kekerasan. Salah satu tekad dan
komitmen presiden adalah menyelesaikan masalah Papua melalui dialog. Karena
itu, kondisi Papua yang masih tertinggal seperti yang terlihat saat ini menjadi
agenda gubernur-wakil gubernur bersama masyarakat dengan kemampuan anggaran
yang tersedia.
Gubernur-wakil
gubernur bersama masyarakat perlu bergandengan tangan mengejar berbagai
ketertinggalan yang masih melilit. Pemerintahan Presiden Yudhoyono juga sudah
menunjukkan komitmen melalui alokasi dana yang terbilang besar. Dalam Rencana
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) Tahun 2013, misalnya, dana otsus
Papua dan Aceh sebesar Rp 13,2 triliun atau naik Rp 1,3 triliun dari pagu APBN
Perubahan Tahun 2012.
Dana itu
dialokasikan masing-masing untuk Papua Rp 4,3 triliun, Papua Barat Rp 1,8
triliun, dan Aceh sebesar Rp. 6,1 triliun. Di luar itu Papua dan Papua Barat
dialokasikan lagi dana tambahan infrastruktur Rp 1 triliun. Kucuran dana
sebesar itu tentu perlu dikelola dengan baik agar berdaya guna.
Tak heran, Presiden Yudhoyono meminta dana otsus dikelola transparan dan akuntabel, sehingga dapat dimanfaatkan optimal mengejar ketertinggalan dalam pemenuhan pelayanan kesehatan, pendidikan, infrastruktur, dan ekonomi rakyat. Juga dilakukan pengawasan lebih efektif dalam pemanfaatannya.
Tak heran, Presiden Yudhoyono meminta dana otsus dikelola transparan dan akuntabel, sehingga dapat dimanfaatkan optimal mengejar ketertinggalan dalam pemenuhan pelayanan kesehatan, pendidikan, infrastruktur, dan ekonomi rakyat. Juga dilakukan pengawasan lebih efektif dalam pemanfaatannya.
Permintaan (atau
tepatnya peringatan) Presiden Yudhoyono beralasan. Gubernur-wakil gubernur dan
masyarakat perlu menyadari bahwa meski dana sebesar itu digelontorkan ke Papua,
namun belum mampu mengurangi keteringgalan dan kemiskinan. Kondisi ini juga
terkait dengan mental koruptif yang masih merasuki sanubari sebagian kecil
masyarakat serta pejabat dan elite politik baik di daerah maupun pusat hingga
membuat masyarakat dan daerah terpenjara dalam kubangan kemiskinan dan
ketertinggalan.
Rakyat, para elite,
dan stakeholder tentu percaya kepada Gubernur Lukas Enembe-Wakil Gubernur
Klemen Tinal. Mencermati rekam jejak yang dimiliki, keduanya diharapkan tetap
komit dengan janjinya saat kampanye. Mereka diharapkan mendengar, memahami, dan
memecahkan persoalan pembangunan yang dihadapi masyarakat. Di bawah
kepemimpinan gubernur-wakil gubernur baru, ada secercah harapan di benua paling
timur Indonesia itu.
Sumber: Papua Pos,
14 Mare 2013
0 komentar:
Silahkan berkomentar
Tuliskan apa pendapatmu...!