Rohaniwan
SEJENAK rakyat Argentina di
Buenos Aires seperti tersihir dalam diam. Namun, begitu di televisi diumumkan
dan diperlihatkan Paus yang baru, mereka pun meledak dalam jerit dan sorak tak
terkatakan.
”Argentina, Argentina!” demikian
mereka berteriak di mana-mana. Jalanan pikuk dengan klakson mobil. Bendera
Argentina dikibar-kibarkan. Luapan sukacita ini persis seperti ledakan
kegembiraan saat pertandingan final kesebelasan Argentina menekuk Jerman 3-2
dan menjadi juara Piala Dunia 1986 di Mexico City.
Messi, Maradona, Paus!
Begitulah mereka berteriak-teriak
ketika mereka tahu bahwa Paus yang baru adalah Kardinal Jorge Mario Bergoglio,
Uskup Agung Buenos Aires. Bangsa mana yang tidak bangga bila mereka mempunyai
legenda seperti Messi dan Maradona? Dua legenda itu sudah seperti rahmat
berlimpah. Apalagi sekarang mereka mempunyai Paus Fransiskus. Lengkap sudah
kegembiraan dan kebanggaan rakyat Argentina.
Tak hanya rakyat Argentina,
tetapi seluruh dunia pun bergembira karena terpilih Paus yang menyebut dirinya ”datang
dari ujung dunia ini”.
”Ia seperti kuda hitam yang jadi
juara. Ia bukan favorit. Saya sama sekali tak dapat berkomentar, saya tegang,”
kata seorang bernama Emanuel Sargari dari Santa Fe, Argentina, di tengah lautan
manusia yang memadati halaman Gereja Santo Petrus, Roma. Saking tegangnya, ia
sampai lupa menggoyang-goyangkan bendera Argentina.
Beberapa orang Italia kelihatan
kecewa karena yang terpilih bukanlah Kardinal Angelo Scola dari Milan, jago
yang sempat diunggulkan. ”Ya, tak apalah, sekurang-kurangnya ia mempunyai darah
Italia,” kata seorang wanita Italia menghibur diri. Nada bicaranya seperti
seorang fans bola yang jagonya kalah.
Dunia mengharap Paus Fransiskus
akan membawa angin perubahan yang segar. Orang kiranya ingat akan catatan yang ditinggalkan
Kardinal Italia terkenal, Carlo Martini. Sebelum kematiannya tahun lalu,
Martini menyebut bahwa Gereja Katolik ini ketinggalan 200 tahun lamanya. Ritual
Gereja megah dan meriah, tetapi berhadapan dengan zamannya, Gereja kehilangan
nyali dan menjadi penakut.
Menurut Martini, Gereja lelah dan
terseok-seok karena keberatan beban, seperti beban birokrasi yang melebihi
proporsi dan beban liturgi yang melulu ritualistik belaka. Gereja harus bisa
menemukan bara apinya lagi di tengah tumpukan abu yang menenggelamkannya.
Kardinal Bergoglio memilih nama
Fransiskus untuk jabatan kepausannya. Fransiskus (1182-1226) adalah seorang
kudus pembaru Gereja. Ia meninggalkan segala kekayaan dan kenikmatan dunia,
lalu hidup sebagai orang miskin dan memberikan diri seluruhnya kepada kaum
miskin. Semasa masih menjadi Uskup Agung di Buenos Aires, seperti Santo
Fransiskus yang ingin diteladaninya, Kardinal Bergoglio adalah pembela hak
asasi dan pengkritik yang bersuara keras terhadap keserakahan yang merusak
ekologi. Hidupnya juga dekat dengan orang miskin. Ia tidak tinggal di istana
uskup, tetapi di apartemen. Ke tempat kerja ia menggunakan kendaraan umum. Ia
sungguh kardinal yang sederhana.
Belum lama ini, ia mengkritik
warga Argentina yang seperti sudah kerasukan setan dari imperium uang, yang
kiprahnya terlihat, misalnya, dalam perdagangan manusia, obat bius, dan
korupsi. Itu semua akan membuahkan kekerasan, yang merusak keluarga. Dan,
korbannya lebih-lebih adalah anak-anak dari keluarga miskin.
Paus Fransiskus kiranya akan
terus memperjuangkan keprihatinannya tadi. Karena itu, semoga ia tak defensif
mempertahankan hierarki kekuasaan yang selama ini mengurung pertahanan Gereja
terhadap tantangan dari luar. Siapa tahu ia bisa menjadi ”Maradona Gereja”,
yang berani mendobrak struktur Gereja yang terlalu defensif.
Dengan menyebut nama Maradona,
kita kiranya boleh mengingat bagaimana situasi dunia bola pada waktu itu.
Setelah era Pele dan Johan Cruyff, dunia bola lama sekali tenggelam dalam
sistemnya yang defensif. Datanglah Piala Dunia 1986, dan Diego Maradona muncul
menjadi dirigen yang mengobrak-abrik sistem itu. Ia bermain dengan eksplosif,
lincah, dan gembira. Permainannya yang ofensif dan genius menunjukkan bahwa
sistem defensif itu sudah usang dan keropos.
Waktu bermain di Napoli, Maradona
juga menjadi dewa penyelamat. Napoli hanyalah kesebelasan yang pas-pasan kala
itu. Namun, di tahun 1986/87, Maradona dapat membawanya menjadi juara Liga
Serie-A untuk pertama kali. Malah Napoli juga meraih piala tingkat Eropa juga
untuk pertama kalinya, ketika di tahun berikutnya meraih Piala UEFA.
Seperti Napoli telah mengambil
Maradona dari Argentina, kini Vatikan juga mengambil Kardinal Bergoglio dari
”ujung dunia”. Diharapkan, ia juga bisa mendobrak kemacetan Gereja akibat
sistem pertahanan yang hierarkis dan defensif. Ia akan dapat, karena kiranya ia
yakin kekuatannya tidak berasal dari kekuasaan hierarki, tapi dari kegembiraan
iman umatnya. Memerintah tanpa takut, punya nyali terhadap tantangan zaman, dan
tidak terbebani beban birokrasi hierarkis yang berlebihan, inilah yang kiranya
diharapkan dari Paus Fransiskus itu.
Argentina tidak hanya punya
Maradona, tapi juga Lionel Messi. Messi memang belum pernah membawa Argentina
jadi juara dunia. Namun, bersama Barcelona, Messi telah menunjukkan dominasinya
di kancah Eropa dan Liga Champions. Dan sekarang diakui bahwa Liga Champions
ini tak kalah arti dan mutunya dengan Piala Dunia atau Piala Eropa.
Lain dengan Maradona yang
flamboyan, Messi adalah seorang pendiam dan pemalu. Tapi, kata Pep Guardiola,
”Ada bermacam-macam tipe pemimpin. Ketika situasi sedang sulit, Messi akan
muncul. Dan ia mengerjakan dengan baik tugas kepemimpinan di saat sulit itu
empat tahun lamanya. Kepemimpinannya adalah kepemimpinan yang diam. Dalam
pergolakan, ia selalu maju ke depan.”
Dengan memilih Paus Fransiskus
dari Argentina, Gereja Katolik kiranya kelihatan sedang membutuhkan
kepemimpinan macam itu. Kepemimpinan yang tidak banyak bicara, yang berani
bertindak, dan membuahkan gol di tengah segala kemacetan yang terjadi.
Karena itu, Messi, Maradona, dan
Paus sesungguhnya bukanlah sekadar seruan kegembiraan dari para fans bola,
melainkan juga sebuah seruan harapan: Semoga Paus dari Argentina ini dapat
memimpin Gereja, seperti Messi dan Maradona memimpin bola. Semoga Paus
Fransiskus dapat kembali menyalakan kegembiraan beriman, menghapus ketakutan,
mempunyai nyali untuk membuat terobosan, seperti Messi dan Maradona yang haus
untuk membuat gol di dunia bola.
Sumber: Kompas, 19 Maret 2013
0 komentar:
Silahkan berkomentar
Tuliskan apa pendapatmu...!