Dosen Fisipol
Undana Kupang;
Ketua Riset Teruna
Demokrat
Survei Lingkaran
Survei Indonesia (LSI) pada 11-14 Februari 2013 melansir bahwa 68,42 persen
publik khawatir kinerja Presiden akan menurun karena terlalu sibuk mengurus
partai. Sebanyak 24,29 persen yakin Presiden tetap fokus menjalankan tugasnya
sebagai presiden dan 7,29 persen lainnya memilih tidak menjawab.
Survei ini
dilakukan pasca-Presiden Yudhoyono mengambil alih kendali Ketua Umum Partai
Demokrat sejak 8 Februari 2013. Pengambilalihan bertujuan untuk memulihkan
elektabilitas partai dari "sakit" elektoralnya berdasarkan hasil
Survei Saiful Mujani Research Consultating, beberapa waktu lalu.
Rakyat pesimistis
karena perhatian Presiden yang terlampau ekstra mengurus partai membuat
sensitivitas dan kerja-kerja perlindungan dan pelayanan terhadap rakyat
terabaikan. Penegasan Presiden pada akhir Januari lalu agar sejumlah menteri
yang bakal menjadi kontestan dalam Pilpres 2014 lebih fokus bekerja sesuai
tugas dan tanggung jawab rasanya mubazir manakala Presiden sendiri sibuk
menyelamatkan partainya.
Artinya, ke depan
begitu banyak waktu yang didedikasikan untuk menjalankan mandat rakyat tersedot
oleh kesibukan elektoral-kekuasaan Presiden untuk mengurus partai. Kecuali, SBY
melalui mekanisme internal partai segera menunjuk caretaker pengganti Anas
Urbaningrum, sehingga SBY fokus mengemudikan kapal republik ini.
Apa yang dirisaukan
di pusat tak beda dengan di daerah. Misalnya, upaya pemenangan kepala daerah
(gubernur/bupati/wali kota) oleh partai sebagai modal politik di Pemilu dan
Pilpres 2014 kerap membuat seorang gubernur--yang merangkap sebagai ketua
partai--menghalalkan berbagai cara memenangi pemilihan bupati/wali kota yang
mengikutkan kader yang diusung partainya lewat pengerahan kekuatan sumber daya
dan simbol birokrasi yang mereduksi tatanan demokrasi lokal. Akibatnya, peran
dan fungsi pemerintah daerah sebagai pelayan rakyat tercederai dan dibajak
sistem transaksi kepentingan dalam bursa produk kebijakan yang ujung-ujungnya
mengor- bankan legitimasi dan dukungan politik rakyat.
Satu setengah tahun
injury time pemerintahan SBY akan menentukan warisan apa yang ditinggalkan bagi
rakyat. Apakah berkurangnya angka kemiskinan dan pemenuhan hak-hak dasar yang
memadai bagi rakyat atau justru sistem politik yang kian bermasalah karena
dikerangkeng watak pragmatis dan korupsi elite-elite politik dan birokrasi di
berbagai sektor yang bernafsu mengincar rentai kekuasaan.
Dalam hal warisan
sistem demokrasi, kalau sekadar pemenuhan hak-hak rakyat dalam kebebasan sipil
dan bersuara sebagaimana yang diungkapkan Wapres Boediono dalam pidato
penerimaan gelar Doctor Honoris Causa dari Monash University Australia di
Istana Wapres Jakarta (13/2/2013) yang menjadi ukuran keberhasilan demokrasi di
negeri ini, itu sebuah pernyataan yang kelewat naif. Apalah artinya itu jika
hak-hak prinsipil rakyat, termasuk hak hidup laik, hak atas pekerjaan, hak atas
jaminan sosial, hak memeluk agama dan kepercayaan, dan lain-lain gagal
dilindungi.
Di tengah
gemilangnya pertumbuhan ekonomi, kita melihat banyak rakyat makan nasi aking
dan untuk berobat saja begitu susahnya. Sementara, uang rakyat dengan
gampangnya dicuri pejabat-pejabat yang bernafsu memperkaya diri. Kejadian
tragis yang menimpa pasangan suami-istri, Eliyas Setya Nugroho (20) dan Lisa
Darawati (21), yang kehilangan buah hatinya Dera Nur Anggraini karena ditolak
10 rumah sakit (RS) untuk menjalani perawatan merupakan contoh bahwa rakyat
masih menjadi anak tiri di negeri sendiri. Kasus ini hanya "gunung
es" dari kejadian serupa di daerah-daerah di mana pemerintahnya meremehkan
makna sakral pelayanan publik.
Ironisnya, meski
nasib tragis yang mendera Dera Anggraini terjadi di jantung Ibu Kota, kita tak
melihat ada elite dan partai politik yang menangis dan berempati. Mereka malah
asyik menarik simpati lewat tebar pesona di media massa untuk meraih dukungan
politik menjelang pemilu. Lainnya, asyik membentangkan karpet merah bagi
anggota baru partai yang menggiurkan secara materi sebagai modal mengepulkan
asap dapur partai di Pemilu 2014.
Sebagiannya lagi,
sibuk mengonsolidasi partainya dari ambang ke melorotan elektabilitas dan
perpecahan karena ada kadernya yang kepergok melakukan korupsi berjamaah.
Padahal, menurut Larry Diamond, masalah korupsi dan lemahnya penegakan hukum
inilah yang membuat institusionalisasi demokrasi di negeri kita terus terganggu
(Indonesia's Place in Global Democracy, 2010).
Tiga pemilu
pascareformasi cukup membuat kita menepuk dada sebagai negara yang sukses
secara prosedural demokrasi, tapi secara substantif harus diakui belum
sepenuhnya mencerminkan spirit demokrasi the only game in the town yang
melembagakan demokrasi. Olle Tornquist mengatakan, demokrasi formal memang
sudah tercipta, tetapi secara substantif yang terjadi hanyalah "demokrasi
kaum penjahat" (R William Liddle ed, 2001). Demokrasi yang menghadirkan
elite politik (gubernur, bupati/wali kota, dan wakil rakyat) yang memanipulasi
perangkat demokrasi untuk melayani syahwat diri, kelompok, dan lembaganya. Di
baju mereka tersemat lambang pemerintahan untuk melayani rakyat, tapi itu
semata menutupi watak aslinya sebagai penjahat politik bagi rakyatnya.
Kita berharap,
kepentingan negara dan rakyatlah yang harus didahulukan oleh pemimpin bangsa
ini, bukan kepentingan diri, kelompok, atau partai. Benar, partai harus
menginspirasi kader-kadernya di legislatif dan eksekutif dalam menyusun
agenda-agenda politik. Tetapi, dalam memperjuangkan dan membela
"kepentingan", kepentingan rakyatlah yang harus diutamakan dan
dibela. Karenanya, selain dibutuhkan
komitmen kenegarawanan, penting sekali larangan rangkap jabatan bagi pejabat
negara yang menjabat sebagai fungsionaris parpol untuk mencegah internalisasi
kepentingan individual, kepentingan partai politik, dan ke kuasaan ke dalam
agenda-agenda utama kerakyatan. Jika tidak, demokrasi makin tercabik-cabik oleh
krisis legitimasi rakyat karena penguasanya lebih memilih membangun istana
kepentingannya daripada memperbaiki gubuk-gubuk penderitaan rakyat.
Sumber: Republika, 4
Maret 2013
0 komentar:
Silahkan berkomentar
Tuliskan apa pendapatmu...!