Staf Khusus
Presiden Bidang Pembangunan Daerah dan Otonomi Daerah
Sejak terbentuknya
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), demokrasi adalah pilihan politik
dari para pendiri negara ini. Di tengah setting sosial bangsa yang majemuk ini,
demokrasi adalah pilihan yang tepat untuk menghadirkan kesejahteraan dan sistem
pemerintahan yang bertanggung jawab. Namun, perjalanan bangsa ini penuh dengan
dinamika.
Di dalam satu
kesempatan, Professor Mochtar Masoed dari Universitas Gadjah Mada pernah
menyebutkan bahwa Indonesia pernah mengalami periode yang berbeda. Sang
Professor menjelaskan bahwa di era Orde Lama, politik adalah panglima. Di era
Orde Baru, ekonomi adalah panglima. Dan kini di erareformasi, saatnya hukum
sebagai panglima.
Mengapa hukum harus
diletakkan sebagai panglima? Banyak pemikir dan lembaga-lembaga kajian dunia
sepakat bahwa kematangan demokrasi ditandai oleh sejauh mana hukum ditegakkan
oleh negara tanpa diskriminasi dan sejauhmana hukum dipatuhi oleh seluruh warga
bangsa. Taat pada aturan hukum (rule of law) adalah fondasi penting dari
demokrasi itu sendiri. International IDEA membangun metodologi untuk menilai
kualitas demokrasi yang disebut The State of Democracy (SoD) assessment.
Dalam konteks itu,
kriteria hukum, hak-hak, dan kewarganegaraan adalah salah satu pilar dari SoD
tersebut. Sudahkah negara maupun masyarakat berjalan secara konsisten dengan
aturan hukum? Tidak hanya negara yang patuh pada hukum, namun seluruh rakyat
harus patuh pada sistem hukum yang berlaku tanpa terkecuali. Sedangkan tiga
pilar lainnya dalam menilai kualitas demokrasi (SoD) ini adalah pemerintahan
yang akuntabel dan perwakilan, partisipasi popular dan masyarakat sipil, serta
dimensi internasional dalam praktek demokrasi.
Hukum sebagai
panglima adalah harga mutlak bagi negara ini. Ketika memberikan kuliah di suatu
kampus di Singapura pada awal tahun 2013 ini, Ketua Mahkamah Konstitusi (MK)
Professor Mahfud MD menegaskan bahwa hukum sebagai panglima merupakan kunci
untuk memperbaiki dan menyelesaikan berbagai persoalan yang terjadi di
Indonesia. Lebih jauh, problem sosial, ekonomi, politik, sosial, dan budaya
akan bisa terselesaikan kalau hukum bisa ditegakkan tanpa pandang bulu.
Memanglingkan hukum
adalah kewajiban yang harus dilakukan Indonesia sekarang ini, kata Professor
Mahfud. Dalam hal relasi demokrasi dan hukum, Ketua MK menjelaskan bahwa
demokrasi tanpa hukum akan menimbulkan kekacauan dan merusak demokrasi itu
sendiri karena yang terjadi adalah merusak demokrasi dengan cara demokrasi.
Karena itu, demokrasi harus dibangun dengan pembangunan hukum. Demikian poin
penting dari kuliah umum Professor Mahfud yang berjudul "Indonesia's
Second Wave of Reform".
Demikian pula,
mantan Ketua MK, Profesosor Jimly Asshiddiqie memiliki pandangan yang sejalan
dengan Professor Mahfud MD. Dalam makalah yang berjudul "Gagasan Negara
Hukum Indonesia", Professor Jimly kembali menegaskan bahwa Perubahan
Keempat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, konsep Negara
Hukum atau "Rechtsstaat" semakin ditegaskan yakni "Negara
Indonesia adalah Negara Hukum".
Dalam konsep Negara
Hukum, diidealkan bahwa yang harus dijadikan panglima dalam dinamika kehidupan
kenegaraan adalah hukum, bukan panglima ataupun ekonomi. Secara lebih rinci,
mantan Ketua MK ini menjelaskan ada 13 prinsip pokok yang menyangga tegaknya
satu negara modern sehingga disebut Negara Hukum. Prinsip pokok itu antara lain
supremasi hukum, persamaan dalam hukum, asas legalitas, pembatasan kekuasaan,
peradilan bebas dan tidak memihak, perlindungan hak asasi manusia, transparansi
dan kontrol sosial, serta ber-Ketuhanan Yang Maha Esa.
Hal ini berarti
prinsip pokok ber-Ketuhanan Yang Maha Esa memiliki korelasi positif dengan
demokrasi, dan bahkan sebagai fondasi penting di dalam berdemokrasi. Prinsip
supremasi hukum merupakan pengejawantahan atau ekspresi kesadaran rasional
kenegaraan atas keyakinan pada Tuhan Yang Masa Esa. Maknanya, setiap warga
negara wajib taat pada aturan hukum karena ketaatan pada hukum negara adalah
simbol dari ketaatan umat atas segala perintah dan larangan-Nya.
Sumber: Jurnal
Nasional, 7 Maret 2013
0 komentar:
Silahkan berkomentar
Tuliskan apa pendapatmu...!