Headlines News :
Home » » Politik yang Ideal

Politik yang Ideal

Written By ansel-boto.blogspot.com on Tuesday, July 16, 2013 | 8:47 PM

Oleh Ansel Deri
Tenaga Ahli DPR Dapil Papua;
Alumni Universitas Nusa Cendana, Kupang 

JIKA politik dipahami sekadar urusan merebut dan mempertahankan kekuasaan untuk kepentingan pribadi dan kelompok tanpa memikirkan kepentingan komunal masyarakat, maka makna politik paling esensi dan ideal tergerus.

Pemahaman politik seperti itu yang barangkali melatari pemikiran Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengajak semua komponen bangsa dan elite politik mengedepankan kepentingan rakyat dalam menjalankan praktek politik sehingga masa depan bangsa lebih baik.

Tak hanya itu. Kepala Negara juga mengingatkan bahwa sekalipun ada ujian dan cobaan, kita harus tetap berkonsolidasi, berbenah diri, dan berkontribusi. Para pemimpin harus berani mengambil resiko dan tidak memikirkan keselamatan dirinya. Mereka harus sanggup berkorban dan berani mengambil resiko. Ajakan yang di-posting dalam akun Twitternya, @SBYudhoyono (1/7 2013) bukan tanpa alasan.

Ini juga sejalan dengan persiapan rakyat Indonesia dan elite menyambut dua hajatan politik: Pemilihan Presiden (Pilpres) dan Pemilihan Legislatif (Pileg) tahun 2014.

Di mata Presiden Yudhoyono yang saat ini juga menjabat Ketua Umum Partai Demokrat, politik yang ideal mestinya tak dipatok atas dasar untung rugi elite tetapi mengutamakan kepentingan rakyat dan masa depan.

Esensi politik

Esensi politik yang berkiblat atau mengabdi pada kepentingan rakyat senantiasa menjadi tema utama para pimpinan partai politik tatkala memberi arahan kepada pengurus maupun anggotanya dalam berbagai kegiatan atau hajatan partai.

Presiden Yudhoyono selaku Ketua Dewan Pembina Demokrat juga secara eksplisit pernah mengutarakan esensi politik saat berlangsung Kongres ke-2 Partai Demokrat di Kota Baru Parahyangan, Bandung Barat. Bahwa partai harus mampu menawarkan keunggulan-keunggulan politik yang dimilikinya kepada masyarakat.

Mengapa tawaran keunggulan politik menjadi penting? Ini terutama berpangkal dari konsep ideal politik yang memiliki orientasi menjawab kepentingan dan kebaikan bersama (bonum commune).

Di samping itu, jika dilihat sepintas, dalam praksis hidup politik kerapkali disalahgunakan para aktor maupun elite. Tujuan politik tak jelas. Akibatnya, politik tidak lagi dirancang guna melahirkan kebaikan bersama namun menjadi anak tangga menggapai kepentingan pribadi atau kelompok. Pada titik ini, makna politik mengalami distorsi.

Profesor Riset Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syamuddin Haris menyebut, meski konstitusi hasil amandemen lebih menjanjikan terbentuknya sistem demokrasi konstitusional, namun ternyata masih menyisakan banyak agenda politik yang memerlukan kecerdasan para elite politik dalam pengelolaannya agar bermuara pada Indonesia baru yang lebih adil dan sejahtera bagi rakyatnya. Itu artinya kepentingan kelompok dan partai politisi harus dikalahkan demi kepentingan kolektif bangsa (Bdk. Potret Konstitusi Pasca Amandemen UUD 1945 ; 2009).

Kepentingan kolektif dimaksud tentu tak lain menyangkut rakyat. Ini sekaligus menegaskan kembali esensi dan idealnya politik, yaitu menciptakan bonum commune. Jangan sampai politik direduksi jadi ajang perburuan pragmatisme atau pamer prestise elite atau kelompok. Sedangkan rakyat terpaut jauh dan dijadikan obyek pembohongan.

Menjamurnya intensitas skandal sejumlah elite politik, korupsi yang masif serta absennya mereka berada di tengah rakyat di musim reses menunjukkan kekuasaan (politik) mudah dibelokkan untuk memenuhi naluri pragmatisme elite sekaligus menelantarkan kepentingan rakyat.

Skandal dan pengkianatan elite seperti ini yang oleh Boni Hargens, pengajar Ilmu Politik Fisip Universitas Indonesia (UI), masuk dalam salah satu bentuk kesalahan yang berdampak pada terganggu dan/atau tidak berfungsinya sistem politik. Entah secara parsial ataupun total dalam kaitannya dengan penciptaan kepentingan masyarakat secara keseluruhan dan kepentingan negara sebagai sebuah sistem (Bdk. Trilogi Dosa Politik ; 2008).

Menarik

Politik merupakan aspek kehidupan manusia yang punya nilai fundamental dan selalu menarik didiskusikan. Politik merupakan ruang publik tempat muara aneka kepentingan dan aspirasi manusia (rakyat). Pada dasarnya, sifat manusia adalah keinginan untuk hidup bersama.

Mereka saling membutuhkan. Tak seorang pun bisa eksis tanpa kehadiran yang lain. Entah elite politik, aparat, pers, petani, penjual sayur, guru, mahasiswa, supir, cleaning service, petugas pom bensin, tukang cukur, dan lain sebagainya. Ini menunjukkan esensi politik sesungguhnya.

Frumen Gions, OFM dalam artikelnya, “Globalisasi, Panggilan Moral, dan Harapan” mengemukakan, kita hidup dengan pemahaman dan bahkan keyakinan bahwa politik itu sama dengan tipu muslihat dan laku tercela. Berpolitik berarti berikhtiar dengan kotor, bergelut dengan dusta, bertingkah dengan kasar dan berjuang dengan korup.

Politik adalah wilayah penuh intrik, dendam, kesumat, laknat. Padahal, kenyataan-kenyataan buruk bisa muncul dalam kehidupan bersama lantaran kita sendiri tak punya sensivitas untuk kehidupan sosial (Bdk. Gereja  Itu Politis ; 2012).

Sedangkan menurut Silih Agung Wasesa, Associate Member of American Association of Political Consultant, perilaku politik dan politisi unik. Ada banyak penyimpangan paradigma yang terkadang susah diterjemahkan dalam pola pikir normal.

Hal ini wajar karena reputasi politik sedemikian buruk sehingga titik kepercayaan masyarakat menjadi sedemikian rendah (Jokowi-Politik Tanpa Pencitraan ; 2012).

Tak berlebihan Presiden Yudhoyono mengajak elite mengedepankan kepentingan rakyat dalam menjalankan praktek politik. Karena itu ada beberapa hal dapat dikemukakan.

Pertama, politik harus dipahami dari makna dan esensi dasarnya untuk menata kehidupan masyarakat agar berjalan menurut prinsip-prinsip keadilan. Hal ini penting mengingat konflik politik berpotensi lahir dan bukan tidak mungkin dapat mengorbankan rakyat. Untuk itu dibutuhkan kesadaran kolektif elite dan rakyat dalam berpolitik.

Kedua, elite politik perlu menyadari peran politiknya dan secara sadar menata kehidupan guna mewujudkan cita-cita menggapai kebaikan bersama yang lebih sejahtera, berkeadaban, dan berkeadilan.

Mengapa? Kekuasaan cenderung korup dan kekuasaan yang mutlak melahirkan korupsi absolut. Politik juga tak sekadar urusan merebut dan mempertahankan kekuasaan. Lebih dari itu ia (politik) mesti dipahami dalam terang iman sebagai kesempatan menjadi berkat bagi dunia dan sesama.
Sumber: Flores Pos, 16 Juli 2013
SEBARKAN ARTIKEL INI :

0 komentar:

Silahkan berkomentar

Tuliskan apa pendapatmu...!

 
Didukung : Creating Website | MFILES
Copyright © 2015. Ansel Deri - All Rights Reserved
Thanks to KORAN MIGRAN
Proudly powered by Blogger