Polisi diminta
memainkan segala daya dan upaya mengungkap kasus pembunuhan mantan Kepala Dinas
Perhubungan, Informasi, dan Komunikasi Kabupaten Lembata Aloysius Laurensius
Wadu di Lewoleba, Lembata, Nusa Tenggara Timur, 8 Juni 2013. Ke-12 pelaku
sebaiknya memiliki hati nurani untuk mengungkap otak di balik kasus pembunuhan
itu.
“Lembaga penegak
hukum tak boleh kalah dengan siapa pun, apalagi orang-orang yang selalu
mengorbankan masyarakat kecil untuk merealisasikan keinginan pribadi dan kelompok,
tetapi selalu mengatasnamakan masyarakat. Kematian Wadu sudah memberi petunjuk
yang cukup jelas bagi polisi memeriksa orang yang memberi arahan, petunjuk
terhadap para tersangka dan terdakwa,” kata Direktur Hukum dan HAM Pelayanan
Advokasi untuk Keadilan dan Perdamaian (Padma) Indonesia Gabriel Goa saat
menghubungi Kompas di Kupang, Jumat (6/12).
Sebanyak 12 orang
terlibat dalam pembunuhan itu. Mereka adalah Omy Wutun, sopir Bupati Lembata
Eliaser Yentji Sunur, Brigadir Heryanto, anggota Polres Lembata; Dion Wadu,
anak kandung almarhum –salah satu kepala bidang di Kantor Bappeda Lembata;
Evans Wadu, anak kandung almarhum –PNS di kantor Dinas Perhubungan Lembata;
Bence Ruing, PNS di Kantor Dinas Sosial Lembata; Inso Gowing Bataona, PNS di
Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Lembata; Anton Loli Ruing alias Tolis Ruing,
anggota DPRD Lembata; dan Vinsen Wadu, adik kandung almarhum. Selain itu, Nani
Ruing, Marsel Welan, dan Vinsen Dasion, masing-masing warga Lembata.
Jangan Melindungi
Keterlibatan
polisi, anggota PNS, sopir bupati, dan anggota DPRD setempat mengiindikasikan
ada auktor intelektualis di balik itu. Di sisi lain, ada pula upaya Bupati
Eliezer Yentji Sunur menyewa empat pengacara dari Jakarta dan Kupang untuk
mendampingi para pelaku pembunuhan.
Dalam kaitan
itulah, para pelaku diminta jujur mengungkap otak di balik sekenario pembunuhan
Wadu. Mereka jangan melindungi pelaku
utama.
Kepala Bagian Humas
Pemkab Lembata Moses Langotukan mengatakan, kasus ini sedang ditangani penegak
hukum. Semua pihak harus menunggu proses itu dan jangan berspekulasi dan
beropini. Biarkan proses hukum berlangsung. “Informasi dan berita-berita sangat
fantastis tanpa pendukung data akurat. Jadi, semua pihak harus menghormat
proses hukum,” katanya.
Menurut Kepala
Bidang Humas Polda NTT Ajun Komisaris Besar Okto George Riwu, polisi tak asal
menangkap dan memproses seseorang. Penangkapan seseorang dilakukan sesuai
prosedur dan mekanisme. “Jika ada bukti kuat mengarah ke sana, polisi
bertindak. Jadi, polisi tak asal menangkap orang,” katanya. (KOR/ANS)
Sumber: Kompas, 7
Desember 2013
Ket foto: Bupati
Eliaser Yentji Sunur
Sumber foto:
hurek.blogspot.com
0 komentar:
Silahkan berkomentar
Tuliskan apa pendapatmu...!