Oleh GKR Hemas
Wakil Ketua DPD
BEBERAPA kejadian terkini membuat
banyak orang sampai pada kesimpulan revolusi diperlukan.
Pemerintah dipandang sudah tidak
efektif, perkembangan politik tak tentu arah, rupiah melemah, penggawa hukum
tertinggi ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi, Mahkamah Konstitusi
kehilangan marwah, dan pemerintah dilecehkan pula oleh negara tetangga. Apa
lagi yang tersisa kecuali semangat massa yang siap dibakar?
Penyadaran
Bagi orang yang sehari-hari bergelut
dalam persoalan kenegaraan tentu mafhum belaka bahwa kesimpulan itu tidak
berlebihan. Ada kekecewaan yang lahir tak lama setelah Reformasi. Terus
membesar karena politik menyimpang dari cita-cita, perbaikan ekonomi tak
menyentuh sebagian besar warga, dan para pemimpin makin terlihat individualis.
Rakyat kehilangan harapan.
Namun, harapan pulalah yang sesungguhnya
melandasi kesimpulan itu sehingga kita bisa mengatakan bahwa harapan terhadap
perbaikan negeri ini sesungguhnya masih sangat besar di balik semua suara yang
pesimis. Revolusi hanyalah sebuah jalan. Arahnya sulit diprediksi. Pemilu juga
sebuah jalan. Dengan perencanaan dan kendali yang lebih jelas. Dalam seluruh
konteks ini, Pemilu 2014 jadi sangat menentukan.
Penyadaran pemilih selalu penting
menjelang pemilu. Mereka kunci utama pemimpin dan politik pascapemilu. Calon
pemilih perlu disadarkan bahwa kondisi negara bisa genting apabila pilihan
mereka masih berfokus pada unsur kedekatan, kekeluargaan, dan popularitas.
Sudah cukup pelajaran. Ini bukan hanya menyangkut calon presiden untuk
menghindarkan terpilihnya presiden yang lemah dan individualis, melainkan juga
legislatif perwakilan rakyat dan perwakilan daerah (DPD).
Wawasan kebangsaan dan bela negara yang
sederhana bisa sangat membantu. Pemilih perlu mencermati kemampuan calonnya
menyelesaikan berbagai dimensi masalah. Kedaerahan, budaya, politik, ekonomi,
sosial, dan batas-batas negara yang menentukan perwujudan kedaulatan. Presiden
dan politisi mendatang mesti menguasai masalah ini dan mempunyai tekad
mempertahankan format keindonesiaan yang kuat.
Cara paling mudah adalah melihat dari
perspektif konstitusi, yang merupakan dasar perjuangan dan aktivitas politik.
Pemilih perlu mendapatkan akses dan rangsangan membaca pasal-pasal dalam UUD
1945. Sosialisasi mengenai masalah ini mestinya menjadi tanggung jawab dan
agenda lembaga penyelenggara pemilu.
Demikian juga dengan para calon. Semua
perlu mendapat pengetahuan konstitusi yang cukup agar konstitusi menjadi
pegangan utama, pedoman dalam politik dan penyelenggaraan negara. Parpol punya
kewajiban memastikan kadernya mendapat pembekalan yang memadai. Lembaga
penyelenggara pemilu bertanggung jawab terhadap para calon anggota DPD yang
nonpartisan.
Pemilu dan perubahan
Pemilu 2014 sesungguhnya merupakan saat
yang tepat untuk mempertahankan atau mengganti para pelaku politik dan
menyempurnakan sistem. Orang- orang ditentukan oleh para pemilih. Sistem
ditentukan oleh orang-orang yang terpilih dan gagasan-gagasan yang ditawarkan.
Pemilu mestinya menjadi alat yang tepat untuk mengawali perbaikan konstitusi,
sejalan dengan pemikiran modern yang mengharuskan konstitusi menjadi living and
working constitution.
Untuk kondisi negara yang telah membuat
sebagian orang berpikir sudah saatnya revolusi, perubahan konstitusi merupakan
jalan terbaik menyeimbangkan saling kontrol dan harmoni pada cabang-cabang
kekuasaan. Ada tiga pokok penting yang perlu segera disempurnakan. Sistem
presidensial, penguatan lembaga perwakilan, dan otonomi daerah.
Sistem presidensial perlu ditingkatkan
efektivitasnya dengan desain yang merangsang sistem kepartaian sederhana yang
memperbesar kekuasaan konstitusional pemerintah. Terutama untuk menghindari
minority president dan pemerintahan yang terbelah (divided government) yang
umum dilahirkan oleh sistem multipartai seperti saat ini, yang berakibat
ketidakstabilan demokrasi dan kekuranglancaran pembangunan.
Penguatan lembaga perwakilan diperlukan
untuk menyeimbangkan saling kontrol melalui penguatan peran MPR sebagai lembaga
joint session DPR dan DPD, serta harmonisasi melalui penguatan kewenangan DPD
agar efektif menjadi mitra penyeimbang DPR. Disebut harmonisasi karena mengarah
pada prinsip saling melengkapi dalam sistem bikameral efektif dan bukan
bikameral sama kuat (perfect bicameralism).
Penyempurnaan otonomi daerah merumuskan
formula yang tepat sebagai bingkai yang mendorong desentralisasi sejalan dengan
bentuk negara kesatuan yang mampu meredam potensi disintegrasi. Desainnya
mengandung norma yang berpihak pada keberagaman, kekhususan daerah, dan
perspektif masyarakat adat setempat. Ini semua bukan gagasan baru di dunia.
Kegagalan menerapkannya telah memberi pelajaran bagi negara-negara Amerika
Latin yang tak berhasil membangun demokrasi yang stabil. Yang di negeri kita
kini sedang berproses dan hasilnya akan banyak ditentukan hasil Pemilu 2014.
Sumber: Kompas, 5 Desember 2013
0 komentar:
Silahkan berkomentar
Tuliskan apa pendapatmu...!