Kasus pembunuhan di Lembata yang menghebohkan
publik ternyata tidak pernah diusut tuntas oleh aparat kepolisian. Sejumlah
kasus itu harus dihentikan dengan alasan tak jelas. Padahal, alat bukti dan
saksi sudah cukup memadai. Karena itu, Kapolda NTT, Brigjen Pol Endang Sujana,
berjanji akan membuka kembali kasus-kasus kriminal tersebut.
Janji Kapolda ini
disampaikan setelah mendengar masukan dari utusan masyarakat, tokoh masyarakat
dan tokoh agamaa se-Kabupaten Lembata saat bersilahturahmi di Aula Hotel Palm,
Rabu (26/11) lalu. Kapolda malah berjanji segera menurunkan tim lengkap, baik
itu Propam, Intel juga Tim Khusus untuk menyelidiki sejumlah kasus kriminal
tersebut. “Tapi tentu tidak bisa kita selesaikan semuanya. Kita selesaikan satu
persatu, karena itu saya minta supaya tolong dibantu,” kata Endang.
Pernyataan Kapolda
ini juga sekaligus menanggapi pernyataan tertulis Forum Penyelamat Lewotana
Lembata (FP2L) yang dibacakan Romo Fransiskus Amanue, Pr, dalam silahturahmi
tersebut. Dalam surat itu, FP2L membeberkan sejumlah masalah kriminal
pembunuhan dan model penanganan yang dilakukan Polres Lembata. FP2L menilai
Polres Lembata tidak indenpenden dalam menangani sejumlah persoalan hukum di
Kabupaten Lembata.
“Memang benar bahwa
Bupati Lembata sedang diposisikan oleh penegak hukum diatas undang-undang. Penegak
hukum sangat diskriminatif. Bupati lapor begitu cepat ditanggapi. Polisi begitu
proaktif. Kalau masyarakat melapor, begitu lamban ditanggapi polisi apalagi
kalau laporan itu ada kaitan dengan Bupati,” beber Amanue.
Menurut FP2L,
tindakan tebang pilih aparat Polres Lembata terlihat dalam berbagai kasus,
laporan bupati Eliaser Yentji Sunur tehadap anggota DPRD Lembata Yakobus Liwa
yang berpendapat dalam Paripurna tentang Bupati Lembata berbohong, juga
terhadap Bediona Philipus dan Fransiskus Limaway yang dituduh memalsukan
dokumen uji pendapat DPRD Lembata, demikian cepat di ditindak lanjuti polisi.
Sebaliknya, kasus
yang diduga melibatkan Bupati seperti kasus tenggelamnya bocah Alfons Sita di
lubang galian proyek ambisius arena balap motor cros Waiara, kasus kematian
Lorens Wadu, kasus dugaan pemerasan dan penipuan terhadap kontraktor, hingga
kini masih tersimpan rapi dalam laci meja penyidik Polres Lembata.
Karena itu, warga
Lembata melalui FP2L mendesak Kapolda NTT menurunkan tim untuk menangani sejumlah
kasus di Kabupaten Lembata. FP2L juga mendesak Kapolda segera mencopot Kapolres
Lembata dan sejumlah perwira di lingkup Polres Lembata. “Kami tahu bahwa tidak
semua polisi di Lembata buruk dan jahat. Ada banyak yang baik. dibutuhkan
komandan yang baik agar polisi yang baik bisa tampil berperan. Karena itu kami
minta agar Kasat Serse, Kasat Sabara, Kasat Intel, Wakapolres dan Kapolres
Lembata dicopot,” kata Amanue.
Ketua Nahdatul
Ulama (NU) Lembata Mochtar Sarabiti, meminta klarifikasi Kapolda NTT terkait
penangguhan penahanan terhadap dua anggota DPRD Lembata yang ditahan polisi
atas tuduhan dugaan pemalsuan dokumen uji pendapat DPRD Kabupaten Lembata.
Menurut PNS di
Dinas PPO Lembata ini, jika penangguhan penahanan terhadap dua anggota DPRD
atas rekomendasi Kapolda, maka semestinya perlakuan yang sama di berikan kepada
tahanan lain yang mendekam dalam ruang tahanan Polres Lembata. “Pak Kapolda,
yang omong ini Ketua NU Lembata, saya minta supaya pak Kapolda klarifikasi
kenapa dua anggota DPRD itu di tangguhkan penahanannya, kalau mereka bisa maka
saya minta supaya tahanan lainnya kecuali yang masuk karena kasus korupsi
supaya mendapat perlakuan yang sama,” sebut Sarabiti.
Menanggapi itu,
Kapolda mengatakan, seseorang dapat ditahan dengan alasan penyelidikan, juga
alasan subjektif seperti melarikan diri, mengulangi perbuatan, atau
menghilangkan barang bukti. Pertimbangan subjektif ini tidak mungkin dilakukan
Bediona dan Limaway, bahkan menurut Kapolda, dirinya sejak awal sudah
memerintahkan agar dua anggota DPRD itu tidak ditahan.
“Bisa dibayangkan
bila seorang anggota DPRD atau siapapun dia, sudah jelas kalau dia tidak akan
melakukan perbuatan yang sama, dia tidak akan melarikan diri, apakah kita
selaku anggota polisi, hanya karena satu pasal dapat ditahan lalu kita menahan
seseorang? Sejak lama kepada Kapolres saya sampaikan jangan dilakukan
penahanan, karena mereka adalah anggota DPRD ada asas yang melindungi yang
disebut lex spesialis derogat legi generali. Bapak bisa lihat di TV, DPR Pusat
saling menghujat bahkan sampai meja dibanting itu adalah hak mereka. Itu yang
dapat saya sampaikan, kalau bapak anggap saya salah, saya siap terima salah,”
jawab Kapolda. (chele/jdz)
Sumber: mediantt.com, 29 November 2014
Ket foto:
Unjuk rasa massa FP2L terkait sejumlah kasus kriminal di Lembata yang belum
tuntas penyelesaiannya.
0 komentar:
Silahkan berkomentar
Tuliskan apa pendapatmu...!