Ratusan warga yang tergabung dalam Forum Penyelamat Lewotana
Lembata (FP2L) mendesak Bupati Lembata Eliaser Yentji Sunur mundur dari
jabatannya. Bupati Yance dituding sebagai biang kehancuran tatanan hidup
rakyat Lembata.
Alex Murin
mengatakan, ribuan massa akan berdemonstrasi di Rumah Jabatan Bupati Lembata
selama 14 hari sampai Bupati Yance Sunur tumbang. Alex mengatakan, segala
persoalan di Lembata dan kekacauan yang terjadi selama ini merupakan ulah
Bupati Lembata Eliaser Yentji Sunur.
Alex Murin
menyampaikan hal itu saat berdialog dengan DPRD Lembata, Rabu (29/10). Dialog
itu tidak dihadiri anggota DPRD yang disebut “wakil bupati di DPRD” yakni
Sulaiman Syarif, Muhamad Mahmud, Lasarus
Teka Udak, Sony Laga, Anton Leumara, Yohanes Atarodang dan Palmasius Gokok.
Menurutnya, DPRD Lembata tidak mampu mengatasi masalah, maka massa mengajak wakil rakyat untuk bersama rakyat duduk dan tidur di depan Rujab Bupati Lembata.
“Kalau Bupati Yance
tidak mundur, maka akan muncul banyak masalah; konflik sesama orang Lembata
semakin banyak, konflik elite politik semakin tajam dan rakyat Lembata menjadi
korban. DPRD Lembata bersama rakyat harus selamatkan Lembata. Satu-satunya cara
untuk menyelamatkan Lembata adalah turunkan Bupati Yance.”
Di Rumah Rakyat Ada
Kuda
Anggota Dewan
Servasius Suban siap duduk dan tidur di Rumah Jabatan Bupati Lembata bersama
rakyat. Petrus Bala Wukak mengatakan, pergi ke rumah jabatan itu tidak boleh
dilarang karena rakyat mau menyampaikan aspirasi kepada bupati.
Pater Vande Raring
SVD mengatakan, di depan Rumah Jabatan, Bupati Yance Sunur memelihara kuda.
“Kuda lebih berharga dari Lembaga DPRD.”
Romo Frans Amanue
mengatakan, massa harus mendesak Polres untuk menghentikan proses hukum
terhadap tiga anggota dewan. “Tekanan kita kepada polisi, bukan kepada bupati.
Kalau polisi pintar, maka mereka bisa lihat apakah kasus ini layak untuk diproses
atau tidak diproses. Kasat Reskrim Aba Mean itu sarjana hukum, bukan sekola
hala (tidak sekolah); dia mengerti hukum.”
Romo Frans menduga,
polisi dengan sengaja memproses kasus tiga anggota dewan tersebut. “Saya pernah
nonton acara Mata Najwa di Metro TV, wawancara dengan seorang terpidana.
Terpidana ini mengaku bahwa polisi minta uang ratusan juta agar kasusnya
dihentikan. Jangan-jangan kasus di Lembata ini juga seperti itu.”
Bupati Tukang Janji
Mantan Kepala Desa
Atawolo Antonius Plea Roning dalam orasinya di depan Gedung DPRD Lembata
mengatakan, rakyat Lembata harus bangkit dan menumbangkan Bupati Yance Sunur.
Bupati Yance selama ini lebih banyak melakukan perjalanan keluar daerah yang
dibungkus sebagai perjalanan dinas dan tidak betah tinggal di Lewoleba. Bupati
Yance Sunur lebih suka pesiar dan pesta
ria di luar untuk menghabiskan uang daerah.
“Bupati Yance Sunur
hanya janji-janji saja, seperti bangun
jalan dan infrastruktur, hanya mimpi belaka.
Dia hanya habiskan dana untuk pesiar dan pesta ria di mana-mana. Kita harus
tumbangkan dia,” katanya.
Lembata Hancur
Ketua Sementara
Ferdinandus Koda mengatakan, ia merasa malu ketika sampai di Kupang dan
Jakarta, orang selalu membicarakan Lembata. Lembata yang sangat hancur. Bahkan
Ketua Umum PDIP Megawati Sukarno Putri dalam rapat partai mengatakan, jangan
seperti di Lembata.
Menanggapi hal
tersebut, Romo Frans Amanue menyampaikan kepada Ketua Sementara DPRD Lembata
Ferdinandus Koda agar meneruskan kepada Megawati bahwa yang membuat rusak
Lembata adalah kader PDI Perjuangan yang dulu tinggal di Bekasi dan kini
menjadi Bupati Lembata dengan nama lengkap Eliaser Yentji Sunur.
Bubarkan Massa
Massa sudah sepakat
untuk tidur di DPRD tapi tiba-tiba dibubarkan oleh polisi. Kapolres Lembata
AKBP Wresni Satya Nugroho sekitar pukul 18.30 Wita datang bersama anggotanya untuk membubarkan
massa.
Massa yang
berjumlah kurang lebih 50 orang yang
sudah membentangkan terpal di depan
Gedung DPRD terpaksa harus bubar. Sementara ratusan massa yang kembali untuk
makan di rumah Anggota Dewan Fransiskus
Limawai tidak menyangka kalau polisi membubarkan massa yang bertahan di
DPRD.
Koordinator
Lapangan Ali Kedang mengatakan, massa terpaksa harus bubar karena takut bentrok
dengan polisi, apalagi jumlah massa yang masih bertahan di Gedung DPRD sekitar
50 orang sementara jumlah anggota polisi lebih banyak.
“Namun demo tetap
dilanjutkan Kamis (30/10). Massa yang
datang hari Rabu (29/10) sekitar 250
dari beberapa desa di Kecamatan Atadei. Demo pada hari berikutnya, Kamis
(30/10) akan menghadirkan ribuan massa dari berbagai kecamatan di seluruh
Lembata,” ujarnya.
Sumber: aventsaur.wordpress.com, 4 November 2014
Ket foto:
Eliaser Yentji Sunur

0 komentar:
Silahkan berkomentar
Tuliskan apa pendapatmu...!