LANGIT
mendung kelabu meliputi seluruh Nusa Tenggara Timur karena salah satu putera
terbaiknya, mantan Gubernur periode 1978-1988 dr. Ben Mboi, telah dipanggil
Tuhan, Selasa subuh, tanggal 23 Juni 2015 di Jakarta.
Ben Mboi tak pelak lagi adalah pemimpin
pejuang Nusa Tenggara Timur karena dia adalah sosok pintar dan sukses yang
diraihnya dengan cara susah dan miskin. Sejak sekolah rakyat, ia sudah bekerja
keras merawat adik-adiknya. Selama 3,5 tahun belajar di Schakel School Ndao
Ende diberi tugas membersihkan kakus dan got. Ketika belajar di Middlebare
School (SMP) Airnona Kupang, tinggal di rumah keluarga Ben Tanone, dan karena
kehabisan uang, Ben Tanone-lah yang membayar uang sekolah dan segala kebutuhan
hidupnya sehingga selesai sekolah SMP bagian B.
Penderitaan dan perjuangannya terus berlanjut
waktu belajar di SMA Santu Albertus Malang. Karena tidak mampu membayar uang
sekolah, terpaksa harus bekerja sambil belajar, dan uang hasil kerja itulah
yang dipakai untuk membayar biaya sekolah. Walaupun terus dirundung kesulitan,
Ben Mboi tak pernah putus asa dan setelah tamat SMA malah nekat masuk Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Kemauan keras untuk menjadi dokter harus
dilalui dengan banyak kesulitan, antara lain pernah hanya punya sepasang
pakaian sehingga ditegur oleh seorang dosen dari Ambon. Dosen itu mengatakan,
"bagaimana bisa kuliah di sekolah terkenal hanya dengan pakaian seperti
itu?". Si mahasiswa yang nekat dan pintar itu justru menantang dengan
mengatakan bahwa "di universitas ini bukan tempat pamer pakaian tapi
kepandaian."
Karena kemauan kuat untuk menjadi dokter tapi
dihadang masalah biaya, maka Ben Mboi terpaksa menjadi guru negeri sambil
kuliah dan terus mengusahakan untuk memperoleh beasiswa. Gelar dokter akhirnya
diraih walaupun harus bersusah payah. Inilah bukti perjuangan panjang untuk
meraih sukses dengan cara miskin dan susah.
Sungguh mengherankan, ketika gelar dokter
sudah diraih, Ben Mboi justru tidak menikmati hasilnya tapi malah mau ikut
terjun berperang melawan Belanda di Merauke-Papua sebagai dokter tentara. Ben
Mboi mau membuktikan bahwa rasa cinta tanah air menembus batas ras dan agama.
Walaupun dia beragama Katolik dan berasal dari Manggarai-Flores, tetapi dia
juga adalah orang Indonesia 100%. Ben Mboi konsisten karena sebagai Ketua PMKRI
Pusat, dia justru mendeklarasikan dukungan perjuangan untuk merebut Irian
Barat.
Sukses terjun di Irian Barat melawan Belanda
dalam operasi bersandi Naga, bukanlah akhir perjuangannya. Karena untuk
mendapatkan jodoh/istripun tidak mudah. Keluarga calon istrinya beragama Islam
dan bangsawan Sulawesi Selatan tidak merestui hubungan dengan seorang yang
beragama Katolik. Namun bagi Ben Mboi yang sudah akrab dengan kesulitan dan
perjuangan, tidak ada yang lebih berat dan berisiko daripada terbang dan terjun
di daerah Papua yang tak dikenal, dengan nasib tak tentu entah hidup atau mati.
Perjuangan untuk mendapatkan dr. Nafsiah Mboi sebagai istrinya akhirnya berhasil.
Sepertinya kesulitan, susah dan perjuangan
selalu menyertai Ben Mboi. Proses dan awal menjadi Gubernur NTT penuh dengan
tantangan. Surat kaleng, fitnah, agitasi dan propaganda berbau SARA merupakan
santapan sehari-hari di awal pemerintahannya. Namun berbekal pengetahuan dan
pengalaman selama di Middlebare School Airnona Kupang tentang pertentangan
antara orang Protestan dan Katolik, Ben Mboi berhasil lulus dari ujian
tersebut. Sebagai pemimpin yang bijaksana dan pintar, dia mampu meredam
berbagai gejolak SARA yang dihadapi.
Tantangan dan hambatan yang dihadapi sebagai
Gubernur terbilang kompleks. Hambatan geografis, kultur, aparatur dan finansial
harus diatasi untuk mewujudkan cita-cita mensejahterakan rakyat dan memajukan
daerah.
Sebagai pejuang, Ben Mboi rela berkorban
dengan mencurahkan segenap tenaga, pikiran dan waktu untuk membangun di segala
bidang dan melayani masyarakat. Salah satu bukti pengorbanannya ialah dengan
membiarkan anak-anaknya yang masih kecil hidup terpisah di Jakarta hanya
ditemani dengan pembantu, padahal anak-anak seusia itu masih sangat membutuhkan
kasih sayang dan perhatian orang tua.
Ben Mboi juga adalah motivator pembangunan.
Karena selama 10 tahun memerintah, tak henti-hentinya dia berkeliling NTT
mengajak dan mengajarkan rakyat untuk tidak saja berpartisipasi dalam
pembangunan tetapi juga untuk membangun diri dan keluarganya. Panas terik,
hujan, banjir, naik turun gunung, terpaan ombak dan gelombang tidak menyurutkan
semangat dan tekad untuk bertemu dengan rakyat dan pemerintah kabupaten guna
menggerakkan mereka agar bekerja keras. Iklim NTT yang kurang bersahabat dan
tanah yang gersang hanya bisa dikalahkan dengan kerja keras.
Sebagai penggerak pembangunan, Ben Mboi
bertindak juga sebagai guru yang mengajarkan banyak hal bagi rakyat dan jajaran
birokrasi pemerintahan. Pengetahuannya yang luas sangat memungkinkan untuk
berbicara dan mengajarkan rakyat tentang berbagai aspek kehidupan. Para siswa,
guru, pegawai, dan pejabat pemerintahan sering kali mendapat
pertanyaan-pertanyaan yang sifatnya dadakan sehingga kerepotan untuk menjawab.
Bisa dikatakan, bahwa di era kepemimpinannya, suasana pembangunan NTT hidup dan
bergelora. Rakyat bergairah untuk bekerja, para bupati, camat, kepala desa
selalu sibuk dan bersiap karena tiap kali Ben Mboi berkunjung, selalu saja ada
hal-hal baru yang menimbulkan rasa ingin tahu.
Kalau sekarang orang heboh dengan blusukan
ala Jokowi, Ben Mboi sudah melaksanakannya puluhan tahun yang lalu. Dia tidak
saja turun ke bawah untuk mendapat masukan dan memecahkan masalah, tetapi juga
menyampaikan ide, pikiran dan mengajar serta menggerakkan masyarakat.
Kini, pemimpin pejuang itu telah tiada. Ia
pergi meninggalkan kita untuk selamanya, tetapi warisan-warisannya tetap ada
dan akan selalu dikenang. Ben Mboi boleh pergi, tetapi semangat ONM (Operasi
Nusa Makmur), ONH (Operasi Nusa Hijau), dan ONS (Operasi Nusa Sehat) akan tetap
hidup dan bergema. Rakyat NTT akan tetap mengingat betapa gencar dan sibuknya
Ben Mboi membantu petani miskin dengan meluncurkan Program Tata Niaga Komoditi
Rakyat melalui Koperasi Unit Desa (KUD) untuk melawan serangan pengijon dan
makelar.
Akhirnya, rakyat NTT tidak akan lupa dengan
pemimpinnya yang susah senang bersama rakyat, cerdas, pekerja keras dan kalau
berbicara seperti tak pernah kehabisan bahan. Selamat jalan Pemimpin Pejuang,
jasamu akan selalu dikenang.
Oleh Frans X Skera, warga Kota Kupang
Sumber: Pos Kupang, 24 Juni 2015
Ket foto: Alm dr Ben Mboi
0 komentar:
Silahkan berkomentar
Tuliskan apa pendapatmu...!